Tidak Tenang

5 2 0
                                    

Azan magrib sudah berkumandang, tetapi tentu saja tidak terdengar sampai ke dalam tenda. Ditambah, suara berisik dari band kampus yang sedang tampil. Semua orang yang sedang menonton aksi tersebut larut dalam kesenangan. Tidak ada satu pun dari mereka yang mengingat harus melaksanakan ibadah salat Magrib, termasuk seorang gadis yang menggunakan tanda pengenal bertuliskan 'panitia acara'.


Jangan ditanya soal sibuknya dia. Setiap satu penampil akan turun dari panggung, dia harus memastikan bahwa penampil berikutnya sudah siap untuk naik ke panggung. Saat penampil sedang beraksi maka itulah waktu untuk dia melemaskan otot-otot yang tegang. Tentu saja, saat ini dia sedang beristirahat, tetapi ototnya tidak juga rileks. Hatinya gusar. Ada apa ini?


Gadis itu terus-menerus melihat kepada jam tangan. Dia sudah tahu durasi aksi panggung dari band ini masih tersisa sepuluh menit lagi, masih cukup lama. Maka, apa alasannya dia gusar dan melihat jam tangan terus-menerus? Tiba-tiba, seorang laki-laki berdiri dari kursi di belakangnya. Pemuda itu berjalan melewati gadis itu dengan santai.


Kang Alif? Sejak kapan? tanyanya dalam hati. Gadis itu tampak ragu untuk memanggil si pemuda. Dia enggan, tetapi hal itu harus dilakukannya. Ada sesuatu yang terus mendorong dirinya untuk melakukan itu.


"Kang Alif!" Lelaki itu menoleh.


"Mau ke mana, Kang?"


"Ke masjid kampus. Kamu nggak salat, emang?" jawab lelaki itu singkat dengan nada sinis. Gadis itu gelagapan. Sebenarnya, dia kesal, tetapi tidak ada waktu untuk merisaukan itu. Dia lebih memilih menimbang-nimbang apa yang harus dilakukannya karena di samping harus melaksanakan salat, dia juga masih harus mengawasi para penampil. Alif sudah meninggalkannya.


Mungkin, karena hal itulah hatinya gusar. Walaupun mata dan telinganya tertutup dari suara azan dan gelapnya langit malam, hati tetap tidak bisa dibohongi, kan? Akhirnya, gadis itu memilih untuk berdiri, menitipkan pekerjaan kepada Via, dan mencari sahabatnya.


Mencari seseorang—walaupun sudah kenal dekat—di antara puluhan orang tidaklah semudah yang dibayangkan. Saat gadis itu sedang celingukan di tengah kerumunan, ada seseorang yang memanggilnya.


"Aini! Salat, yuk." Gadis itu hanya menjawab dengan anggukan kepala. Ternyata, saat gadis itu memutuskan untuk mencari Klara, perempuan itu juga melakukan hal yang sama. Lagi-lagi, dia merasa beruntung. Mereka segera membelah kerumunan untuk menuju ke masjid kampus.


"Alhamdulillah, leganya setelah salat." Aini hanya mengiakan. Ternyata, Klara juga merasa gusar saat menit-menit akhir sebelum meninggalkan tenda tadi, seperti Aini.


"Mau balik sekarang nggak, Klar?" Klara hanya mengangguk sebagai jawaban atas ajakan sahabatnya tersebut.



Jumlah kata: 386 kata


Bismillah, terima kasih sudah mampir di halaman ini. Selamat kembali membaca dan menyelami. Salam hangat selalu~~


*Special thank's for Kak Leci Seira~~

Dua Puluh Hari Menjadi Lebih BaikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang