Momen Langka

8 3 0
                                    

Bulan sabit telah bertahta di langit, menggantikan lembayung senja. Sementara itu, ruangan tempat Aini berada baru saja selesai dibereskan. "Hah, cape juga beres-beres." Gadis itu meregangkan badannya.


"Beres-beres apa, Ai? Kamu cuma ngangkat satu kursi doang," protes Klara sambil cemberut. 


"Biarin, yang penting kan, bantu beresin." Aini menjulurkan lidah. Ya, baru saja mereka selesai membereskan ruangan yang dipakai untuk rapat tadi.


Klara hanya memutar bola matanya, malas menanggapi. Sahabatnya ini memang selalu semaunya. Tidak ada gunanya menanggapi, nanti malah terjadi perdebatan. Sejujurnya, gadis itu pun lelah, badan serasa habis diteku-tekuk. Ingin sekali dia segera merebahkan diri di kasur.


"Klar, aku mau ke kosan kamu, ya."


"Hayu. Mau ngerjain tugas bareng?" Aini hanya mengangkat bahu. Klara menghela napas panjang. Tanpa dikatakan pun, dia sudah mengetahui jawabannya. Mereka berdua segera keluar ruangan dan menuju rumah kos gadis berkerudung hijau itu.


Ketika sampai di gerbang kampus, Aini melihat seorang perempuan yang sedang berdiri membelakangi mereka. Makin didekati, makin jelas. Ternyata benar, itu adalah Teteh Berhati Malaikat. Klara menjadi bingung sendiri ketika rekan jalannya memanggil seseorang dengan sebutan seperti itu. Apa benar temannya melihat malaikat?


"Eh, siapa? Aku?" tanya perempuan yang dipanggil 'Teteh Berhati Malaikat' dengan kikuk. Aini cekikikan ketika melihat ekspresi perempuan anggota LDK itu yang jelas menunjukkan bahwa dia ketakutan, terkejut, sekaligus senang. Kemudian, terjadilah percakapan hangat di antara mereka. Keramahan anggota rohis masjid kampus itu membuat Klara lebih santai saat memasuki obrolan tersebut.


Tidak lama setelahnya, sebuah motor mendekat dan berhenti di depan mereka. Si pengendara motor menyapa Teteh Berhati Malaikat, "Syaf, kok belum pulang? Kamu pulang naik apa?" Saat si pengendara motor melepas helm, Aini ternganga.


"Assalamu'alaikum, Kang Aldo," sapa Aini. Klara terus memperhatikan gadis yang matanya sudah berbinar tersebut. Dia menghela napas pelan, tidak habis pikir. Aldo menjawab salam tersebut.


Obrolan santai terjadi di antara mereka. Walau percakapan itu terjadi di pinggir jalan, mereka seperti tidak memperhatikan sekitar, sangat seru. Aini beberapa kali terdiam saat menangkap aura lain saat Aldo bercakap dengan Syafa, perempuan yang sering dia panggil 'Teteh Berhati Malaikat'.


Obrolan terhenti saat penumpang yang dibonceng Aldo menepuk kepalanya. "Woy, kelamaan, Do. Inget, kamu sama Syafa belum mahram. Ayo, balik," ajak penumpang itu tanpa melepas helm. Nada bicaranya menunjukkan bahwa lelaki tersebut sangat kesal.


"Ye ..., iri bilang, Bos!" ledek Aldo. Walaupun enggan meninggalkan tempat itu, Aldo berpamitan kepada ketiga perempuan tersebut lalu mengegas motornya. Beberapa saat kemudian, Syafa menyetop sebuah angkot dan berpamitan kepada Aini dan Klara. Kini, hanya tinggal mereka berdua.


Aini merasakan hatinya bergemuruh. Klara menangkap aura kesedihan dari gadis berkerudung biru di sebelahnya. Padahal, barusan sahabatnya itu mendapat momen langka, dapat berbincang dengan Aldo. Ada apa sebenarnya dengan gadis ini? 



Jumlah kata: 436 kata


Alhamdulillah, selesai juga, yeyy~~ Bersyukur banget, apalagi ada kalian yang membaca. Nggak berhenti-hentinya terima kasih selalu kuucapkan. Kalianlah suntikan semangatku. Dukungan kalian sangat berharga. Sekarang udah day 7, nggak kerasa aja tinggal 23 hari lagi. Mohon doanya selalu, ya karena itu sangat berharga. Selamat membaca dan menyelami~~ Salam hangat selalu~~


*Special thank's for Kak Leci Seira

Dua Puluh Hari Menjadi Lebih BaikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang