Namaku Ihna. Kini aku sudah memulai tahun ajaran baru yang akan menentukan apakah aku bisa lulus dari sekolah ini atau tidak.
Mungkin kalian akan mengira aku ini anak SMP ataupun SMA. Kalian salah, aku adalah seorang anak SD yang baru saja akan menuju ke kelas 6.
Aku tidak terlalu yakin kalian akan menyukai kisah di tahun terakhir SDku atau tidak. Kisah anak SD mungkin bagi kalian tidak menarik. Tapi, aku merasa ini cukup menarik karena ini awalku menuju ke kehidupan yang sebenarnya.
Kini aku berdiri di tengah-tengah gedung sekolah yang bertembok serba kuning. Sekelilingku semua berwarna kuning, hanya gerbang saja yang berwarna hitam. Gedung sekolahku membentuk huruf U dengan lapangan beraspal di tengahnya dan kini aku berada di lapangan itu.
Aku mengamati lantai 3, tempat 'calon' kelasku. Aku tidak pernah menyangka kelasku akan ada di tempat tertinggi dari gedung sekolahku. Pasti akan melelahkan jika aku terlambat. Aku harus mencoba untuk tidak terlambat datang mulai tahun ajaran baru ini.
Setelah apel singkat, seluruh murid langsung menuju ke kelas mereka masing-masing. Aku, yang tidak terlalu bersemangat, menunggu kerumunan anak-anak di tangga yang ingin menuju kelasnya di lantai 2 dan 3. Aku hanya duduk di gedung seberang gedung kelas yang tidak digunakan sebagai ruang kelas melainkan musholla sekolah.
Aku memerhatikan kerumunan itu yang terlihat bersemangat. Mengapa mereka bersemangat menaiki tangga? Jawabannya mungkin adalah mereka akan sekelas dengan teman dekat mereka.
Sebenarnya, aku sedikit bersemangat juga karena sekelas dengan seseorang yang 'kusukai' sejak setahun lalu. Tahun lalu dia juga sekelas denganku.
Namanya Anraf. Seorang lelaki polos yang di mataku terlihat imut. Yah, aku hanya menyukainya semacam 'penggemar' mungkin. Karena itu aku tidak pernah menyatakan rasa sukaku padanya.
"Gak ke kelas, Na?" Tiba-tiba seseorang datang menghampiriku.
Orang itu adalah laki-laki paling populer di angkatan. Namanya Rafa. Dia memang tampan, tetapi dia sedikit 'berandal' mungkin. Aku tidak tahu kenapa orang sepertinya mendekatiku yang sedang melamun memerhatikan gedung seberang.
"Nunggu sepi dulu. Kamu ngapain ke sini gak kelas?" Aku bertanya balik karena ingin dia enyah dari hadapanku.
"Ngeliatin lu ngelamun." Balasnya.
Sepertinya ada yang salah dengan orang ini. Aku merinding mendengar jawabannya. Aku langsung berdiri sambil menyandang tasku yang tadi kuletakkan di lantai.
"Raf, kamu ke UKS dulu gih. Kayaknya kamu lagi sakit. Minta paracetamol atau apa gitu yang bisa ngilangin sakit kepala." Ujarku sambil menatapnya dengan perasaan masih merinding kemudian aku meninggalkannya dan menuju ke kelas.
"Apaan sih, Na? Kok tiba-tiba kayak jijik gitu ngeliat gua?" Dia mengikutiku dan kini berjalan di sebelah kananku.
"Siapa juga yang gak ngerasa kayak gitu kalau orang kayak kamu ngeliatin orang lain terutama perempuan ngelamun. Aneh tau." Aku membalasnya sambil menaiki tangga dengan sedikit terburu-buru karena ingin menghindarinya sekaligus khawatir terlambat masuk kelas.
"Siapa suruh ngelamun gitu di tempat terbuka lagi." Ujarnya.
Aku tidak mengerti lagi dengannya. Kenapa dia jadi seperti ini? Padahal aku hanya tidak bertemu dengannya sebulan, dia sudah menjadi orang yang aneh.
Kami tiba di depan kelasku, sepertinya kelas kami. Hah~, aku benar-benar tidak ingin lagi sekelas dengan orang ini. Kami sudah sekelas 2 tahun ditambah kelas 6 ini kami menjadi teman sekelas 3 tahun. Sebenarnya sekolah ini mengacak kelas itu seperti apa sih? Bagaimana bisa ada siswa yang sekelas 3 tahun berturut-turut?
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories
Short StoryMengisahkan, seorang anak SD yang menjalani keseharian di tahun terakhirnya. Hal yang lebih menantang dari tahun-tahun sebelumnya menanti di depan matanya. Mampukah dia melewatinya? Note : Terinspirasi dari pengalaman pribadi (Tidak 100% sama persis...