RAR 16

4 2 0
                                    

Ini itu kaya sebuah cerita ngarang aku gitu, alami banget dari pemikiran aku, aku tuh kalau baca novel atau film ada satu adegan yang aku suka pasti aku bakal ngebayangin, kayak gini. "Gimana kalau aku bikin cerita kaya gini tapi ada adegan kayak gitu."
Selalu muncul begitu saja.

Btw selamat cerita, bye.

LAMA AKU GAK UPDATE, ADA SEBULANAN YAH. MAAF KAN AKU.

SOK MANGGA DI BACA 🤗🤗🤗

"Lo, yakin pulang ke rumah?" Tanya Azkia yang akan menuangkan air putih kedalam gelas, dan memberinya kepada Rena yang sibuk melahap roti panggang yang dibuatnya tadi.

Rena mengagguk-anggukkan kepala sebagai jawabannya, siap atau tidak, dirinya harus menghadapi semuanya, ini juga termasuk kesalahan sendiri jadi harus bisa bertanggung jawab atas apa yang Rena lakukan selama ini.

"Semoga baik-baik aja," ucap Azkia tanganya yang digempalkan ke atas, membuat Rena tertawa ringan.

Sedang asik mengobrol di meja makan, suara mesin mobil berhenti terdengar oleh Rena, netranyaa  menoleh langsung ke arah pintu masuk. "Siapa dia?"

Azkia sudah menduga jika itu Deffa, seperti rutinitas setiap pagi akan datang hanya untuk bersapa atau menumpang sarapan pagi, sudah tidak heran.

"Hemm... mencium bau-bau sarapan nih," kata Deffa sembari belari kecil dan segera bergabung duduk untuk sarapan.

Tuhkan, tidak salah lagi, emang datang sepagi ini itu hanya untuk menumpang sarapan, bahkan pernah Deffa datang dimana keadaan Azkia nyawanya masih tersimpan di atas kasur, terpaksa Azkia harus membuka pintu untukknya. Pukul 5 pagi dirinya sudah berada di depan pintu.

Katanya ingin tahu komposisi roti panggang yang Azkia buat, agar nanti dirinya mencoba memasak di rumah. Tapi, itu sebuah bualan, tetap saja selalu datang setiap pagi hanya untuk ikut sarapan.

Azkia menyodorkan rotinya, "makasih." Dengan tangannya mengambil piring yant Azkia beri.

Selama sarapan suasan di meja makan hening, hanya ada suara garpu yang beradu dengan piring. Selesai sarapan Deffa segera pergi untuk bekerja. "Bentar Kak!"

"Ada apa?"

"Kan, Kak Deffa mau pergi ke kantor. Nah, Rena nebeng yah, sampai rumahnya?" Ucap Azkia memohon kepada Deffa.

Deffa menganggukkan kepala dan melanjutkan pergi tanpa banyak bicara, dia mendorong Rena untuk segera pulang. "Dah," tangan Azkia melambai.

Rena memasuki mobil Deffa, dan segera mungkin dia melajukan mobilnya. Rena duduk dengan manis memandang lurus ke jalanan, bahkan di dalam tidak ada pembicaraan sama sekali.

Dilampu merah, Deffa sedikit lirik-lirik ke arah Rena membuat dirinya merasa aneh dengan tingkah Deffa. "Ada apa kak?"

"Lo, nginep di rumah Kia?" Tanya Deffa.

"Kemarin malem, gue bertengkar sama orangtua gue, terus gue lari deh, ke rumah Azkia," jawabnya dengan cengiran.

"Kenapa?"

"Biasa, orangtua gue selalu aja bandingin gue sama kakak gue. Cape gue dituntut harus ini, itu. Pedahal, gue itu gak bisa lakuin apa yang mereka minta, tapi, tetep aja maksa gue harus bisa, sama yang paling kesel itu orangtua gue yang gak punya waktu buat gue. Emang sih kekanakan, tapi, semenjak kecil gue kurang dapat perhatian dari orangtua gue."

"Harusnya jujur, lo sampein perasaan lo ke mereka?"

Rena menggelengkan kepala. "Susah Kak, gue udah sampein perasaan gue ke mereka, tetap aja, harus kayak Kakak gue, penurut. Sedangkan gue, selalu membangkang."

Ratu Anti-romanticTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang