satu pelukan hangat

252 15 3
                                    

Berpuluh pesan berdenting pada handphone milik pemuda berambut merah, suaranya berisik. Bertubi-tubi notifikasi muncul beserta panggilan yang dibiarkan tak terjawab. Kepalang malas. Kepalang kesal. Amarahnya masih membumbung panas di dada.

Berakhir mengusak kasar rambutnya, Kim Taehyung mengambil kembali pemantik di atas meja café sebelum menyalakan apinya di ujung batang rokoknya. Sialan, sialan. Lagi-lagi berselisih paham. Entah Jungkook yang salah atau Taehyung yang terlalu sensitif.

Taehyung menghela napasnya gusar berpikir apakah ia harus mengangkat telefonnya atau tidak. Jika ia mengangkatnya, pasti yang akan ia dengar kemudian adalah suara lirih Jungkook yang menyuruhnya pulang. Ia belum siap jika harus memaafkan adiknya yang keterlaluan, sehingga dia tahu betul kalau akan luluh bila mendengar Jungkook melirih sedikit saja. Duh.

"Dua puluh menit lagi balik." Taehyung bergumam. Menghisap lintingan tembakau sembari menatap city light dari tempat ia duduk. Langit berwarna jingga dan mulai menggelap, bulu tangannya meremang tanda udara yang dingin.

"Gue lupa bawa jaket lagi. Musim hujan gini kalo malem dingin banget." Taehyung memeluk tubuhnya sendiri, berusaha mendapatkan afeksi yang nihil didapatkan.

Dipikir-pikir, kenapa Taehyung sebegini marahnya dengan sikap Jungkook. Padahal dirinya terkadang sama bejatnya, sama berisik dan sama keras kepalanya. Mereka satu jiwa, tentu saja. Taehyung harusnya sebagai Abang mengalah dan memilih untuk meminta maaf duluan. Mencontohkan bentuk perilalu yang baik di depan Adiknya.

Namun angkara tetap angkara. Taehyung mau Jungkook yang lebih dulu meminta maaf padanya langsung. Bukan dari pesan WhatsApp atau panggilan telepon.

Tapi, bagaimana Jungkook bisa meminta maaf langsung padanya kalau dirinya justru malah duduk di sini. Menghabiskan nyaris sekotak rokok penuh. Berpikir Jungkook akan menghampirinya dan memintanya pulang dengan sungguh-sungguh. Keinginan yang mustahil.

Taehyung lantas bergegas pergi meninggalkan café yang tadi ia temui asal-asalan. Melajukan motornya sedikit lebih kencang menuju rumah. Ingin disambut, Taehyung ingin disambut Jungkook dengan mata bulat bersinarnya  serta hidung bangirnya yang mungkin memerah karena menangisinya.


Pintu dibuka kasar. Lelaki berambut merah memasuki ruangan rumah dengan gerakan cepat, mencari entitas Adiknya yang tak tahu di mana. Dan ternyata Jungkook ada di pantry dapur. Menelungkupkan kepalanya di antara lengannya, wajahnya bersembunyi.

Taehyung terkesirap dengan pemandangan tersebut. Seluruh area dapur sudah bersih, dua minuman yang tadi siang ia buat sudah habis tidak bersisa. Taehyung menebak kalau Jungkook yang menghabiskannya. Ah, anak itu. Sebentar-sebentar bersikap manis, sebentar-sebentat bersikap seperti ratu iblis.

"Adek?" Taehyung mengambil tempat duduk di seberang Adiknya yang sepertinya tertidur. Ia menepuk kepala Jungkook pelan, ingin membangunkan Adiknya itu.

Namun Jungkook tidak langsung terbangun, membuat Taehyung kembali menepuk dan mengelus rambut milik Jungkook sekali lagi. Kali ini penuh rasa sayang dan rasa bersalah. Merasa bersalah karana gagal menjadi Abang yang bisa melindungi Jungkook dan mengajarkannya tentang kebaikan.

"Kookie, bangun. Abang udah pulang."

"Eung?" Jungkook mendongak kemudian menarik napasnya dalam-dalam. Menatap sosok Abangnya sudah ada di depan matanya, tidak pergi lagi entah ke mana. "Abang udah pulang?"

