Yoo Jonghyuk mengepak beberapa barang ke tasnya malam itu. Setelah memastikan Yoo Miah tertidur lelap, dia diam-diam pergi di tengah malam sambil memeluk boneka kecil di lengan kanannya.
Dia menyetujui permintaan boneka kecil, tidak, bagian dari kekasih kecilnya, untuk melakukan sesuatu lebih cepat sehingga menurunkan resiko bahaya.
Yoo Jonghyuk berjalan kaki menuju sekolah barunya, ransel di punggungnya menggelembung karena barang bawaannya.
Dia melalui jalan yang sama dengan saat pulang sekolah tadi bersama Dokja atau mungkin roh jahat seperti yang dijelaskan boneka kecil itu.
Dia masih sulit menerima bahwa seseorang yang dia sukai menjadi roh jahat, bahkan kematian pun akan jauh lebih baik bagi orang itu. Namun, di sisi lain adalah keegoisan dan kelegaan Yoo Jonghyuk karena bisa bertemu dengannya di dunia nyata.
Dia melihat rumah gelap gulita dan tampaknya ditinggalkan di sisi kanan jalan, itu adalah rumah Dokja. Yoo Jonghyuk ingat bahwa Dokja benar-benar memasuki rumah tersebut, jadi dia berhenti sejenak di depan pagar rumah yang berkarat, merasakan hawa dingin merayapi lehernya.
Boneka kecil tiba-tiba menggigit lengannya untuk menyadarkannya dan segera pergi. Yoo Jonghyuk menepuk kepala boneka kecil itu seraya menghela napas. Hidupnya pasti begitu luar biasa sehingga dia mengalami semua ini. Dia baru saja pindah dan dia telah mengemban tanggung jawab untuk menyelesaikan sesuatu yang berhubungan dengan supranatural.
Dibandingkan dengan kekasih kecilnya yang telah menjadi hantu, pengalamannya tak bisa dianggap buruk. Yoo Jonghyuk sendiri ingin membalaskan dendam atas kematian kekasih kecilnya.
Dia mungkin egois, tetapi dia tahu batasnya. Menahan orang yang sudah meninggal hanya akan menyakiti orang tersebut. Dia juga harus bersiap untuk hidup sendirian dan terus merindukannya.
Setidaknya, dia bisa bertemu dengannya meski hanya sebentar. Dia seharusnya puas dengan itu.
Setelah menata pikirannya, Yoo Jonghyuk melanjutkan langkahnya menuju ke sekolah barunya.
***
Han Sooyoung merasakan bulu kuduknya berdiri tegak, sensasi kesemutan menjalari sekujur tubuhnya, dia membeku kaku di tempat setelah mendengar suara sambutan dari seseorang yang tak bisa dia lihat. Benar, yang ada dalam pandangannya hanyalah ruang kosong di dalam rumah yang ditinggalkan saat pintu terbuka tanpa seorangpun nampak secara nyata.
Dokja jelas mengetahui bahwa di balik keteguhan dan tekad Han Sooyoung, ada ketakutan tersembunyi terhadapnya. Dia tersenyum, menunggu sahabatnya bersedia terikat dengan makhluk sepertinya.
Meskipun seharusnya hawa dingin menusuk setiap pori tubuhnya, tetapi keringat masih menetes dan ketegangan mencengkeram hatinya. Han Sooyoung menarik napas dalam-dalam sebelum menghembuskan perlahan.
Pintu di belakangnya telah tertutup menimbulkan kesan seolah dia memasuki tempat yang sangat berbahaya.
"Sooyoung-ah, aku senang akhirnya kau mau mengunjungiku," ucap Dokja sambil menyingkirkan sisa-sisa energi hantu kecil yang sebelumnya menempel di punggung Han Sooyoung.
"Dokja, apakah kau ... bukan, apakah kau telah menjadi roh jahat?" Dia awalnya ingin menanyakan tentang tubuh Dokja yang masih hidup, tetapi itu adalah cangkang kosong.
"Tidak juga, jika aku sudah menjadi roh jahat, maka kau pasti sudah mati, Sooyoung-ah," jawab Dokja sambil berjalan berputar mengelilingi Han Sooyoung seolah sedang bermain.
"Mengapa?" Han Sooyoung penasaran tentang alasan Dokja masih menyangkal statusnya.
"Kau tidak mengerti, Sooyoung-ah. Menjadi roh jahat tidak semudah itu, itu memerlukanku untuk membunuh banyak orang tanpa rasa penyesalan." Dokja mengetuk-ngetuk pintu agar Han Sooyoung mengetahui di mana dia berada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fanfic ORV Horror : Your Unreal Excistence
FanfictionMencoba genre horror untuk fanfic, fanfic ini kira-kira cukup singkat. Tidak sebanyak fanfic lainnya yang kutulis, paling banyak adalah 15 chapter, paling sedikit 10 chapter. Aku harap kamu menyukainya ^^ *** Apakah itu kebetulan atau takdir? Pert...