2. Ribet

2 2 0
                                    

Malam belum begitu larut, namun seisi ruangan terasa hening. Bukan karena sepi penghuni, tapi karena semua penghuninya sedang fokus dari satu kitab ke kitab lain.
Hanya suara kitab yang terdengar terus dibalik pembacanya dan helaan nafas panjang para ustadz yang sedang sibuk menghempas asap rokok untuk menghilangkan kebosanan.
Ruangan ini berisi 12 anggota batsul Masail dan 4 ustadz pembimbing.

"Gurung temu Tah rek?
(Belum ketemu?)" Tanya salah seorang ustadz yang mulai tidak sabar menunggu anak didiknya mencari referensi jawaban dari as'ilah Bahtsul Masail.

"Dereng ustadz,
(Belum ustadz)" jawabku memecah keheningan karena teman temanku masih berusaha mencari referensi yang diminta oleh para ustadz dihadapan kami.

"Nyapo i gak mari mari rek. Ngasi ngantok aku. Ndhang to nek golek. Ket maeng qi Lapo ae to? Gak Ndang Ndang.
(Kenapa gak kunjung selesai. Sampai mengantuk aku. Cepetan kalau nyari. Dari tadi kalian ngapain aja?)" Protes ustadz abrizan diantara semua ustadz yang masih anteng anteng saja.

Memang ustadz yang satu itu paling gak bisa menunggu lama. Apa apa harus dikerjakan secara cepat dan jawabannya harus akurat. Tidak boleh asal njeplak tanpa punya referensi.

Ya kalau cuma ditanya jawaban kasaran mah sudah pasti aku jawab sejak tadi. Tapi kalau disuruh cari referensi beserta rumusan masalah ya butuh waktu to pak ustadz. Dikira kami semua ini kitab berjalan. Bisa langsung ngasih jawaban yang njenengan njenengan minta dengan sekali buka kitab.

"Kalian itu perempuan. Masak ndhak tau jawaban dari soal semudah itu?" Aku tau kalau ungkapan itu bukan untuk meremehkan tim bahstul Masail kami. Kata kata model seperti itu sudah biasa bahkan jadi makanan pokok tiap hari bagi tim senior. Tapi mbok ya ustad abrizan itu mikir. Hari ini kan kita baru saja memasukkan beberapa anggota baru yang jelas masih butuh penyesuaian. Kalau mereka ceklek atine (patah hati) Purek (ngambek) terus besok gak mau berangkat lagi gimana coba.

Ini soal juga kenapa modelannya kayak gini sih. Bukannya gak bisa jawab. Tapi kalau dipraktekkan di daerah daerah khususnya Jawa tengah kok ya susah banget.

"Syar, coba kamu terangkan  ibarot (referensi) yang sudah kamu temukan" tanya ustadz Jefri mengembalikan suasana hening akibat celetukan ustadz abrizan.

"Dari ibarot yang saya cari, hanya sedikit yang memperbolehkan menjambak sholat diselain musafir. Yaitu disebabkan kesibukan yang teramat sangat dan bukan menjadi kebiasaan. Itupun dari Syarah muslim, pendapat Ibnu sirrin pengikut imam Malik ustadz. Jadi saya belum berani menjawab diperbolehkan menjamak sholat dengan alasan wanita dirias pada acara walimah ustadz" jawabku sedikit ragu

"Lha trus kamu sendiri bisa ngelak kalau suatu saat dihadapkan sama keadaan itu? Bukannya di Jawa tengah, kalau acara nikahan, pengantin wanita duduk di kuade (pelaminan) seharian?" Suara ustadz Burhan mengintimidasi.

Yah. Ini lah yang dari tadi kami khawatirkan. Pasti para ustadz yang berjumlah 4 orang ini akan menyangkut pautkan as'ilah (soal) batsul Masail dengan praktek didunia nyata. Dan sudah pasti akan sangat sulit kami jawab.

Dengan soal. Yang menanyakan, apakah diperbolehkan seorang wanita yang dirias dalam pesta pernikahannya menjamak sholat?

Kalian sebagai perempuan pasti pernah menanyakan hal serupa kan. Apalagi bagi mereka yang hendak melaksanakan pesta pernikahan. Sudah menjadi adat diberbagai daerah dibelahan Indonesia. Membelai wanita pasti akan dirias secantik mungkin selama berjam-jam. Dengan tujuan supaya riasan itu gak luntur sampai acara selesai. Masalahnya, sudah pasti selama dirias ia akan melewati beberapa waktu sholat. Ya kalau acaranya dimulai sore. Asar masih bisa dijamak sama dhuhur. Maghrib dijamak sama isya'. Ini aja jawabannya belum tentu diperbolehkan. Apalagi nih, modelan adat Jawa tengah. Yang acaranya dimulai dari pagi sampai malam pun masih terima tamu. Mana mungkin bisa jamak sholat. Yang ada mah qodho' sholat. Duh,, emang ribet jadi cewek.

Masak iya, setelah dirias cantik dengar adzan langsung wudhu. Ya pasti diprotes sama MUA-nya lah. Aku dan teman-temanku saling berbisik tanda tidak suka para ustadz membawa soal ke alur ini.

