"Zra, kata orang, luka itu bisa sembuh seiring berjalannya waktu. Tapi, kenapa kalimat itu tidak berlaku untukku?"
"Ini sudah bertahun-tahun sejak kepergianmu, dan aku masih belum bisa merelakanmu."
"Kini, aku baik-baik saja, Zra. Sungguh, walaupun...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
HAPPY READING Y'ALL♡
◉‿◉
"H-hah?" Aku masih tak mengerti, "Lo serius? Darenya ngedeketin cowok yang bahkan gue ga kenal sama sekali?"
Jihan mengangguk.
Aku menoleh kepada Andin dan Alin, berharap mereka tidak setuju dengan dare yang diberikan oleh Jihan. Namun, percuma saja. Mereka berdua hanya mengangkat kedua bahu mereka dengan ekspresi mereka yang seolah-olah berkata gue sih ngikut.
Aku menatap Jihan, "bisa yang lain aja, nggak?" Tawarku.
"Bukannya lo bilang kalau lo suka tantangan?"
"Iya, sih. Tap-"
"Yaudah, terima aja tantangannya."
Aku menarik napas dalam-dalam. "Ok, fine" pasrahku, "U win! I'll do it, but not now! Okay?"
"Well, we'll give u 2 weeks."
"Hah? Jahat banget kalian." Aku mengeluh.
"Astaga, lo ngeluh? Bukannya lo udah sering pdkt-an sama cowok, ya?" Ucap Andin.
"Bukan pdkt-an! Temenan doang, dih. Temen gue kan emang banyakan yang cowok. Yang cewek mah cuma kalian bertiga." Aku berusaha menjelaskan agar mereka tidak salah paham.
Mereka bertiga hanya mengangguk. Kemudian, Jihan beranjak dari tempat duduk, diikuti oleh Andin dan Alin.
"Lah? Kalian mau kemana?" Tanyaku.
"Satu menit lagi bel masuk bunyi."
◉‿◉
Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak sepuluh menit yang lalu. Kini, aku tengah berjalan di koridor bersama teman-temanku. Andin sedari tadi sibuk membujuk Alin untuk menunjukkan seseorang kepada kami.
Iya, Ezra. Siapa lagi?
"Jihan, kenapa lo nggak suruh Andin aja buat deketin Si Anak Baru? Tuh, lihat dia. Sampe maksa-maksa Alin buat minta ditunjukkin yang mana anak barunya." Ujarku.