Tiga

4.3K 226 0
                                    

Tiga

Raka kini tengah sibuk dengan makalah yang sedang ia kerjakan. Ia sama sekali pusing jika harus di satukan dengan tugas sekolah. Sudah sekian kalinya ia harus mengulang makalah yang ia ajukan kepada dosena agar diterima dan ia bisa lulus. Namun itu tidak semudah yang ia bayangkan. Menjadi anak fakultas hokum itu sangatlah sulit. Ia sama sekali tidak berminat dalam kuliah hukum.

Masih teringat jelas disuatu Papanya selalu memaksa Raka agar menjadi pengacara yang hebat seperti Papanya. Impian itu yang sering kali membuat Raka merasa bersalah. Ia bertengkar hebat dengan papa nya dan pergi dari rumah dengan membawa mobil. Ia sangat tidak menyukai dengan pelajaran itu semenjak SD.

"Raka.. Tadi Papa nanyain lo lagi. Kapan sih lo mau balik kerumah? Udah dua tahun lo masih aja ada disini. Papa kangen sama lo, Rak. Gue juga gak bisa apa-apa. Dia selalu aja nyuruh gue buat ketemu sama lo" Kata Gilang yang saat ini berada di depan apartement Raka. Sudah selama satu jam ia menunggu Raka untuk kembali dari kampus nya.

"Bilang sama Papa. Gue gak mau kembali. Kalau nantinya gue balik palingan gue didesak lagi buat jadi pengacara. Dan lo juga udah tau kan gimana gue? Gue aja males lanjutin kuliah gak jelas kayak gini. Beda sama gue. Lihat nih! Gue selalu aja gagal. Makalah gue ditolak" Balas Raka dengan sahutan dingin kepada Gilang dengan menghamburkan makalahnya yang penuh dengan coretan dari dosen mata kuliahnya.

"Gue juga tau, Ka. Lo bukan ini kan? Impian lo jadi seorang dokter kan? Lo masih aja sama cita-cita lo yang dulu. Buat apa tapinya? Lo sekarang tinggal sendiri. Mending lo pulang sana, dan hidup lo akan terjamin" Kata Gilang dengan menatap tajam Raka.

"Gue masih mau jadi dokter. Gue mau nolongin mama. Seenggaknya gue gak akan sebodoh kayak dulu. Melihat mama yang saat itu butuh Papa. Tapi apa? Dia sibuk karena menyelesaikan kasus perceraian client nya di persidangan. Papa gak ada disaat mama butuhin dia. Dan lo tau apa?" Jelas Raka dengan menatap tajam kembali Gilang. Rasanya semua orang tidak mengerti dengan apa yang ia rasakan.

"MAMA MENINGGAL!" Sahutnya dengan penuh emosi. Seakan kejadian itu tidak biasa ia lupakan selama hidupnya.

"Gue tau, tapi seenggaknya lo bisa hargai Papa. Dia juga kerja jadi pengacara itu buat siapa? Buat lo.. buat kita semua" Jelas Gilang kembali berusaha untuk mengerti Raka.

"Sekarang mendingan lo pulang aja. Lo kembali ke rumah itu. Gue capek tinggal disana. Gue selalu aja tertekan. Gue harap lo bisa bahagia gak seperti gue yang selalu dipaksa dan terkekang. Pesan gue kalo lo ujian, yang bener." Kata Raka yang mulai memasuki apartement-nya.

Ada saatnya kita belum bisa menerima semua-nya. Paksaan itu seakan menjadi beban yang kita rasain. Jika sesuatu yang tidak kita sukai, itu akan menambah beban untuk kita. Tapi adakala nya kita bertahan untuk akhir yang bahagia.

******

Raka mengacak-acak rambutnya. Ia sama sekali tidak mengerti kenapa lagi dengan masalah kuliahnya itu. Makalah yang bagi setiap mahasiswa sangat mudah untuk diselesaikan menjadi begitu sulit untuk Raka. Sudah berapa rim kertas putih yang ia print berharap itu akan diterima namun harapannya tak kunjung menjadi kenyataan.

Ia kembali teringat dengan orang tuanya. Orang tuanya yang dulu bahagia dan berkumpul bersama. Namun kini, jangankan hanya untuk berkumpul bahkan bertemu saja pun menjadi hal yang sangat jarang. Semenjak kepergian ibunya, Raka menjadi sedikit membenci Papanya. Ia membenci pekerjaan Papanya yang selalu saja menyita waktu sehingga waktu untuk keluarga menjadi berkurang.

Tiba-tiba saja ia memikirkan Icha, gadis yang seumuran dengan adiknya sedang berada di rumah sakit itu. Ia memikirkan Icha, Raka membayangkan kalau nantinya ia akan bertemu dengan Icha dan bisa melihat indah senyuman yang ia nantikan selama beberapa tahun belakangan ini. Ia sangat penasaran dengan gadis itu. Wajah Icha tidak bisa hilang dari pikiran Raka.

KRING!! KRING!!

Suara telepon yang berada di apartement itu berbunyi. Raka yang sedari tadi sibuk dengan makalah pun berjalan menuju telepon itu untuk mengangkatnya. Ia berharap kalau malam ini Papa nya tidak akan menelponnya lagi meskipun sudah berulang kali ia katakana kalau ia tidak akan kembali ke rumahnya yang dulu.

"Hallo?" Jelas Raka dengan nada yang lirih.

"Raka.. Ini aku?" Sahut seseornag disebrang sana yang entah itu siapa. Raka pun menaikkan kedua alisnya dan memikirkan seseorang yang baru saja ia dengarkan.

"Maaf, saya tidak tahu anda. Anda siapa ya?" Kata Raka dengan tertawa seakan tidak mengerti apa yang orang itu katakan.

"Aku, Aku Icha" Kata orang itu kembali.

"Icha? Icha siapa ya? Gue gatau lo siapa. " Balas Raka dengan serius. Pasalnya, Raka tidak suka dengan sebuah becandaan ataupu hal tipuan lainnya.

Aku Amanda Alissa. Mungkin ini terdengar aneh. Tapi yang jelas gue tau lo. Bahkan gue sering lihat lo disaat lo datang ke kamar gue. Lo Raka Pratama kan?Kali ini Raka benar-benar tidak mengerti apa yang orang itu katakan.

"Amanda Alissa? Sorry kayaknya salah sambung deh. Gue sama sekali gak tau ataupun kenal lo. Mungkin salah tekan nomor atau temen lo yang kasih nomor ke lo salah deh kayaknya. Gue sama sekali gak kenal lo. Lo itu siapa sih?" Sahut Raka yang masih saja bingung dengan orang yang baru saja menelponnya.

"Aku Amanda Alissa. Lo gak tau gue? Ataukah lo sama sekali gak inget gue. Okay. Sepertinya lo sama sekali gak kenal sama gue ya? Hehe Maaf mengganggu waktu mu menyelesaikan Makalah Hukum mu itu." Singkat seseorang yang berada disana dengan jelas dan langsung menutup teleponnya.

"Hey tunggu. Lo itu sebenernya siapa sih? Hallo. Hallo." Jelas Raka yang bingung mengapa orang tersebut menutup teleponnya begitu saja tanpa ada kalimat lagi.

Raka masih saja memikirkan siapa orang itu. Ia tidak pernah kenal dengan seseorang yang bernama AMANDA ALISSA. Nama yang bagus namun ia masih tidak tahu itu siapa. Raka kemudian mengambil handphone-nya dan melirik jam di dinding kamar apartementnya.

Sial, sudah jam dua belas malam. Bagaimana ini dengan makalah hukum ku? Mengapa waktu begitu terasa cepatGumam Raka yang menggaruk-garuk kepalanya karena kebingungan.

*****

Can You See Me ?    [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang