Dengan langkah gontai aku berjalan menyusuri koridor kampus. Setelah itu aku duduk di tangga sambil menunggu Reina. Tak beberapa lama kemudian kulihat mobil Pak Azmi, terlihat Farah, Nabila dan Reina turun dari mobilnya Pak Azmi. Entah kenapa saat melihat Farah hatiku rasanya sakit. Aku pun langsung berdiri dan menaiki anak tangga, aku tidak menunggu Reina, aku benar-benar tidak ingin melihat Farah untuk beberapa waktu. Ketika pikiranku sedang kacau balau, aku mencoba menghirup udara dalam-dalam sambil memejamkan mata. Saat aku mengeluarkan napas dari mulut dan membuka mata, betapa terkejutnya aku melihat pemandangan di bawah.
“ Ya Allah, kok tiba-tiba sakit pikiran dan sakit hati, aah nyebelin, dasar buaya cap kaki kadal, hiks ... hiks ... hiks ..., berani-beraninya kamu muncul di depan mataku, bikin sakit mata aja, Ya Allah jadi pengen pidah pelanet aja deh, jangan di bumi, di mars aja Ya Allah gapapa, eeh jengan deng, mars terlalu panas. Di benua Antartika aja Ya Allah gapapa, biar hatiku bisa dingin enggak panas lagi atau kalau bisa membeku juga gapapa deh, asal jangan liat dia dekat dengan Farah,” gerutuku dalam hati
****
Rasanya hari ini aku malas untuk masuk kelas, kalau saja bukan mata kuliah Pak Azmi, aku sudah izin jalan-jalan untuk menghilangkan rasa penat di kepala. Aku tidak bisa izin di mata kuliahnya si dosen dingin kaya es di Antartika, karena dia tidak akan mentolerir mahasiswa yang izin saat maju presentasi.
Saat perkuliahan berlangsung, aku memaparkan materi dengan jelas, karena sebelumnya aku sudah mempersiapkannya jauh-jauh hari. Setelah sesi tanya jawab dan diskusi selesai, aku di panggil lagi sama Pak Azmi untuk pergi ke kantor. Kali ini aku benar-benar cemas, aku takut diinterogasi gara-gara masalah kemarin. Tahu kan masalahnya apa? Ya, saat aku menangis pas tepat di depan dia dan langsung kabur terbirit-birit kaya orang yang di kejar-kejar jin tomang.
"Asli malu banget aku teh, kaya enggak punya muka, jadinya pengen pakai helm deh, biar mukanya bisa ditutupin. Atau enggak pakai panci aja deh gapapa asal mukanya bisa di samarkan eeh disembunyikan maksudnya,"
wkwkwk.***
Tok ... tok ... tok ....
Kuketuk pintu kantor yang sedikit terbuka, terdengar suara dari dalam.
“Ya, silahkan masuk.” Terdengar suara laki-laki dari dalam.
“Maaf Pak, ada keperluan apa, ya, Bapak manggil saya ke kantor?”
“Baik, sebelum saya jawab pertanyaan kamu, silahkan masuk ke ruangan saya,” pinta Pak Azmi sambil mempersilahkan saya duduk.
Saat masuk ke ruangannya, jantungku berdegup sangat kencang. Keringat dingin mulai membanjiri tubuhku.
“Aaah sial! Kenapa jantungku tidak bisa di kondisikan si? Kaya bom mau meledak aja”
“ Salsa,” panggil Pak Azmi.
“Iya, Pak, kenapa?”
“ Kemarin kenapa kamu menangis saat melihat saya?”
“Tuh kan apa aku bilang, dia pasti mau nanyain masalah kemarin,” ucapku dalam hati.
“Eee ... eenggak Pak, enggak kenapa-kenapa kok, kemarin mataku keilipan Pak.”
“Oh gitu, kirain ada apa? Oh iya saya lupa ngasih tau kamu, acara pernikahannya akan dimajukan jadi Minggu depan.”
“Hah, apa, Pak? Minggu depan, katanya tahun depan, kok malah dimajukan si, Pak? Bisa enggak di undur 2 tahun lagi atau satu tahun lagi gitu, soalnya aku belum siap, Pak!”
“Salsa, saya juga tidak mau memaksa kamu untuk buru-buru menikah. Tetapi ini permintaan ibu kamu, katanya ia ingin segera melihat anaknya menikah.”
Setelah mendengar perkataan dari Pak Azmi. Hatiku rasanya sakit, aku tidak bisa menerima semua kenyataan ini, aku tidak ingin menikah dengan orang yang tidak aku cintai. Aku benci dengan keadaan ini. Kenapa harus aku yang jadi pasanganmu? Kamu hanya berbicara seperlunya, kamu itu seperti robot sangat kaku dan dingin. Aku tidak suka dengan sikap kaku dan dinginmu. Lagi dan lagi aku tersiksa dengan keadaan yang tidak aku inginkan.
Beberapa menit telah berlalu, aku hanya diam membisu dengan pikiran yang kacau balau, tanpa banyak bicara aku langsung pergi meninggalkan ruangan Pak Azmi. Langkah kakiku rasanya berat, dunia ini rasanya seolah-olah sedang menertawakan kebodohanku. Ya, aku bodoh karena tidak menolak perjodohan ini, padahal aku bisa saja menolak dengan alasan aku sudah punya pasangan, tetapi aku tidak bisa melakukannya, karena ini sebagai bentuk baktiku pada kedua orang tuaku.
TBC
Kira-kira gimana ya, peraaan kalian saat di paksa menikah dengan orang yang tidak kalian cintai? Pasti sedih banget kan? Begitupun dengan Salsa, ia harus terpaksa menikah demi menuruti permintaan kedua orang tuanya. Kalau penasaran sama kelanjutan ceritanya, yuk komentar di bawah👇dan jangan lupa kasih vote🌟 dan komentarnya ya teman-teman, agar author bisa semangat menulisnya😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Apakah Ini Takdirku?
General Fiction"Salsa, apakah mau Mas buatkan sarapan?"tanya lelaki itu padaku. Ini pertama kalinya aku mendengarkan ia bicara panjang lebih dari satu kata. Ya, lelaki itu adalah dosen di kampusku. Aku dan dia disatukan karena perjodohan. Entah mengapa? Ia malah m...