HAPPY READING Y'ALL♡
◉‿◉
Aku memandang ke arah jendela. Langit amat gelap di luar sana, mungkin hujan akan turun sebentar lagi. Aku menyeruput kopi panasku dan tersenyum tipis karena tiba-tiba teringat akan masa laluku di SMA dulu.
Banyak sekali hal indah yang telah aku lalui bersama sahabat-sahabatku. Hal-hal indah yang membuatku semakin sulit untuk melupakan sosoknya. Melupakan sosok yang keberadaannya pernah amat berarti untukku. Bukan. Bukan pernah. Tapi, keberadaannya memang sangat berarti untukku, bahkan hingga sekarang. Hingga aku sudah tumbuh dewasa bersamaan dengan dunia yang pernah amat melukaiku. Dunia yang amat sangat kejam terhadapku.
◉‿◉
"FIKAAAA!!!"
Aku menoleh ke arah sumber suara seraya mengerutkan dahi. Andin berlari tergesa-gesa ke arah kami.
"Huh-anu, itu, huh, lo-"
"Atur napas dulu, Ndin." Ujar Jihan, memberikan saran pada Andin disela-sela makan.
Andin menuruti perkataan Jihan. Ia mengatur napas selama beberapa menit hingga akhirnya ia tidak terengah-engah lagi. Ia duduk di sampingku dan mengeluarkan Handphone dari sakunya.
"Lo mau ngomong apa?" Tanyaku pada Andin.
"Hah?"
"Lo tadi teriak-teriak panggil gue, kan?"
"Lah, emang iya, gue manggil lo?" Beo Andin, berusaha mengingat-ingat.
Aku menggeleng-gelengkan kepala, sudah tidak terkejut dengan kelakuan salah satu sahabatku ini.
"Lo nggak laper?" Tanyaku lagi pada Andin.
"Laper lah"
"Terus kenapa nggak pesen makanan?"
"Lah iya juga, ya?"
Aku, Jihan, dan Alin saling berpandangan, kemudian pandangan kami bertiga beralih kepada Andin, tatapan kami terpaku padanya. Entah bagaimana bisa aku berteman dengan anak se-absurd Andin.
"Hm, guys? Kalian kenapa ngeliatin gue kaya gitu?"
"Duh, merinding gue punya temen segila dia." Gumam Jihan, namun masih bisa didengar oleh kami bertiga.
"GUE DENGERRRRR!!!"
◉‿◉
"Dua menit lagi bel istirahat berbunyi. Jadi, Bu Ana mohon undur diri. Sekian untuk pelajaran hari ini. Jangan lupa dikerjakan ya tugasnya, anak-anak!" Pamit Bu Ana.
"Iya, Bu." Jawab kami, serempak.
Andin dan Jihan segera menghampiri mejaku yang letaknya berada di tengah-tengah kelas. Berjarak dua bangku dari depan dan belakang. Tak berselang lama, Alin datang ke kelas kami. Alin memang berada di kelas yang berbeda dengan kami.
Alin masuk kelas unggulan. Letak kelasnya ada di samping kelas kami. Ia ada di kelas XI-IPA 1, sedangkan kami bertiga ada di kelas XI-IPA 2. Meski begitu, ia tidak pernah sombong karena diantara kami berempat hanya ia yang bisa masuk ke kelas unggulan seorang diri. Persahabatan kami tetap sedekat dulu. Tak ada yang berubah meski Alin terpisah kelas dengan kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Still Love You
Teen Fiction"Zra, kata orang, luka itu bisa sembuh seiring berjalannya waktu. Tapi, kenapa kalimat itu tidak berlaku untukku?" "Ini sudah bertahun-tahun sejak kepergianmu, dan aku masih belum bisa merelakanmu." "Kini, aku baik-baik saja, Zra. Sungguh, walaupun...