Perenungan

12 3 0
                                    

Mata Aini terus mengikuti pergerakan Syafa. Dia memperhatikan semua yang dilakukan oleh tetehnya. Ternyata, Syafa adalah seorang kakak tingkat yang sangat ramah kepada adik tingkat. Perempuan itu juga tidak segan membantu saat adik tingkatnya membutuhkan. Hal ini dapat dilihat Aini dari perangai Syafa yang bersedia mengajari adik tingkatnya setelah melaksanakan salat Duha.


"Woy, Ai, ngelamun terus! Mulutnya dikondisikan, kali." Dua orang perempuan berusaha menyadarkan Aini. Seorang gadis menjentikkan jari di depan mukanya, sedangkan seorang lagi melambaikan tangan. Aini tersadar dan gelagapan. Dia pun merasa bodoh karena melamun dengan mulut sedikit terbuka.


Betapa terkejutnya dia saat melihat jam di tangan sudah menunjukkan pukul sebelas lebih lima menit. "Sekarang masuk, ya?"


"Iya, hayu buru, Ai. Kamu ngelamun wae, sih!" seru Shafiyyah. Dia dan Klara sudah beranjak dari duduk lalu meninggalkan sahabatnya. Sementara itu, Aini terburu-buru membereskan barang-barangnya. Kemudian, menyusul kedua temannya.


Sepanjang jam kuliah, Aini melamun. Dia kembali jenuh dirinya. Hubungan dengan orang tua masih sama, tetapi sepertinya mereka mencoba berubah. Karena inilah, dia menjadi sering meledak akhir-akhir ini. Gadis itu merasa ada yang salah dengan dirinya, tetapi apa? Apakah memang dia yang salah ataukah orang tuanya?


"Aini!" panggil dosen. Aini hanya celingukan. Mau tidak mau dia harus maju dan mengerjakan soal. Dengan pasrah, gadis itu berjalan menuju papan tulis.

***


"Ai, kamu kenapa?" Klara menyentuh bahu Aini. Air mata telah membasahi wajah dan jilbab yang dikenakan Aini. Gadis itu memeluk kaki dan menundukkan kepala. 


Saat itu, tiga sahabat itu sedang berada di rumah kos Klara. Hari ini, jadwal mata kuliah tidak terlalu padat. Jadi, Safiyyah masih bisa ikut menghabiskan sisa hari bersama kedua rekan seperjuangannya. Karena hari ini juga adalah akhir pekan, mereka menghabiskan waktu untuk menonton film. Walaupun hanya menonton dari laptop, kehangatan dan keseruan tetap terasa.


Film yang tengah diputar saat itu adalah film bergenre komedi. Tidak ada hal yang menceritakan kesedihan sama sekali dalam film itu. Akan tetapi, mengapa Aini bercucuran air mata? Itulah yang tidak dimengerti Klara dan Safiyyah.


Safiyyah mendekat kepada Aini lalu memeluk gadis itu. "Ai, kamu kenapa? Akhir-akhir ini, kami perhatiin kamu kayak banyak pikiran. Cerita, yu. Kita sahabat, kan?"


Aini makin keras menangis.



Jumlah kata: 350 kata


Hai, hai. Terima kasih, kalian yang setia membaca cerita ini. Sejujurnya, saya merasa jenuh menulis cerita ini, hehe. Kalau kalian ada saran gimana membuat cerita ini kembali hidup, boleh kasih masukan di kolom komentar, ya. Terima kasih, syukron, jazakumullah khair. Selamat membaca dan kembali menyelami. Salam hangat~~


*Special thank's for Kak Leci Seira~~

Dua Puluh Hari Menjadi Lebih BaikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang