Pagi datang setelah Jungkook memutuskan untuk bangun dari tidurnya yang panjang. Matanya bengkak karena sebelum tidur melampiaskan amarahnya dengan menangis. Ia terduduk di ranjangnya yang diterangi cahaya kecil di balik fentilasi. Wajahnya yang sembab terbias cahaya menjadikannya begitu lucu. Mata yang biasanya besar itu kini mengecil karena efek bangun tidur sehabis menangis.
Namun jangan bilang kalau Jungkook cengeng, pemuda itu hanya punya perasaan yang sedikit sensitif saja. Pribadinya yang tertutup membuat Jungkook memaknai segala hal dengan serius. Bahkan hanya masalah sepele.
Sulit berkata terus terang menjadi hambatan bagi Jungkook. Yang akhirnya segala sesuatunya hanya bisa dipendam sendirian.
Yang kemudian diciptakanlah Taehyung, seorang abang yang sangat perhatian. Sifatnya memang cenderung cuek, masa bodoh, namun jika dikaitkan perihal sang adik, Taehyung tidak bisa untuk diam saja.
Sehingga saat bola mata bundar itu berpendar lemah, Taehyung datang mengetuk pintu kamarnya. "Dek?" Berat suaranya membuat Jungkook hampir menangis lagi kalau saja Taehyung tidak segera membuka pintunya yang tak dikunci.
"Udah bangun?" Taehyung duduk menghampiri Jungkook, membawa sepiring nasi hangat dan nuget berbentuk dinosaurus. "Mandi gih, nih gue bawain sarapan."
Jungkook melirik nugetnya di piring, inginnya memberi komentar soal warna nugetnya yang terlalu cokelat. Tapi urung saat dirinya sangat dan begitu ingin menonjok abangnya yang menyebalkan. Mana? Abang bahkan nggak minta maaf sama gue! Huh.
Jungkook menggerutu dalam hatinya, enggan menjawab pertanyaan Taehyung. Membiarkan rasa bersalah Taehyung semakin meninggi, membuat ia tanpa sadar menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Duh, jangan ngambek terus dong Kook. Gue udah masakin nuget kesukaan lo juga, bikinnya sepenuh hati nih. Pagi-pagi rela bangun trus bikinin sarapan masa masih diambekin." Taehyung berbicara panjang lebar.
Tapi tabiat Jungkook yang lama kalau ngambek menjadikan Taehyung menghela napasnya lelah. Berkata final, "Yaudah deh. Kalah gue. Nih makannya, gue mau berangkat ngampus."
Ia buru-buru beranjak dari duduknya, meletakkan piring di sisi Jungkook. Sedikit melirik wajah si adik yang masih cemberut memalingkan wajahnya, tetap enggan melihat Taehyung.
"Jangan nangis."
"Siapa yang nangis."
Taehyung terkejut ketika mendengar suara serak saudara kembarnya. Buru-buru tubuhnya menghadap Jungkook lalu menangkup wajah adiknya dengan telapak tangannya. Jungkook masih ogah menatap Taehyung, namun dengan dipaksa sedikit, Taehyung berhasil membawa obsidian Jungkook menatap obsidian miliknya.
"Kan, dibilang jangan nangisin gue mulu," Ibu jarinya menyentuh kelopak mata Jungkook yang bengkak. "Jadi jelek."
"Lonya bikin gue marah terus."
"Lo emang tukang marah-marah, Jungkook."
Jungkook merotasikan bola matanya. Taehyung menghela napas kembali, mendekatkan wajahnya agar fokus Jungkook ada padanya.
"Denger ya Jungkook, jangan nangis terus. Apa-apa jangan dibawa sentimen. Lo cowo, badan lo bongsor gini, udah sunat 9 tahun yang lalu. Jangan cengeng, jangan ambekan terus." Perkataan Taehyung menyudutkan Jungkook, yang menyebabkan bola matanya berdenyut-denyut siap mengaliri air mata.
Manik matanya yang hitam terbias cahaya mentari pagi, membuat binarnya semakin terang karena berkaca-kaca. Taehyung terlalu paham bahwa Jungkook sebentar lagi akan menangis, jadi ia memutuskan untuk mendekap tubuh adiknya seerat mungkin.
"Jangan galak," Suara Jungkook gemetar, tubuhnya yang mengecil di pelukan Taehyung bergetar. "Nggak ada mama, jangan galak."
Taehyung hanya tertawa mendengarnya, manja sekali. Seperti anak mama. Padahal tingginya sudah 179 senti.
"Emang kenapa kalo ada mama?" Tangan besar Taehyung mengusap-usap lembut punggung Jungkook, wajahnya menampakkan kejahilan.
"Kalo ada mama abang bisa dijewer, biar nggak kurang ajar lagi." Ungkapan Jungkook membuat Taehyung tergelak tertawa. Surai arang sang adik diusak-usak gemas dengan surai miliknya.
Dilepas pelukan hangat di pagi hari itu pelan-pelan. Taehyung menatap Jungkook penuh pengertian, penuh kehati-hatian. "Nggak usah ada mama, sekarang Jungkook juga boleh jewer abang kalo masih kesel."
"Bener?"
"Nggak."
"Dih pembual."
Tawa bariton Taehyung mengembang di udara. Jungkook merengut sebal di antaranya. Tapi melihat wajah Taehyung tertawa di pagi hari sedikit memperbaiki kondisi hatinya yang buruk. Padahal manusia di depannyalah yang membuat hatinya terpuruk.
Lelah tertawa, Taehyung kembali menatap wajah adiknya. Menyentil dahi si bongsor cilik yang kemudian dibalas cubit oleh pemiliknya. "Hei, denger? Abang minta maaf oke? Nggak ada janji-janjian tapi, soalnya kalo nggak ditepatin dosa."
Jungkook mengangguk, "Yaudah, dimaafin, soalnya kasian, abang dosanya udah banyak."
"Adek songong."
Kini berganti Jungkook yang tertawa, suaranya lepas. Lepas sekali. Taehyung nyaris terpukau, nyaris mengagumi betapa manisnya sang adik ketika sedang tertawa. Hingga sebelum dirinya terlampau melewati batas, Taehyung tersenyum yang menyejukkan. "Jangan ketawa terus, mandi sana. Dimakan tuh dinosaurusnya, gue mau manasin booti." Ia lalu beranjak dari tempatnya duduk.
"Bang Tae!"
"Apa?"
"Balik ngampus nanti temenin mampir indoapril ya?"
"Hm."
"Abang!"
"Apaan lagi?"
"Eum, thanks?"
"For?"
"Dino,"
"Hm."
*Booti = nama motor Taehyung
---
Mencoba sekuat tenaga untuk tidak menjadikan ini cheesy.
Kalo cheesy maaf:(
KAMU SEDANG MEMBACA
Blood Brother • Kth x Jjk
ФанфикTaehyung dan Jungkook itu kembar tak identik, beda satu menit.