Nyebelin gak sih, kalau para laki laki cuma bisa mengintimidasi keadaan perempuan dalam keadaan seperti ini. Bukannya gak nurut sama syari'at. Tapi sesuatu yang sudah jadi adat kan susah sekali untuk ditinggalkan.

"Ustatz, bisa tidak kalau hal itu tidak perlu dibahas diforum, karena itu kan kembali ke per individu an. Sudah tau hukumnya kalau memang ia merasa tidak bisa mengelak. Dia sudah pasti tau konsekuensi dosa yang harus ditanggungnya" jawabku dengan nada sesopan mungkin. Teman temanku mengangguk meng iya kan ucapanku.

Ke 4 ustadz itu justru tertawa mendengar jawaban dan ekspresi sebal dari kami. Entah apa yang lucu menurut mereka.

"Sudah sudah, istirahat dulu. Simpan kitab kalian. Besok berikan ibarot dan jawaban yang lebih tertata lagi" ustadz Jefri selaku senior pembimbing tim bahstul Masail memberikan sedikit kelonggaran untuk kami.

"Tapi aku masih penasaran, apa tidak ada wanita dinegara ini yang mau menikah tanpa diadakan resepsi? Kalau saya pribadi eman."  Tiba tiba ustadz abrizan  Bertanya.

" Bener iku  ust, kulo weruh apa yang sampean emankan. Bojone Dewe dipacaki uayuu sampe mangklingi nang ngarepe tamu, lungguh Ning kuade sedino nyalami tamu karo disawang wong Lanang akeh dadi doso. Pehh.. mending macak ayu mung nang ngarepku. Tak singgahke nang kamar gak atheg metu². Wes wes ganjaran thog.
(Benar  itu ust. Saya tau apa yang anda sayangkan .Istri kita didandani sangat cantik sampai membuat semua tamu pangling, kemudian duduk di pelaminan seharian menyalami tamu dan dipandang banyak laki-laki jadi dosa. Lebih baik berdandan cantik hanya didepanku. Saya simpan dikamar gak boleh keluar biar jadi pahala)" guyon ustadz malik. Diikuti tawa semua ustadz. Sedangkan kami semua menunduk malu mendengar pembahasan ustadz kami.

Dasar kaum laki-laki tidak tau perasaan wanita. Ya kan namanya nikah sekali dalam seumur hidup, meskipun tidak mewah tetapi menginginkan yang paling berkesan dihati. Apalagi kalau pakai adat Jawa. Kan pasti banyak prosesi sakral yang tidak semua pengantin di Nusantara akan jalani.

"Ya udah ust, nikah saja sama mbak-mbak pondok yang nriman" gumamku pelan yang ternyata masih didengar teman tamanku bahkan ustadzku.

"Angel wes, Rabi nek Karo wong Jawa tengah. Areke nriman, adate seng gak nriman.
(Susah emang. Menikah sama orang Jawa tengah. Anaknya mau menerima, adatnya gak tidak bisa menerima)" jawab ustadz Jefri yang memang sudah berpengalaman.

Ya, mustahiqku itu sudah pernah melamar wanita kelahiran solo. Tapi ditolak mentah-mentah keluarga besar wanitanya karena dari keluarga beliau tidak mampu menyanggupi seserahan yang harus diberikan ketika menikah. Sudah menjadi rahasia umum kalau biaya menikah di daerah Jawa tengah meskipun dari kalangan sederhana pun membutuhkan dana yang fantastis. Berbeda dengan kebanyakan biaya nikah kaum sarungan didaerah Jawa timur yang bisa dibilang bersahabat. Tidak perlu pesta resepsi, tidak perlu seserahan mewah, yang penting ada mahar yang juga tidak memberatkan. Dengan akad sederhana saja asalkan "sah" sudah cukup.

Enak sekali ya, nikah semudah itu disini. Tidak perlu ribet cari hutang sana sini untuk membuat acara. Tapi biarlah, namanya juga adat. Kalau memang masih mau melaksanakan ya silahkan, kalaupun tidak setuju cukup diamkan. Tidak perlu sibuk mengusik. Toh, tiap orang punya jalan masing-masing.

"Sampean Yo rasah melok melok ndhuk. Ngko gak ndhang Rabi rabi
(Kamu jangan ikut ikutan ndhuk. Nanti kamu gak nikah nikah)"

Aku tau ucapan ustadz Jefri itu ditujukan padaku. Karena disini aku satu satunya orang Jawa tengah.

"Seng penting iku ora pas ate rabine rek, tapi kehidupan sak marine
(Yang penting itu bukan pra nikahnya, tapi kehidupan sesudahnya)" gumam ustadz abrizan.

Ah sudahlah, biarkan semua orang terus berkomentar tentang pernikahan Jawa tengah. Toh, aku juga tidak berharap punya calon suami orang Jawa timur. Impas kan. Mereka enggan dengan orang Jawa tengah, sedangkan aku tidak berharap apapun pada orang Jawa timur. Karena memang aku datang ke tanah timur ini murni untuk tholabul Ilmi. Bukan tholabul zauji.

*************$$$**************

Jangan lupa tinggalkan jejak untuk 1230 katanya ya😁
Vote dan komentar 👍🏻
Kalau ada typo bisa komentar ya. Biar dibenerin

Garis Takdir SyarifaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang