Sudut Pandang Anju

823 57 0
                                    

Sebenarnya aku belum tidur walau aku mengantuk, dan aku berterima kasih pada Tuhan akan hal itu, karena kalau tidak begitu aku mungkin tak tahu jika Ikhsan perhatian padaku, menyelimuti bahkan mengucapkan doa yang indah buatku, bahkan dia mengusap rambutku. Sungguh baru kali ini ada seorang teman yang memperlakukanku sebaik ini.

Kejadian tadi siang dimana si Jenglot Zali melukainya  saat melindungiku benar-benar menampar hati nuraniku, aku tak tega bahkan merasa ikut sakit saat melihat luka mengerikan itu. San, aku berjanji sejak saat ini aku akan selalu ada untukmu, akan ku jaga kau semampu dan sebisaku. Semua hayal itu baru berakhir ketika aku tak sadar lagi karena terlelap tidur.
***

"Uhuk-uhuk" Ku dengar suara batuk yang keras disertai goncangan keras yang melanda ranjang.

"Ayah.. Ayah... Dimana kau? Masih ingatkah denganku? Ayah" Kudengar suara seseorang mengigau. Aku langsung terbangun.

Ku lihat Ikhsan tengah menggigil kedinginan dan tak henti-hentinya mengigau, mungkinkah dia bermimpi buruk tentang ayahnya? Aku menggigit bibirku, aku sadar bahwa sejatinya Ikhsan juga menyimpan luka terhadap sosok ayah.

"San! Bangun! Kau tak apa-apa?" Tanyaku gelisah sambil mengguncang dadanya.

Kembali suara batuk dan gemelatuk gigi Ikhsan terdengar keras.
Aku memegang keningnya, Ya Tuhan, panas sekali. Aku panik, bahkan teramat panik. Aku melompat dari tidurku, tergopoh-gopoh aku berlari keluar kamar, mengambil air untuk membuat kompresan.
Selesai mengompres keningnya. Aku mencari kain lain untuk menambah lapis selimut Ikhsan. Namun tetap saja sosok itu menggigil bahkan dari sudut matanya merembes air mata.
Aku yakin kondisi ini disebabkan luka di punggungnya. Ini semua gara-gara Gazali setan itu. Kalau aku bertemu dengannya akan ku patahkan tangannya.

Ikhsan terus menggigil bahkan ketika selimutnya kutambahi dengan beberapa lapis kain sarung. Tak ada cara lain, apa boleh buat. Aku berbaring di sampingnya, masuk kedalam selimutnya lalu meraih tubuhnya kedalam rengkuh pelukanku. Tak peduli sehangat bara panas tubuhnya, ku peluk dia dengan segenap rasaku. Hmmm agaknya manjur, beberapa kejap kemudian sosoknya mulai tenang tak gelisah lagi.

Kini dia tertidur dengan polosnya di dalam peluknya. Ku pandangi sosoknya dengan bahagia. Jujur belum permah aku bertemu seseorang yang mampu menerbitkan rasa damai di relung hatiku. Bersama Ikhsan aku selalu ingin melindunginya, menjaga dan memanjakannya. Ada daya tarik laksana medan magnet di dalam dirinya, membuatku yang biasanya sekeras besi ini tertarik arus dan terseret ke dalam sosoknya yang bersahaja. Tanpa sadar bibirku menempel di pipinya.

"What?" Aku menciumnya. Sebenarnya perasaan apa yang ada di hatiku ini? Entahlah, sebenarnya juga aku mulai ragu akan hasratku kepada Ikhsan. Suka atau hanya sekedar kagum saja.
***

Anju bangun terlebih dahulu, setelah menguap dan mengucek mata dia melihat pada Ikhsan yang tengah pulas dan masih memeluknya.
Anju tersenyum kecil, diperiksanya suhu tubuh temannya itu.

"Syukurlah" Anju menghela nafas lega ketika dirasakannya panas temannya itu sedikit menurun.

Dengan hati-hati dilepaskannya pelukan Ikhsan, dia bergeser dan menggantikan posisinya dengan sebuah guling. Kini Ikhsan tidur dengan memeluk guling itu. Sekali lagi Anju tersenyum melihatnya, bahkan dia mengambil beberapa foto Ikhsan yang tengah terlelap dengan guling.

Remaja ini bergegas menuju kamar mandi, biasalah rutinitas setelah bangun. Buang air lalu mandi. Dia langsung menuju dapur untuk memanaskan air. Setelah selesai, dia bergegas cari sarapan keluar, dengan mengendarai motornya dia menuju pajak pagi untuk membeli bubur ayam juga jeruk untuk cuci mulut.

Ketika kembali dia terkesiap kaget karena Ikhsan melangkah gontai keluar kamar dengan memegangi dinding.

"Hati-hati" Seru Anju, cepat disambarnya tubuh temannya itu.

Ikhsan tersenyum kecil.
"Aku kebelet kencing"

"Ya udah sini aku bantu"
Anju mengantar temannya itu menuju kamar mandi, setelah aman dia membiarkan temannya itu menuntaskan hajatnya. Anju sibuk mengambil ember besar dan menuangkan air yang tadi dipanaskannya, lalu dia membawa ember air oanas itu ke kamar mandi dia mencampur air panas itu dengan yang dingin hingga hangat.

"Mau cuci muka atau mandi?" Tanya Anju.

"Sebenarnya mau mandi, karena semalam sore aku sudah tak mandi, pasti bau" Jawab Ikhsan.

"Ya udah, sini aku bantu"

"Apa?" Ikhsan kaget sekali.

"Jangan banyak protes! Buruan buka pakaianmu, apa kau mau ku telanjangi?" Ancam Anju.

Ikhsan pasrah, dibukanya pakaian tidurnya, hanya menyisakan celana dalam.

Anju membantu Ikhsan membuka balutan perban yang menutupi luka di punggungnya. Pelan-pelan dan hati-hati. Setelah itu dia membersihkan area sekitar luka.
Barulah kemudian dia membantu Ikhsan mandi, mengguyurkan air, membalurkan sabun.

"Palingkan wajahmu" Perintah Ikhsan

"Hah?" Anju heran.

"Aku mau bersihkan otongku, sana palingkan wajahmu" Perintah Ikhsan.

"Alah, kayak gak pernah aja ku lihat tititmu" Gerutu Anju, namun dia palingkan juga wajahnya. Meski begitu karena emang sifat jahilnya, dia curi-curi pandang.

"Jangan mengintip!" Teriak Ikhsan sambil lemparkan sabun kepada Anju.

Anju cuma nyengir tertawa.
"Hahahahah besar juga"

"Dasar cabul!" Maki Ikhsan.
***

BENCI TAPI CINTA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang