Kinara sampai di tokonya setelah berhasil menenangkan diri. Om dan tantenya tadi bahkan menawarkan diri untuk mengantarnya pulang. Namun, gadis tersebut langsung menolak karena dia tidak ingin pulang. Lagipula dia akan pulang kemana? Ara merasa jika dia sudah tidak berhak tinggal di rumah itu lagi. Dia berbeda dari Kafka dan Alfa.
"Wa alaikumussalam, Mbak."
Terkesiap saat akan menaiki tangga, Kinara menoleh kepada salah satu karyawannya yang berjilbab biru muda. Ah iya, ketika masuk tadi dia belum mengucapkan salam. "Maaf, saya lupa nggak ngucapin salam."
Gadis berjilbab pink mauve itu mengangguk kecil. "Saya hanya mau mengingatkan kalau setengah jam lagi launching dress terbaru Ayesha. Saya lega karena Mbak Kinara sudah sampai, saya kira tadi Mbak nggak ke toko. Saya telponin nggak nyambung-nyambung," tuturnya tanpa jeda. Kentara sekali dari wajahnya yang memang sangat khawatir.
Kinara memijit kepalanya sejenak. Sejak berangkat dari rumah tadi sebenarnya dia sudah merasa kepalanya agak pusing. Pusingnya semakin bertambah parah setelah ia menangis di pelukan Dian tadi. Lalu mengenai ponselnya, gadis itu memang menonaktifkan benda elektronik tersebut semenjak malam tadi setelah Dian menyataan kesanggupan untuk bertemu. "Oh iya-ya, saya hampir lupa," ucapnya sambil melihat taman belakang yang telah disiapkan untuk acara tersebut. Nampak juru kamera yang tengah membersihkan lensa.
Di jaman serba digital ini, Kinara tidak mungkin tidak mengikuti tren. Satu tahun sudah ia mendirikan sebuah brand baju muslimah. Selain mempunyai toko pusat dan toko cabang di beberapa pusat perbelanjaan, dia juga membuka toko di website dan marketplace serta media sosial. Khusus untuk acara launching produk terbaru, Kinara sering menyiarkannya secara langsung di sosial medianya yang telah memiliki ratusan ribu pengikut. Dress muslim dengan model bawahan lebar serta lengan yang nyaman menjadi produk andalannya. Tak lupa dipadukan dengan khimar yang menutup dada. Persis seperti gaya berpakaian kesukaan Kinara sendiri yang sejak masa putih abu-abu telah mengikuti gaya busana sang ibu yang sopan dan tertutup.
Indonesia adalah pangsa pasar yang sangat luas terutama untuk bidang sandang. Setiap orang pasti butuh baju, terlebih seorang perempuan yang kebanyakan tidak akan puas jika lemarinya belum penuh. Otak cerdas Kinara memang ingin memanfaatkan hal itu. Perilaku konsumtif yang cenderung dimiliki oleh setiap perempuan juga menjadi pertimbangan penting baginya.
Semua berawal dari keikutsertaannya ke pabrik milik sang ayah saat ia masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Kala itu ia bisa melihat banyak orang yang menjahit bagian-bagian pakaian dengan sangat cepat. Setiap hari ada ribuan produk yang berhasil dibuat. Matanya berbinar kagum saat melihat tumpukan barang yang siap jual.
Empat tahun menuntut ilmu di jurusan tata busana di saat yang lain berlomba-lomba masuk ke jurusan favorit. Banyak teman yang mencemoohnya, jika hanya ingin menjadi penjahit lebih baik kursus saja daripada menghabiskan uang untuk kuliah. Mereka bilang Kinara memang anak manja yang membuang-buang uang ayahnya yang kaya. Atas dukungan semua keluarga, terutama ayah dan ibunya, gadis itu jadi tak ambil pusing dengan semua omongan yang mencelanya. Sekarang di saat teman-temannya yang lain masih sibuk mencari kerja, Kinara malah sudah berhasil menciptakan lapangan pekerjaan untuk orang lain.
Percayalah, pada saat orang lain tengah meremehkanmu, maka saat itu Allah sedang mempersiapkan keberhasilan untukmu.
"Tolong nanti kamu aja, ya. Saya lagi agak nggak enak badan," pinta Kinara seraya mengusap lengan karyawan kepercayaannya tersebut. Biasanya memang dia sendiri yang akan memegang kendali. Namun, hari ini dia sedang dalam keadaan yang sangat tidak baik. Dia takut jika itu malah akan mengacaukan semuanya. Lagipula sembab di kedua matanya juga masih terlihat jelas.
"Tapi, Mbak ...."
"Tolong banget, nanti gaji kamu saya tambahin." Melanjutkan langkahnya yang tadi sempat terhenti, Kinara mulai menapaki anak tangga satu demi satu hingga sampai di lantai paling atas.
Didesain sesuai keinginannya, bangunan tiga lantai itu berdiri di tengah-tengah pusat keramaian yang dekat dengan restoran dan salon yang terkenal. Lantai satu dijadikan tempat produksi. Tangga naik dari halaman langsung menuju lantai dua yang digunakan untuk memajang semua produknya, sementara bagian belakang menjadi gudang penyimpanan. Lalu ada sebuah lorong yang menghubungkan antara ruang depan ke teras kecil di taman belakang yang digunakan sebagai tempat pemotretan produk. Naik ke lantai paling atas terdapat meja rapat, satu set sofa dan pantry kecil serta ruangan kerjanya. Saat istirahat siang dia biasa menghabiskan waktu di sana. Namun, mulai hari ini dipastikan ia akan lebih banyak berada di ruangan itu. Kinara memang berniat untuk tinggal di sini demi menghilang dari pandangan sang ayah maupun sang ibu.
Sampai di lantai atas, Kinara lalu mendudukkan bokongnya di salah satu sofa. Merogoh tas dan mengambil ponselnya. Ia hidupkan benda pipih itu dan seketika muncul banyak pemberitahuan. Ibu jarinya mengetuk sebuah aplikasi berbagi pesan. Ada banyak barisan dari pengirim yang sama. Menanyakan kabar dan memberitahukan kegiatannya seperti biasa. Kemarin lusa mungkin gadis itu masih merasa bahagia saat mendapat pesan-pesan itu. Dia akan membalas semua pesannya dengan kalimat penyemangat disertai stiker-stiker lucu yang akan membuat si penerima membalasnya dengan emoticon tawa. Namun, sekarang semuanya telah berbeda. Fakta jika Kinara adalah anak yang terlahir dari hubungan diluar pernikahan membuat nyalinya menciut. Tidak ada yang bisa ia banggakan dan berikan untuk pria tersebut. Kinara merasa tidak pantas untuk pria baik itu.
[Tolong jangan hubungi aku lagi.]
Tulisnya untuk membalas pesan dari lelaki beralis tebal yang sebenarnya sudah berhasil menjerat hatinya. Tidak ada yang lebih baik selain perpisahan.
Bersambung.

KAMU SEDANG MEMBACA
Menepis Rasa
Fiksi Umum"Aku adalah anak haram, aku yang nggak pantas buat kamu." Menepis Rasa (Sekuel Undesirable Baby)