Mereka menuju gerbang sekolah yang sudah sepi dan tampak terlantar. Dedaunan yang jatuh mengotori jalan setapak dan ranting-ranting pohon yang rapuh berjatuhan karena tertiup angin sepoi-sepoi.
Yoo Jonghyuk tiba-tiba berhenti karena tangan Dokja menariknya. Dia berbalik untuk melihat apa masalahnya.
Dokja tersenyum seperti biasa saat mengeluarkan keluhannya, “Aku lupa membawa tasku yang tertinggal di kelas.”
Baru sekarang Yoo Jonghyuk sadar bahwa Dokja memang tidak membawa apa-apa. Dia sebelumnya tidak fokus sebab perasaannya menghalangi perhatiannya pada detail.
“Ayo kembali.” Yoo Jonghyuk mengangguk dan Dokja yang memimpin jalannya sebagai gantinya.
Meskipun kelas-kelas lain mengadakan kegiatan malam seperti klub, tetapi anehnya suasana saat ini terlalu hening. Yoo Jonghyuk tidak bisa menahan kecurigaannya yang mulai muncul lagi.
Bayangan di bawah mereka ikut bergerak, mata Yoo Jonghyuk tidak melewatkannya, dia terus menatap bayangan Dokja sampai mereka masuk ke gedung pengajaran.
“Tunggu di sini saja, aku akan mengambilnya dengan cepat.” Dokja tak memberi kesempatan baginya untuk menjawab dan melepas tangan Yoo Jonghyuk, kemudian langsung berlari pergi meninggalkannya di depan pintu masuk gedung pengajaran.
Sinar cahaya keemasan senja tiba dan menambahkan nuansa melankolis di sekitar. Yoo Jonghyuk berdiri diam di sana dan menatap tangannya yang tadi dilepaskan. Hatinya yang awalnya tergelitik berubah sakit seperti ditusuk.
...
Lee Jihye pulang terlambat hari ini, dia terkunci di kamar mandi ketika dia ingin pulang. Tragisnya tak ada seorang pun yang menanggapi teriakan minta tolongnya yang membuat tenggorokannya sakit.
Dia tahu bahwa dia dihukum oleh pemilik bangku itu. Jadi, dia memeluk lututnya sambil berjongkok di toilet yang tertutup. Biliknya terkunci rapat tanpa kelonggaran sedikitpun dan Lee Jihye tidak bisa mendobrak ataupun memanjat keluar.
“Unni... Maafkan aku....” Dia pernah berjanji untuk menjaga dirinya agar tak melanggar pantangan, yaitu dia seharusnya tidak melihat sesuatu yang tidak boleh dia lihat. Dia seharusnya berpura-pura tidak melihatnya. Namun, Lee Jihye kesulitan mengenyahkan ingatan itu.
‘Siswa pindahan itu juga akan dalam bahaya. Unni masih tidak mau memberitahu tentang cara menenangkan hantu itu.’ Lee Jihye berpikir dengan pahit.
Lampu di kamar mandi mendadak padam dan cahaya dari luar jendela terdistorsi. Lee Jihye menggigil dan berusaha menahan agar matanya tidak melihat hal aneh. Itu tetap fokus ke lantai kamar mandi.
Tap! Tap! Tap!
Suara langkah kaki bergema disertai detak jantung Lee Jihye yang dipercepat. Dia hanya pernah mendengar cerita singkat tentang hantu itu dan tidak mengenalnya secara pribadi. Oleh sebab itu, kesannya tentang hantu itu sangat buruk sejak awal.
Dia mendapat firasat bahwa Jung Heewon pasti tahu cara menenangkan hantu itu, hanya saja itu mungkin hal yang sangat sulit dilakukan sehingga dia belum bertindak.
Tak peduli betapa optimisnya para siswa 3-3, mereka membuat dugaan bahwa sekolah ini akan ditinggalkan dan ditutup.
Para siswa kelas terkutuk membawa pencegahan bagi yang lain, tetapi juga kecemasan.
Itu seperti mereka menjadi pengorbanan awal untuk mengulur waktu. Entah penjaga misterius benar-benar ada atau tidak, berhentinya aktivitas mengerikan semenjak setahun yang lalu bukannya menimbulkan kelegaan, melainkan ketakutan yang lebih dalam.
Ketenangan sebelum badai selalu lebih menyeramkan dibandingkan apapun.
Tok! Tok! Tok! Tok!
Pintu biliknya diketuk empat kali dari luar. Lee Jihye tersentak dan gemetaran tubuhnya semakin kuat. “Tolong, maafkan aku.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Fanfic ORV Horror : Your Unreal Excistence
FanficMencoba genre horror untuk fanfic, fanfic ini kira-kira cukup singkat. Tidak sebanyak fanfic lainnya yang kutulis, paling banyak adalah 15 chapter, paling sedikit 10 chapter. Aku harap kamu menyukainya ^^ *** Apakah itu kebetulan atau takdir? Pert...