Taehyung mengangguk. Memerhatikan wajah Jungkook yang memerah, ada bekas garis di pelipisnya karena tidur bukan pada tempatnya. Hidungnya memerah dan matanya sayu, seperti habis menangis dalam waktu yang lama.

Ia sangat tidak tega.

"Kenapa tidur di sini?"

"Nunggu Abang pulang. Ditelfon nggak diangkat-angkat, ke mana?"

Taehyung tersenyum tipis, ada kehangatan yang mendesir mengetahui bahwa terdapat seseorang yang selalu menunggunya pulang. "Maaf. Abang nenangin hati doang takut marah-marah jelek ke lo."

"Gue yang harusnya minta maaf Abang." Jungkook menunduk. Mengusap matanya agar tidak lagi berair. "Maaf ya Abang, gue kecapean jadi malah marah-marah. Marah-marah terus gue, ya, Bang? Jangan bilang Mama kalo gue nakal."

Taehyung terkekeh, di saat seperti ini masih saja Jungkook memikirkan akan dimarahi Mama. Padahal Mama berada jauh di luar kota sana. Lagian, Taehyung bukan tipikal anak yang suka mengadu, kok.

"Nggak akan gue bilangin, emang gue elo ngaduan."

"Abang mah gitu." Buntalan gempal itu merengut. Lucu sekali. Gemas sekali. Taehyung nyaris hilang kewarasan karena terpesona dengan adik kembarnya sendiri.

"Mau peluk?" Taehyung memberikan penawaran.

Satu pertanyaan gamblang yang Jungkook tak perlu bertanya dua kali untuk memastikannya. Jungkook mengangguk cepat, ia lantas bergerak lalu berdiri menghampiri Abangnya di seberang kursinya. "Mau," Jawabnya tanpa ragu-ragu.

Taehyung kemudian memeluk Jungkook, mengelus punggung Adik satu-satunya yang sangat ia sayangi itu. Merasakan beban tubuh lainnya serta kehangatan yang menjalari kulitnya di mana sebelumnya meremang kedinginan.

Sedangkan Jungkook memeluknya begitu erat sampai sesak di dada. Melampiaskan seluruh emosinya yang tertahan menjadi luapan perasaan kasih sayang. Menyandarkan kepalanya di bahu Abangnya seperti seluruh beban lelah kuliahnya hilang entah ke mana.

Bagai dua kutub magnet yang saling menempel dan ditakdirkan semesta untuk bersama.





"Adek bau kecut." Tiba-tiba Taehyung berbisik usil. Membuat Jungkook mencubit pinggang Abangnya main-main.

"Serius Adek bau kecut. Belum mandi dari siang kan?"

"Enggak bau!"

"Bau."

"Abang nih bau rokok, gue biasa aja nggak bacot."

"Abang bau rokok bajunya doang. Badannya mah tetep wangi."

Jungkook melepas pelukan mereka untuk menatap Taehyung dengan tatapannya yang bengis. "Yaudah gue mandi! Bacot lagi deh." Ia melenggang meninggalkan Taehyung yang tertawa terbahak-bahak.

Sebelum Adiknya berjalan menjauh, Taehyung berlalu menghampiri Jungkook. Memeluknya dari belakang sembari menggelendoti lelaki yang lebih muda ke manapun ia mau melangkah.

Terkadang Jungkook menepis tangan usil Taehyung yang menggelitikinya di bagian-bagian sensitif, tapi pada akhirnya berhenti karena sang Abang memeluknya erat sekali.








Ya begitulah, namanya Abang Adik kembar ada saja pertengkarannya. Tapi tidak lama, masing-masing dari mereka mana bisa berjauh-jauhan. Kan?













——

Hola!

Akuuuuuu balik lagiiii hehhehe. Beberapa minggu ini aku lagi sangat luangg, dan punya banyak energi untuk lanjutin menulis. Siapa yang kangenn Abang Adekk? Absen-absenn sinii😄

Oh iya, aku buat beberapa AU Taekook juga loh di twitter. Yang mau mampir boleh yaa, usnnya: linlaixx

See u next episode!

Blood Brother • Kth x JjkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang