Krist masih setia menundukkan kepala nya, terdiam ntah sudah berapa lama. Membuat Singto menghela nafas panjang.
"Kau tidak ingin berbicara dengan ku?," Singto membuka suara, memecah keheningan diantara keduanya.
Membuat kedua bahu Krist refleks bergetar cukup kuat, anak itu merasa terkejut dengan suara Singto yang tiba-tiba terdengar. Krist mengangkat kepala nya, kemudian tersenyum tipis.
"Ak - aku tidak tau apa yang harus dibicarakan dengan mu," Krist memberanikan diri untuk menjawab meskipun masih dengan nada bicara yang sulit untuk didengar, dengan jelas.
"Apa saja. Bicarakan apa saja."
Singto berdiri dari duduk nya, kemudian berjalan menuju kearah Krist yang tengah terduduk di tepian sebuah kasur berukuran besar. Mendudukkan dirinya tepat dihadapan anak itu.
"Beri aku alasan, mengapa kau bisa sampai di tempat ini?," Pertayaan Singto sukses membuat Krist kembali menundukkan kepala nya, bingung harus memberikan jawaban apa.
"Kau tidak ingin menjawab pertanyaan ku? baiklah. Tapi apakah ibu mu memberitahukan sesuatu kepadamu? tentang sebuah peraturan pekerja yang bekerja dirumah ku, mungkin. Hm?," Krist menganggukkan kepala nya sebagai jawaban.
Anak itu tidak berbohong, ibu nya memang memberitahukan segala hal kepada Krist. Tak terkecuali seluruh larangan atau aturan yang berlaku bagi para pekerja yang bekerja dikediaman khun Ruangroj.
"Kau tau? berarti kau juga tau bahwa ibu ku melarang keras ada nya pekerja rumah kami yang mengambil pekerjaan lain, diluar jam kerja nya. Dan terlebih pekerjaan lain itu, berhubungan dengan tempat yang ... "
Singto menarik nafas nya dalam, mendekatkan wajah nya kearah Krist, lebih dekat daripada sebelumnya.
" ... tempat yang sedikit menjijikkan, seperti ini."
Tepat sasaran. Krist seketika mengangkat kepala nya, memandangi Singto dengan sayu seolah sedang meminta belas kasihan kepada majikan nya itu.
"Apa? kenapa melihat ku? kau fikir aku hanya akan diam? kau lupa bahwa aku ini seorang pengadu yang handal? tidak mungkin ibumu tidak menceritakan hal itu kepadamu bukan?." Singto terkekeh, merasa menang kali ini.
"K - khun aku minta maaf, untuk kejadian buruk malam ini. A - aku berjanji untuk tidak mengulangi nya lagi, sungguh."
Krist memandangi Singto dalam, mencoba menyakinkan Singto bahwa malam ini Krist layak untuk dimaafkan.
"Hm? berikan dulu alasan nya." Sayang nya, Singto akan tetap menjadi Singto. Seseorang yang suka mendesak orang lain untuk kepentingan nya sendiri.
"A - aku tidak bermaksud untuk ... "
"Berikan saja alasan nya, apapun itu. Jangan bertele-tele." Singto memutus paksa kalimat Krist, membuat keringat dingin mulai bercucuran dibeberapa bagian tubuh anak itu.
"Aku terpaksa melakukan nya, khun Singto."
Krist kembali menundukkan kepala nya, untuk kesekian kali. Sementara Singto malah semakik bingung dengan jawabn Krist, ditambah lagi respon tubuh Krist yang terlihat cemas dan gelisah. Singto yakin ada sesuatu lainnya yang disembunyikan oleh anak itu.
"Alasan klasik, yang lain?," Krist menggeleng, sebagai jawaban. Membuat Singto menjadi geram sendiri dibuatnya.
Tangan Singto terangkat meraih dagu seputih salju milik Krist, mengangkat nya. Membuat manik mata milik keduanya kembali bertemu.
"Kau belum mengenal ku kan?," Tidak ada jawaban, Krist saat ini seakan tengah terhipnotis oleh seseorang yang tengah duduk dihadapan nya itu. Mulut nya terasa kelu, keringat dingin terus bercucuran di beberapa bagian tubuh Krist.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion 🔞
Romance『 𝑠𝑖𝑛𝑔𝑡𝑜 𝑘𝑟𝑖𝑠𝑡 𝑤𝑎𝑟𝑛 𝑎𝑟𝑒𝑎 』 ───────────────── Singto Prachaya, seorang putra bungsu sekaligus anak tercinta dari keluarga yang memiliki nama cukup terpandang dikota mereka, Ruangroj. Tampan, sangat tampan. Manik matanya tajam, deng...