Anak Haram

2.4K 379 15
                                    

“Maaf, Papa nggak bisa jadi wali nikahnya kakak.”

Kerutan pada dahi Kinara semakin menebal seiring senyumnya yang mendadak surut. Dia mulai beranjak menegakkan tubuhnya kembali. "Ma-maksud Papa apa?" tanyanya sampai terbata saking terkejutnya. Papanya masih sangat sehat. "Sama tante Dian aja Papa bisa. Kenapa sama aku enggak bisa?" imbuhnya lagi karena belum sepenuhnya mengerti.

Arya meraih tangan anak sulungnya tersebut lalu menggenggamnya dengan erat. Menatap pasang mata anaknya dengan sorot penuh rasa bersalah. Mungkin memang sudah saatnya Kinara mengetahui semuanya. "Nasab kamu nggak sama Papa, Sayang." ungkapnya lirih dengan mata yang mulai berembun. "Papa nggak berhak jadi wali nikah kamu... Papa minta ma-af."

Kinara menatap ayah dan ibunya bergantian, tak mengerti dengan apa yang telah dikatakan oleh sang ayah. Makin tak paham ketika melihat ibunya sudah menitikkan air mata. "Maksudnya apa?" Helaan napas menjeda ucapan Kinara. Dadanya kembang-kempis menahan sesak yang mendadak mendera. Bahunya tiba-tiba terasa berat. "Apa aku bukan anak kandung Papa sama Mama?" tanyanya lirih dengan setetes air mata yang ikut meluncur turun, merasa sangat takut jika pemikiran singkatnya itu benar.

Sejak kecil Kinara dibesarkan dengan penuh kasih sayang dan kehangatan keluarga. Ayahnya memang sering sibuk kerja, tapi kasih sayang yang beliau curahkan tidak pernah terasa kurang. Jika benar Kinara hanya anak angkat, lalu siapa orang tua kandungnya?

Arya melepaskan genggaman tangannya dan beralih meraih kedua bahu Kinara. Penyesalan itu sangat kentara sekali dari raut wajahnya. Seperempat abad ia menutup rapat-rapat hal ini dari putrinya yang paling cantik. Dua puluh lima tahun dalam titian umurnya yang terasa sangat membahagiakan setelah kehadiran anak yang awalnya tak mau ia akui keberadaanya. Jujur, Arya tak akan siap jika sampai kehilangan senyum dan kepercayaan dari anak sulungnya tersebut setelah semuanya terungkap. "Kamu anak Papa sama Mama. Kamu darah daging kami, Kak."

Seketika kelegaan merayapi sebagian hati gadis itu atas jawaban dari sang ayah, tapi masih ada hal lain yang terasa mengganjal. "Terus kenapa nasab aku nggak sama Papa?" tanyanya kemudian ingin mencari kebenaran.

Matanya mulai menghangat. Kinara sangat tahu jika nasab adalah pertalian kekeluargaan yang didasarkan pada akad perkawinan yang sah. Dalam Islam, seorang anak akan bernasab kepada ayahnya. Sepengetahuannya, ayah dan ibunya menikah secara sah karena tidak mungkin mereka akan tinggal bersama selama ini jika tidak ada pertalian perkawinan. Namun, mengapa sang ayah malah bilang jika dia tidak berhak menikahkannya kelak?

"Karena kamu ada di saat Papa sama Mama belum menikah, Sayang ...."

"Jadi aku anak diluar nikah?" sela Kinara seraya menggeleng kecil, tak butuh waktu lama untuk gadis pintar itu mencerna ucapan sang ayah. Kedua pandangannya buram karena air matanya mulai penuh. Mendadak dunianya seakan runtuh dan kepalanya seolah dihantam palu besi dengan keras ketika sang ayah mengangguk pelan.

Kinara lalu beralih menatap sang ibu. "Ma, Papa lagi bohongin aku 'kan? Yang dibilang Papa nggak bener 'kan, Ma?" Kinara mencoba mencari penyangkalan dari wanita yang sangat ia sayangi itu. Mamanya adalah orang baik yang tidak pernah berbohong. Kinara yakin setelah ini wanita itu pasti akan memarahi sang ayah karena telah mengerjainya.

"Mama minta maaf, Sayang." Bukannya menyangkal, ibunya malah meminta maaf padanya. Berarti semua yang dikatakan oleh ayahnya itu benar. Air mata menyusuri lekuk hidung Kinara. Dia menggeleng kencang seraya menepis tangan ayah maupun ibunya yang ingin merengkuhnya.

"Ke-na-pa?" Tenggorokan Kinara rasanya tercekat hingga tidak mampu meneruskan pertanyaannya. Dia terus menggeleng ketika kedua orang tuanya kembali meminta maaf. "Kenapa harus aku? Pa, Ma... Kenapa?" tanyanya menjerit keras.

"Kak, ini semua salah Papa. Papa yang ...."

"Mas, cukup!" sela Kinan yang sudah berlutut di hadapan anak sulungnya itu. "Kak, tolong maafin Mama sama Papa."

Kinara masih menggeleng saat menatap kedua orang tuanya bergantian. Dia lalu beranjak dari tempatnya duduk dan berlari menuju kamarnya di lantai atas. Cepat saja ia menutup pintu kala sang ayah dengan langkahnya yang tak kalah panjang telah berhasil mengejarnya. Badannya yang mendadak terasa lemas akhirnya melorot jatuh ke lantai. Punggungnya bersandar pada pintu, tak perduli dengan ketukan dari luar yang memburu. Tangisannya yang tadi karena adegan dalam sebuah film berganti dengan tangis karena mengetahui fakta menyedihkan tentang dirinya sendiri.

Nasab adalah pengikat satu keluarga dengan darah yang sama. Seorang anak merupakan bagian dari ayahnya, demikian pula ayah merupakan bagian dari anaknya. Anak hasil hubungan diluar nikah tidak akan mengikuti nasab ayah biologisnya meski kedua orang tua kandungnya telah menikah secara sah.

"Kak, tolong jangan begini. Papa bisa jelasin."

"Pergi! Papa jahat!" seru Kinara membalas ucapan ayahnya yang berada di luar. Kinara menelungkupkan wajahnya diantara kedua lutut. Dia menumpahkan semua tangisnya di sana. Satu pemikiran lain lalu masuk ke dalam otak gadis itu. Jika dia anak dari hasil hubungan diluar nikah, berarti dia adalah... anak haram. Dia adalah anak haram.

Bersambung.

Menepis RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang