Vancouver,
Where you are, I'll move on.
Yellow Cab Plane Bus or Uber,
If the plane doesn't fly I'll scuba dive!(Vancouver) - BIG Naughty
HAPPY READING Y'ALL♡
◉‿◉
"Apa?"
"Menikah."
Mendengar kata itu, mulut Ezra menganga saking terkejutnya. Ezra mengusap wajahnya, lalu menggeleng-gelengkan kepalanya yang tiba-tiba terasa pening.
"Kita masih terlalu muda untuk itu." Ezra berusaha menjelaskan.
"Gue bisa nunggu." Fika menanggapi.
Ezra menggeleng-gelengkan kepalanya, "Apa yang membuat kamu yakin kalau kamu bisa menunggu saya?"
"Bukannya udah jelas, ya? Bukannya perasaan gue udah cukup buat dijadiin alasan untuk nunggu lo?"
"Baik. Kalau begitu, saya jelaskan masalah lainnya." Ezra menghela napas pelan, "Saya nggak punya perasaan yang sama dengan kamu. Jadi, mau berapa lama pun kamu menunggu, semuanya percuma. Sekarang, saya minta tolong banget sama kamu. Tolong hentikan ide konyolmu itu."
Fika terdiam sejenak, lalu menggelengkan kepalanya.
Ia sangat menyukai lelaki yang sedang berdiri dihadapannya ini. Lantas, bagaimana bisa ia menyerah begitu saja?
Melihat Fika menggelengkan kepalanya, Ezra pun memejamkan matanya, lalu menghela napas berat. Entah harus dengan cara apalagi Ezra menjelaskan tentang kondisinya agar perempuan ini mengerti bahwa ia tak akan pernah jatuh cinta padanya. Tidak akan pernah.
"Baik, kalau itu jawaban kamu. Silahkan lanjutkan rencana konyolmu itu. Tapi, ingat satu hal. Saya tidak akan pernah menaruh hati sama kamu."
Setelah mengatakan itu, Ezra pun bergegas pergi menjauh dari pandangan Fika.
◉‿◉
Jihan, Andin, dan Alin kompak menghela napas panjang setelah mendengar seluruh ceritaku. Mereka hanya terdiam. Mereka tahu, dalam kondisi ini, mereka tidak akan bisa menghiburku.
Lupakan tentang dare yang telah kami buat itu. Bahkan, tanpa dare itupun aku yakin, cepat atau lambat aku akan tetap jatuh cinta padanya.
Kejadian tadi pagi benar-benar membekas di hatiku. Silahkan sebut aku Si Gila, aku tidak akan menyangkalnya.
Kalimat demi kalimat yang dikatakan oleh Ezra, entah kenapa aku masih mengingat semuanya. Kata demi kata menyakitkan yang ia ucapkan padaku membuatku hampir menyerah.
Atau....
Apakah aku memang harus menyerah?
◉‿◉
Aku datang pagi-pagi sekali. Lingkungan sekolah masih sepi. Jangan tanya dimana Jihan dan Andin, mereka berdua selalu datang 3 menit sebelum bel masuk berbunyi.
Alih-alih masuk ke dalam kelas, aku justru duduk di depan kelas Alin. Kalian pasti tahu siapa yang aku tunggu? Tentu saja Ezra.
Tadi malam, aku kesulitan tidur karena merindukan pria itu. Padahal, baru kemarin aku melihat wajahnya dan bertengkar dengannya, namun aku sudah amat merindukannya.
Ah, aku pasti sudah gila. Aku tak tahu kemana perginya seluruh harga diriku. Aku bahkan tak bisa mengendalikan langkah kakiku untuk tidak pergi menuju kelasnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
I Still Love You
Teen Fiction"Zra, kata orang, luka itu bisa sembuh seiring berjalannya waktu. Tapi, kenapa kalimat itu tidak berlaku untukku?" "Ini sudah bertahun-tahun sejak kepergianmu, dan aku masih belum bisa merelakanmu." "Kini, aku baik-baik saja, Zra. Sungguh, walaupun...