Menikah Lagi(2)

432 45 0
                                    

Herlin tak pernah menyangka, akan menemukan mimpi buruk yang jadi kenyataan pada hari pernikahan papanya.

Selama enam tahun ia berjuang menghindari pemuda itu. Herlin tak pernah terpikir akan berjumpa dengannya di sini. Padahal, jarak di antara mereka terbentang ribuan kilometer dan dibatasi samudera. Di antara semua tempat, mengapa mereka malah bertemu di sini? Di pesta pernikahan papanya?

Herlin ingin sekali mengalihkan tatapan, perlahan, tetapi pasti. Semata agar tak kentara betapa gugupnya ia detik itu.

Bayu masih setampan dulu, bahkan tampak lebih matang. Senyumnya mengembang manis memikat ketika beradu pandang dengan Herlin. Meskipun, ada kilat terkejut di matanya. Kulit wajahnya yang terang dan bersih, agak kemerahan. Menambah daya tarik eksotisnya.

Lari! Sembunyi! Otak Herlin menyerukan instruksi. Sayangnya, kaki tak bisa diajak kerja sama. Ia malah terpaku. Padahal, sebagai dokter koass yang brilyan dan disayangi dosen, sifat bodoh seperti ini sama sekali tidak cocok untuk dirinya. Perasaan terintimidasi, belum pernah ia alami. Namun, situasi tersebut kini menimpa dirinya karena Bayu tidak mengalihkan tatapannya.

Herlin merasa takut jika kendali dirinya terlepas. Satu-satunya di dunia ini yang mampu membuatnya tergoda, hanyalah Bayu. Herlin membenci diri sendiri karena masih memiliki perasaan yang sama setelah enam tahun menghindari sang mantan.

Degup jantung Herlin berpacu ketika Bayu tak cukup hanya menatap, melainkan mendekat.

Gadis itu memaksa diri memutus kontak mata dengan wajah serasa terbakar. Ia memutar tubuh, dan meminta izin kepada beberapa kerabat mama tirinya, untuk ke belakang.

"Oh, kamu jalan terus aja, melewati ruang tengah, terus belok kanan, begitu tiba di ujung, belok kiri." Seorang perempuan yang memperkenalkan diri sebagai adik dari mempelai wanita, menunjuk ke arah sebuah pintu.

Herlin melangkah dari ruang tempat akad nikah, memasuki ruang tengah rumah yang sangat luas itu.

Rumah itu adalah milik wanita paruh baya yang telah menjadi mama tirinya. Herlin mendengar kabar, kalau rumah ini rumah warisan ayah dari mama tirinya. Meski ukurannya tidak sebesar rumah papa Herlin, tetapi tempat itu memiliki begitu banyak ruangan dan lorong kecil.

Herlin melewati beberapa orang--lelaki dan perempuan--yang tersenyum ramah, dengan sorot mata menguliti. Itu hal yang wajar ditujukan kepada seorang gadis yang dikaruniai keindahan fisik di atas rata-rata.

Dengan sepasang mata yang berbinar energik, hidung bangir, bibir semerah tomat, dan kulit bening, Herlin sudah terbiasa mendengar pujian orang yang mengatakan kalau tubuhnya dialiri madu.

Herlin bermaksud menyepi, demi meredakan ritme jantungnya yang tak beraturan. Agaknya ia mengalami palpitasi. Napasnya memburu ketika menemukan jalan buntu. Ia tiba di sebuah lorong panjang dan sedikit remang-remang akibat cahaya matahari terhalang masuk oleh pepohonan yang tegak dekat jendela. Herlin tersesat!

"Kamu mau kemana?" Satu suara rendah magnetik, menyusup ke gendang telinga.

Herlin seketika berharap tubuhnya menyusut jadi bakteri yang bisa terbang bersama debu-debu di udara, agar dapat menghindari laki-laki itu!

"Herlin ...." bisikan lembut Bayu, bagai semilir angin.

Detik berikutnya, ia dan Bayu kini sempurna berhadapan. Tatapan Bayu yang tenang dan dalam, tenggelam ke manik mata Herlin. Membius gadis itu hingga mematung.

"Enam tahun," gumam Bayu. "Kamu kemana saja? Mengapa pergi dariku tanpa kabar?"

Satu panggilan, menahan niat Herlin untuk menjawab.

"Hai, kalian di sini rupanya! Ayo, ke depan! Herlin, Bayu, papa mama kalian mencari-cari untuk diajak berfoto!" Seorang paman melambaikan tangan ke arah mereka.

Bayu dan Herlin tercengang. Mereka bersitatap sejenak dan seketika menyadari sesuatu.

"Papamu ...?"

"Mama kamu?"

***

Bersambung

Novel ini sudah terbit, ya, Temans

Sudah tamat di KBM App

SEATAP DENGAN MANTANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang