Peluang

1.5K 155 8
                                    

Jaemin tidak pernah secanggung ini berhadapan dengan seseorang. Terlebih lagi orang itu adalah cowok, sama seperti dirinya. Bahkan saat ia berhadapan dengan seorang gadis pun, dia tak pernah secanggung ini.

"Maaf, lama ya?"

Jaemin menoleh, dan langsung menggeleng.

"Ya udah, yuk." Jaemin mengangguk lantas mengikuti langkah si cowok yang lebih tua menuju ke tempat di mana motornya terparkir.

"Oh, ya itu lo gak papa pake kemeja  gitu aja? Perjalanannya cukup jauh, dan ini udah larut banget. Mau pake jaket gue?"

Sebenarnya, ya Jaemin cukup menyesal kenapa tadi dia gak pake hoodie atau baju yang tebal saat pergi. Begini jadinya, dia merasa kedinginan karena hanya mengenakan kemeja yang gak terlalu tipis tapi gak cukup tebal juga. Tapi, kalo mau menerima tawaran dari lelaki itu juga gak enak. Lebih ke gengsi sih, Jaemin tuh.

"Gak papa kok. Gue tahan dingin."

Karena tidak mau memaksa, Jeno hanya mengangguk dan bergegas menaiki motornya. Memposisikan gitar yang terbungkus oleh tas di depan agar yang dibonceng merasa nyaman.

"Yuk, naik."

Jaemin pun menurut. Ia naik ke motornya Jeno dengan berpegangan pada bahu lelaki itu.

"Dah?" Jaemin mengangguk dan Jeno melihatnya lewat spion.

Berhubung Jaemin gak tahu mau pulang sama siapa tadi, karena semua temen-temennya udah pada pulang ninggalin dia. Jadi, berakhirlah Jaemin yang menerima tawaran dari cowok yang terus menerus memperhatikannya sejak awal.

Harusnya, Jaemin biasa aja. Tapi hatinya berkhianat karena terus merasakan desiran aneh saat netra tajam itu mengarah padanya. Jaemin gak munafik dengan menyembunyikan fakta bahwa lelaki itu tuh lebih dari tampan. Aura dominannya kuat banget. Jaemin yang sama-sama cowok aja merasa telak banget berada jauh di bawahnya.

Sementara itu, Jeno sering melirik ke arah spion disela-sela fokusnya menyetir. Entahlah, wajah lelaki yang ia bonceng itu manisnya bukan main. Bikin dia jadi betah memandangi parasnya. Masih gak nyangka kalau dia itu cowok, tapi mukanya bisa secantik dan semanis itu. Mungkin, tanpa Jeno sadari, dia itu sudah jatuh dalam pesona Jaemin bahkan sejak awal ia melihatnya.

"Bisa pelan-pelan aja gak?"

Jeno cukup tersentak karena teriakan dari cowok manis itu.

"Kenapa?" Teriak Jeno yang kurang bisa menangkap suara si manis dengan jelas.

"PELAN-PELAN AJA BAWA MOTORNYA."

Jeno pun langsung menurunkan kecepatan laju motornya. Padahal dia gak ngebut, kecepatan yang ia gunakan normal.

"Dingin ya?" Tanya Jeno. Bukannya apa, dari pantulan spion, Jeno bisa melihat jika Jaemin sedang menahan hawa dingin. Jadi, yang tadi bilang katanya kuat dingin itu bohong? Jeno terkekeh mengingatnya.

"Sedikit," balas Jaemin.

Tanpa aba-aba, Jeno menarik tangan Jaemin yang tengah meremat jaketnya. Mengarahkannya untuk memeluk pinggangnya. Jaemin tentu saja kaget. Ia hendak menarik kembali tangannya namun ditahan oleh Jeno.

"Peluk gue aja, kalo emang dingin."

Jaemin tak bereaksi apa-apa setelahnya. Ia sempat speechless karena tindakan Jeno yang tiba-tiba. Namun tak lama kemudian, ia mulai rileks dan menyamankan posisinya bersandar di punggung tegap Jeno dengan tangan yang sudah melingkar sempurna di perut Jeno. Cukup hangat juga ternyata. Tanpa sadar Jaemin memejamkan matanya dan tersenyum. Hal yang sama pun dilakukan oleh Jeno. Sebelumnya, ia tak pernah suka bila seseorang memeluknya seperti ini. Bahkan untuk membonceng seseorang selain teman-temannya, pun Jeno hampir gak pernah. Tapi sekarang, sepertinya Jeno juga akan menolak siapa pun orang yang ingin dibonceng olehnya termasuk teman-temannya. Karena, ia mungkin akan lebih suka jok belakangnya di tempati oleh sosok manis ini.

Penakluk Hati Seorang Gitaris |Nomin | Taekook|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang