23) TWINS PROBLEM

127 11 19
                                    

HAPPY READING ^_^

HAPPY READING ^_^

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Alanda masuk ke dalam rumah dengan wajah amat gelisah. Ia memegangi kepalanya yang terasa berat. Sepanjang jalan tadi yang dilakukannya hanya diam meremas pakaian tebalnya sambil memejamkan matanya.

Sean belum kunjung datang. Alanda jadi uring-uringan sendiri. Cuplikan masa lalunya kembali terputar di pikirannya. Bagai kaset rusak dengan suara dengung, potongan kejadian itu membuat Alanda sulit untuk menghempasnya.

Rooftop.

Jalan raya.

Sebuah kecelakaan maut.

Semua kembali menyerang pikirannya tanpa jeda. Deru napasnya naik turun tak terkontrol. Kakinya pun tak bisa menopang tubuhnya lagi, gadis itu terduduk lemah di atas lantai.

Matanya mulai berkunang-kunang dengan halusinasi yang menyeretnya ke suatu tempat.

"Besok temui gue di rooftop jam lima sore. Gue mau ngomongin banyak hal ke lo."

"Alanda, tungguin aku!"

Dua kalimat sakral itu berhasil menghancurkan perjuangan keras Alanda selama hampir dua tahun. Gadis itu menutup kedua telinganya dan menangis sekencang-kencangnya. Ia tak menyangka bahwa hal ini kembali menyerangnya tanpa tanda-tanda.

"Gue salah!"

"Semua salah gue!"

"Dia meninggal gara-gara gue!"

Pintu utama terbuka lebar menampilkan figur Sean dengan jaket hitamnya. Laki-laki itu terkejut melihat Alanda yang meraung di atas lantai dengan rambut acak-acakan.

"Nda!" Sean panik melihat kondisi sepupunya itu.

Alanda seperti orang tanpa kendali. Gadis itu menyentak Sean untuk menjauh. Satu tangannya meraba meja yang tak jauh darinya dan menggapai vas bunga. Alanda membantingnya sampai hancur, lalu menyodorkan satu bagian pecahan yang ujungnya sangat tajam.

"Jauh jauh dari gue!" teriaknya dengan wajah dan hidung memerah.

"Gue orang pembawa sial!"

"Alanda, sadar, Nda, lo nggak kayak gitu." Sean membuka lebar-lebar kedua tangannya untuk berjaga-jaga.

Alanda menggelengkan kepalanya, perlahan sorot wajahnya kelihatan tenang dengan tatapan mata menunduk memandang pecahan vas di tangannya. Sean was-was melihatnya, buru-buru cowok itu merebutnya.

"Gue pembunuh." Alanda berucap dengan tatapan kosong mengarah ke pecahan keramik yang dilempar jauh oleh Sean.

Sean langsung memeluk erat Alanda. Cowok itu berupaya memberi sebagian kekuatannya untuk Alanda. Overwhelmed yang menyerang Alanda membuat Sean takut Alanda bertindak kejauhan.

Twins StruggleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang