Bagian 28

31 4 4
                                    

Jantungku rasanya mau berhenti berdetak saja saat tiba-tiba ada yang menarik tasku dari arah belakang hingga membuatku hampir limbung jika tak tertahan oleh tembok.

Orang jenis apa sih yang bukannya memanggil jika perlu malah menarik tas hingga yang punya hampir jatuh dan nyaris menanggung malu jika dilihat orang lain. Untung saja sudah tidak banyak orang karena aku memang tak pulang seperti jam biasanya, aku ada ekskul tadi. Aku mau marah lihat saja!!.

Namun pada kenyataannya setelah aku tau siapa yang menarik tasku, jantungku rasanya sudah benar-benar berhenti.ga lah bercanda. Hanya sebatas shock saja.

Kak Calvin adalah oknum yang hampir membuatku menanggung malu.

"Maaf maaf kaget ya, ga gue panggil takutnya lo kabur" ucapnya.

Aku mengernyit mendengar penuturannya. Tapi benar juga sih, aku pasti akan menghindar seperti yang sudah-sudah.

"Gapapa Kak. Ada perlu apa? Gue mau pulang soalnya"

"Ini dari lo?" tanyanya menunjukkan paperbag bermotif konstelasi bintang yang memang tadi pagi kutitipkan pada Kak Ino agar dia kasihkan pada Kak Calvin.

Dasar Kak Ino nyebelin.

Padahal sudah kukatakan jangan memberi tau kalau itu dariku. Tapi ternyata dia memberi tau.

Aku mengangguk tak niat untuk mengelak "iya, selamat bertambah usia Kak Calvin" ucapku.

Omong-omong tadi pagi saat aku menitipkan barang itu pada Kak Ino dia sempat bilang padaku bahwa katanya hubungan Kak Calvin dan Kak Nadin sudah berakhir. Namun aku enggan untuk mendengar apa penyebabnya dan memilih untuk pergi setelah mengucapkan terima kasih.

"Boleh luangin waktu buat gue kali ini?" tanyanya padaku. Aku menatapnya dengan pandangan bingung seolah tak paham dengan ucapannya.

"Kita perlu bicara" ucapnya dengan tegas.

Melihat Kak Calvin hatiku goyah kembali. Dasar plin plan. Aku malah berakhir mengiyakan Kak Calvin yang ternyata membawaku pada tempat yang dulu biasa kami kunjungi untuk sekedar duduk santai, berbagi pikiran ataupun mengerjakan tugas masing-masing.

Bagaikan tayangan film dokumenter saat sampai di dalam otakku secara otomatis memutar tiap hal yang pernah kita lakukan di sini. Nostalgia rasanya.

Ah masih sama saja ternyata. Dia masih memesankan minuman kesukaanku, kita tetap duduk dibawah kipas angin samping jendela, namun ada yang berbeda. Yaitu pada atmosfer di sekekeliling yang menyelimut rasa canggung.

Dalam hati aku menggerutu sendiri. Aku tak biasa dengan atmosfer canggung ini. Kenapa tadi aku mau menerima ajakannya.

"Ekhem...lo ga sibuk?" ucapnya memulai pembicaraan.

"Ngak terlalu" jawabku.

"Jadi...gue mau minta maaf sebab perlakuan gue yang brengsek. Maaf udah ngebuat kita diposisi yang seperti ini. Maaf ngebuat lo bingung. Maaf--"

Mendengar rentetan kata maaf darinya membuatku kembali mengingat awal rasa sakit yang pernahku rasakan. Tak seharusnya lelaki ini minta maaf padaku, dia tak salah kok "Kak udah gapapa beneran deh. Lo ga seharusnya minta maaf karena yang lo lakuin itu emang hak lo kok. Emang gue siapa lo sih? Cuman adek kelas juga. Jadi santai aja" ucapku sambil tertawa kecil.

Kedua bola mata selegam sayap gagak tersebut mengunci tepat dikedua mataku hingga aku sulit rasanya untuk berpaling.

"Gue sadar ternyata gue cuman sebatas seneng karena deket sama Nadin. Perasaan gue ke dia udah habis sejak gue punya lo, namun dengan bodohnya gue malah ngebiarin lo yang udah berhasil nyuri hati gue menjauh dari radar gue. Setiap ngeliat lo yang pura-pura ga kenal dan ngehindar itu sesak banget buat gue"

Hei, Calvin AntaresTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang