05. Shut

46 9 3
                                    


13 — LANY

💫💫💫

"Lo habis ngapain keluar dari ruang OSIS?"

Buru-buru Lavana berbalik gesit, menemui satu tubuh jenjang yang tiba-tiba muncul di hadapannya. Bentar, ada yang tidak beres. Kelereng coklatnya kini bergerak lagi, meneliti setiap papan nama kelas yang berdiri kukuh pada barisan angkatan.

Bryan. Mengapa lelaki itu bisa sampai di barisan kelas Lavana? Padahal jarak antara deretan kelas unggulan dan kelas rendah seperti Lavana, cukup membuang tenaga untuk sekadar berjalan jauh. Lavana mendelik bingung menatap Bryan.

"Gue alesan mau ngasih karet rambut ke lo. I'm 100% sure, that you've left your scrunchy on my desk again. And, yeah, found it but forgot to give it to you." Disodorkannya satu ikat rambut berwarna biru pastel tersebut ke tangan kanan Lavana. Namun, Bryan kembali lagi bertanya kala pandangannya merasa aneh dengan gaya rambut kembarannya, "But, how can that hair being tied without this hairband? I thought, you just had one."

"Kak Mau did this for me. A braid style with black ribbon at below," jawab Lavana.

Bryan menarik sudut bibirnya sangat tipis. Tetapi, Lavana masih mampu menyadari keberadaan segurat garis cekung itu. "Beautiful," puja Bryan melirih.

"I am, dude."

"I shouldn't have said."

Lavana mendengkus sebal, melambungkan satu pukulan maut pada bahu Bryan. "Agak kampret, sih, yang ini. Gue geprek juga wajah lo."

Hanya kekehan halus nan merdu yang dapat didengar oleh telinga Lavana. Pun dengan bisingnya anak-anak yang lain yang disibukkan oleh bercengkerama hangat dengan para sohibnya. Lavana dan Bryan benar-benar seolah tenggelam di tengah kerumunan manusia beragam karakter. Kikikkan kencang pun seakan backsound di tengah Bryan tertawa kecil.

Lavana ngeri melihatnya.

Jika bertanya di mana Chilla, Lavana dengar tadi gadis itu harus berkumpul terlebih dahulu dengan anggota KIR lainnya. Sedangkan Nadhira, masih berhimpun dengan segerombol para siswa yang mengisi JumSen tadi pagi. Melakukan adanya evaluasi.

"I saw you were walking out from that haunted room. What did you do?"

Jantung Lavana kembali berdetak lebih cepat dari normalnya. Debaran keraguan menyebar luas, bersamaan maniknya yang mengerjap cepat. Bagaimana jika Bryan tahu bila jam istirahat tadi telah memberikannya satu masalah? Bagaimana bila Bryan akan melaporkannya ke mama? Masalahnya pasti akan berlambang kuadrat. Jelas. Atau bahkan kubik.

Lavana bergeleng kencang. "Nothing."

"Explain," sambar Bryan cepat.

"I said, nothing."

Menghelakan napasnya panjang, Bryan menatap sorot mata Lavana sangat intens. Bisa ia temukan adanya secercah keraguan, yang mungkin lisannya tak mampu mengucapkannya. Bryan sangat mengerti. "I don't want to be at odds, Lan."

"Me either, so shut your mouth and enjoy this kind of situation. If you're lucky today, I would like to share my problem instead." Lavana kembali mengedar atensinya pada panggung depan bagian avis. Cuma terpampang layar LCD yang dibiarkan menyala dengan tulisan 'Welcoming New Students; Part of Living a New Role' sebagai hiasannya. Tidak tahu apa motivasinya.

"Okay, then."

Kemudian, keduanya sibuk berdiri memandangi tingkah laku yang beragam dari sosialitas angkatannya. Masih belum terlalu banyak wajah-wajah pembuat onar di sini. Hanya tampak muka para gadis yang terpana menatap garis wajah Bryan. Atau mata genit yang bersikeras mencuri pandangan Bryan. Berakhir mengirimkan satu lirikan sinis pada Lavana, sebab kembarannya itu terlihat menyenangi hasil kepangan Maurice.

Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang