"Woah!!" terhitung 4 tegukan dari minuman botol yang Radha pegang, kini isinya sudah tinggal setengah botol. "Leher sama pundak gue jadi sakit semua habis roll depan." Keluh Radha sambil menggerakkan kepala ke kanan dan ke kiri bermaksud meregangkan otot lehernya.
"Sama. Malahan aku tadi takut juga, takut gak bisa ngelakuin seperti yang dicontohin Pak ."
"Paling malesin kalau materi olahraganya senam lantai." Aku mengangguk mengiyakan pernyataan Radha.
"Lo cuma beli roti doang Na?" tanya Radha sepertinya baru menyadari makanan di atas meja kantin yang kami tempati dan di hadapanku hanya ada sebungkus roti dengan ukuran tidak terlalu besar dan sebotol air mineral.
"Aku udah sarapan di rumah, masih belum terlalu laper. Dha, kamu jangan sering-sering minum es kalau habis olahraga, gak bagus buat kesehatan." Aku teringat alhmarhum ayah pernah menasehatiku, ketika dulu aku SD selepas jogging pada hari libur dengan beliau dan sesampainya di rumah aku buru-buru menuju dapur membuka pintu kulkas dan meneguk sebotol air mineral yang sangat segar ketika berhasil membasahi tenggorokanku.
"Hehe, haus banget Na..." jawab Radha sambil nyengir menatapku.
Hening setelahnya tercipta antara aku dan Radha. Kami sibuk mengunyah makanan masing-masing. Aku dengan roti yang ku beli dan Radha dengan semangkuk baksonya. Radha adalah tipekal perempuan yang doyan makan. Dia tidak pernah membatasi dirinya dalam mengkonsumsi makanan yang menurutnya enak, tapi beruntungnya Radha memiliki badan yang tidak mudah gemuk meskipun banyak sekali makanan yang tercerna di dalam perutnya.
"Berduaan aja nih, gak ngajak-ngajak." Suara berat itu terdengar dari samping kananku, disusul sosoknya yang tiba-tiba duduk di bangku kosong terletak saling berhadapan dengan bangku yang ku duduki dengan Radha.
"Geng lo kemana?" tanya Radha pada Gilang yang sedang menyendok sambal dari tempatnya kemudian dia tuang ke dalam mangkuk baksonya.
"Masih main tadi. Gue cabut duluan, belum sarapan tadi pagi. Laper banget." Balas Gilang sambil mengelus perutnya dan memasang wajah miris.
"Belum sarapan tapi udah nyendok sambel sedikit itu? Ini masih jam 9.15 loh." Ucapku sambil menatap ngeri isian di dalam mangkuk bakso Gilang.
"Aduh, aduh... Perhatian banget sih Azna ke gue. Gini aja gue baper tahu gak Dha." Balas Gilang sambil berakting salah tingkah.
Aku menertawai kelakuannya dan ku lihat Radha hanya geleng-geleng menanggapi Gilang.
"Lo cuma beli roti?" tanya Gilang kepadaku.
Aku menggangguk sambil melahap potongan roti terakhir yang berada di tanganku.
"Lo gak berminat nanyain gue juga?" tanya Radha masih dengan mengunyah bakso di dalam mulutnya.
Gilang diam sejenak, menatap Radha dan mangkuk bakso milik Radha bergantian. Setelah itu dengan entengnya Gilang menjawab "Enggak."
"Anak kelas sebelah bilang kalau pelajaran Fisika di kelas mereka Senin kemarin Pak Abdi bagi kelompok untuk presentasi materi baru. Kemungkinan kelas kita gitu juga kayaknya nanti."
"Isshh!! Kenapa harus presentasi sih?!" Radha menanggapi perkataan Gilang dengan nada yang tampak kesal ku dengar.
"Ya lo jangan uring-uringan ke gue! Datengin Pak Abdi di kantor guru sana!"
"Kan kerjanya secara kelompok Dha." Ucapku menenangkan.
"Meskipun gitu Na, ogah banget nyari dan melajari materinya secara mandiri. Dimana-mana kalau pelajaran yang berhubungan rumus-rumus gitu kan lebih enak dijelasin sama guru, baru nyantol di otak."
KAMU SEDANG MEMBACA
METANA || Na Jaemin
Teen Fiction"Boleh ku katakan benar, jika cinta tak pernah memandang apapun, termasuk usia." Alkana adalah seorang pria yang begitu dingin dan keras kepala, tidak hanya itu hatinya juga terikut keras manakala Sang Ayah tidak bisa berlaku adil antara dirinya dan...