JAKAHARSA - O1

1.4K 111 21
                                    








Kalau di dunia ini banyak orang yang bilang kalau Tuhan tuh tidak adil. Mereka salah besar! Percaya deh, Harsa benar benar tidak setuju dengan perspektif itu. Menurut Harsa, orang yang punya pemikiran seperti itu tidak pernah mensyukuri apapun yang Tuhan berikan. Harsa menghembuskan nafasnya pelan, remaja yang usianya akan beranjak 17 tahun dan sebentar lagi akan legal itu sedang termenung. Dirinya duduk di atas bangku kayu berbahan jati yang kuat dan tangannya mengungkung buku tulis kosong, artinya sudah 2 jam lamanya ia terdiam tanpa melakukan apapun. Hanya melamun ria dan memikirkan hal hal yang tidak penting.

Ini sudah pukul 8 malam, seharusnya Mama sebentar lagi berteriak dan —

"JAKA, HARSA TURUN!"

Panjang umur, baru saja dibicarakan. Mama berteriak, tandanya hidangan makan malam sudah siap tersaji.

Harsa mengusap perutnya, merasakan lapar. Pasti cacing yang ada di lambungnya itu sangat rakus, karena selalu membuat Harsa makan banyak.

Harsa segera beranjak dan keluar dari kamar dengan bersenandung ria, tanpa diduga ternyata berpapasan dengan Jaka yang juga keluar. Keduanya hanya melirik sekilas lalu membuang muka. Jaka mendahului Harsa dengan langkah seribu. Harsa yang melihat itu hanya tersenyum simpul saja.

"Sebenci itu kah Lo sama gue?" Gumamnya dengan kesepian lantai dua, lantai dimana kamarnya dan Jaka berada.

Dirinya lalu menuruni anak tangga satu persatu hingga anak tangga yang terakhir, mendapati semua anggota keluarga menunggunya. Diambilnya tempat duduk, da mendaratkan bokongnya di tempat duduk itu. Mama mulai mengambil nasi dan menyendokinya untuk semua anggota keluarga.

Hingga pada bagian Mama menyendoki Jaka, tangannya ditahan. "Jaka bisa sendiri Ma." Ujarnya, lalu mengambil alih sendok nasi itu.

Harsa melirik tidak suka, terpancar raut sedih dari Mama. Jaka seperti sudah tidak membutuhkan Mamanya, pikir Harsa. Ide jahil terlintas di benaknya.

"Harsa juga bisa sendiri Ma." Katanya persis seperti Jaka saat Mama mau menyendoki nasi ke piring Harsa.

Melihat itu, Jaka menjadi kasihan dengan Mama. "Ga jadi, sendokin aja Ma." Pintanya sambil cengengesan kecil, bahkan cengengesan itu hampir tidak terlihat.

"Harsa juga ga jadi, maunya disendokin Mama." Harsa pun ikut - ikutan.

Mama menghela nafasnya dan menggelengkan kepalanya melihat tingkah kedua anak lanangnya ini, "Kalian nih labil banget, sini Mama sendokin!" Omel Mama.

Di sela - sela Mama yang sibuk dengan piring dan nasi, Harsa melirik Kakaknya. Terlihat tidak terusik atas sikap jahilnya tadi. Harsa kecewa, padahal tanpa Harsa tahu Jaka itu mati matian menahan rasa jengkelnya kepada Harsa.

Jaka tahu, Harsa selalu mengingat hal sekecil apapun tentangnya.

Lelaki tinggi berusia hampir kepala dua itu, duduk bersandar pada dinding bercatkan warna abu - abu. Seluruh lampu di rumah sudah dimatikan, hanya lampu kamarnya saja yang belum dipadamkan. Entah kenapa malam ini dia tidak bisa tidur lebih cepat seperti biasanya. Bukan karena tugas kuliah atau masalah pekerjaan.

Iya, Jaka saat ini sedang mengemban pendidikan di sebuah universitas negeri dengan bantuan beasiswa berkat prestasi dan kepintarannya. Karena waktu kuliah yang tidak setiap hari, Jaka kuliah sambil mengambil kerja part time yang gajinya sangat lumayan untuk mahasiswa sepertinya.

"...300...400...500... ribu," Jaka menghitung lembaran uang berwarna merah, sisa gajinya bulan ini. Separuh gajinya sudah di berikan Mama, untuk membantu ekonomi.

JAKAHARSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang