RAR 21.

2 0 0
                                    

Di kediaman rumah besar milik keluarga Rena, Ayah Rena keluar dari mobil dan menyeret Rena dengan kasar.

"Apa-apaan kamu, Rena? Bikin malu Ayah saja. Dimana letak sopan santun mu?" Emosi sang ayah menjatuhkan Rena di sofa.

"Apa Ayah pernah mengajarkan kamu mendebrak meja? Apa Ayah pernah mengajarkan kamu meluapkan amarah di depan banyak orang?"

"Peduli apa Ayah ke aku? Belaga banget bilang tetang attitude, tapi, Ayah gak pernah tuh mengajarkan sopan-santun kepada Rena. Yang ada Ayah cuma marah, bentak Rena. Membanding-bandingkan Rena sama Kak Rizki. Ayah anggap Rena ini kaya hewan anjing yanga harus patuh kepada tuannya. Rena cape, yah," ucap Rena pipi yang merah dan deru nafas yang tergesa-gesa.

Rena menahan semua amarah kepada sang ayah. Rena tidak mau seperti ini tapi Ayah nya yang selalu membuat Rena seperti ini.

Satu tamparan mendarat ke pipi kanan Rena, perih dan juga kaget bagi Rena. Ini pertama kali dirinya di tampar, Rena meneteskan air mata sebab bukan karena sakit tamparan tapi sakit karena ini pertama kali Mamahnya menampar Rena.

Iya, Mamah yang menampar Rena.

"Kasih tahu Rena alasan, kenapa kalian memperlakukan Rena kayak gini? Selalu beda dengan kakak?" Tanya Rena sembari menahan isakan.

Ayah Rena hanya diam menatap Rena dengan pipi merah dan air mata yang tertahan dikantung mata. Mendengar segala tuturan Rena, anaknya benar, ia terlalu keras terhadap putrinya.

Tidak ada jawaban sama sekali, Rena melangkah pergi keluar dari rumah, Rena sangat hancur bahkan lebih hancur.

••••••••

Deffa yang kini berada di rumah Azkia duduk di taman belakang rumah, menunggu Azkia yang sedang menyiapkan teh hangat untuknya.

"Azkia nanti, ikut Kakak, ya. Soalnya ibu Kakak kangen Azkia," Azkia sedang menuangkan air panas ke dalam gelas, tersenyum dan menganggukkan kepalanya.

"Kak, teh nya. Oh iya, Kak Deffa ada apa malem-malem kesini?" Tanya Azkia penasaran, ini sudah jam sepuluh malam.

Deffa tersenyum, ia mengambil barang dari saku celananya. Sebuah benda persegi kecil ia kasih kepada Azkia. Ia kebingungam mata mengkerut dan juga alis yang di naikina ke atas, "apa ini, Kak?"

"Buka aja."

Azkia membuka benda persegi itu, dan ia kaget sebab isinya adalah cicin emas yang indah, di tengah ada permata kecil yang mengkilau, "kok cincin?" Deffa mengambil tangan kanan Azkia, dan memakaikan cincin itu di jari tengah Azkia.

"Ini Kakak kasih, Azkia tunggu Kakak, ya. sampe nanti Kakak pulang lagi ke Indonesia. Tolongin jengukin Ibu Kakak."

"Maksud Kak Deffa, mau pergi?" Deffa menganggukkan kepalanya sembari ia mengusap punggung tangan Azkia.

"Ini Kakak, lamar kamu. Sepulang dari jepang Kakak nikahin kamu. Tolong jaga diri buat Kakak." Azkia mengangguk dan tersenyum bahagia.

Ia tidak tahu, jika sekarang wajahnya memanas ketika Deffa mengatakan jika ia dilamar oleh Deffa, perutnya seperti ada kupu-kupu yang beterbangan.

•••••

Azkia sekarang berada di rumah Deffa, ia datang bersama dengan Ayahnya. 

Nana—Ayah Azkia terus mengobrol dengan Dodi sembari bersenda gurau, katanya sudah lama tidak berbicara panjang dengan Dodi. Dan di sinilah Azkia bertiga dengan Deffa dan Ibu Deffa.

"Azkia, Ibu masih tidak menyangka jika kamu sudah dewasa," Ibu Deffa mengusap-usap rambut Azkia

Sebelumnya, Deffa meminta izin kepada Ayah Nana untuk mengikat Azkia dihadapan orangtua Deffa, dan mereka setuju. Memasang cicing yang sama dan Deffa merasa sangat bahagia.

"Berangkat jam berapa sayang?" Deffa melamun dan terkejut jika ia akan segera ke Jepang.

Rasanya sangat kecewa Deffa harus berpisah dengan kekasihnya, ralat sekarang sudah jadi tunangannya dan jika Deffa ingin memanggil Azkia adalah calon isterinya.

Deffa menghela nafas menyembunyikan wajah kecewanya dengan senyuman, "nanti udah isya berangkat ke bandara dan jam 9 berangkatnya."

"Sebentar lagi, Kak. Ayo siap-siap," Deffa mengangguk.

Di bandara Deffa selesai berpelukkan dengan Ayah dan Ibunya, tidak lupa ia memeluk Azkia sangat lama. "Udah, Deffa," Ibu tersenyum melihat anaknya tidak ingin lepas pelukkanya.

"Jaga kesehatan, ya Ibu, Ayah dan Ayah Nana. Terus tolong jaga calon isteri Deffa," ujarnya dengan malu-malu. Azkia mendengarnya tersenyum dengan wajah yang kini sudah memerah seperti tomat.

"Gaya mu calon isteri," semua disana tertawa bahagia.

Hari di ganti dengan minggu  setelah kepergian Deffa, Azkia menjalani aktifitas seperti biasa, kerja, pulang dan menjaga sang Ayah.

Sudah lama Azkia tidak berkontak dengan Rena, bahkan dia tidak menelepon dan juga mengirim pesan. Minggu kemarin Azkia mencoba menghubungi Rena namun ia hanya mendapat pertolakan dari Rena. Azkia sangat heran, terakhir ketika Rena akan menginap namun tidak jadi. Sudah ada 2 minggu ia tidak bertemu dengan Rena.

Azkia mencoba menghubungi kembali Rena, tetapi nihil hanya ada rejectkan yang ia terima. Semakin heran.

[Azkia]
Rena, kamu apa kabar?"

Mengirim pesan pun tidak ada jawaban.

Azkia terus mengirim pesan, selama seminggu Azkia mencoba menghubungi Rena, tetapi sama saja tidak ada jawaban. Ia sangat khawatir, melihat sosial media tidak ada status apa pun yang Azkia dapat.

Azkia mencoba mengirim pesan kembali.

[Azkia]
Rena. Lo apa kabar? Kenapa lo jarang main kerumah? Gue kangen lo, sini!

[Rena]
Kenapa lo? Gue gak kangen.

[Azkia]
Rena, lo kenapa?

[Rena]
Gue benci banget sama lo.

[Azkia]
Rena lo kenapa?
Ren, maksud lo apa?
Ren.
Ren
Kok aku di block?

Setelah melihat pesan yang dikirim Rena, Azkia kaget begitu pun dengan hatinya, sakit ketika Rena berkata jika dirinya benci kepada Azkia.

Azkia berpikir kesalahan apa yang ia perbuat sampai Rena begitu membencinya. Azkia menangis dalam kamarnya, dadanya sangat sakit lebih sakit yang ia kira. Menutup kepalanya dibawah bantal agar nangisnya tidak terdengar oleh Ayahnya.

Azkia terus berpikir apa yang ia perbuat sampai ia tidur dengan air mata yang masih mengalir.


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 09, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ratu Anti-romanticTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang