CHAPTER 9

352 18 0
                                    

Apresiasi cerita ini dengan memberikan vote and comment:)

Selamat membaca:)

Dentingan pisau dan garpu seolah turut menemani kesepian Luna. Sepanjang makan malam berlangsung Luna hanya termenung dengan pandangan kosong. Ia benar-benar ingin menghabisi Zeth jika saja pria itu tidak mengancam.

Tapi Zeth tiba-tiba pergi begitu saja setelah makan malam berakhir. Entah kenapa pria itu pergi dengan kaos ketat mencetak otot kekarnya, yang jelas Luna tak ingin ambil pusing. Tujuan-nya adalah terbebas dari sekapan Zeth dan mencari tahu identitas pria itu.

Luna terbatuk mendengar suara dari luar. Ia bergerak hendak melihat namun salah satu pelayan melarangnya. "Maaf Ma'am sebaiknya habiskan makananmu dan segera naik ke kamar," katanya sesopan mungkin.

Kedua mata Luna menatap nyalang memperingati agar tidak ikut-ikutan mencegahnya. Dengan langkah lebar Luna keluar dan melihat Zeth yang tengah berlatih menembak. Dari kejauhan pria itu tampak mempesona dan menggairahkan. Namun ada yang tidak biasa dari pemandangan itu. Targetnya bukan papan peluru melainkan seorang pria.

Apa Zeth tidak waras? Pertama pria itu seperti orang gila berlari menembak di malam hari. Kedua, nyawa pria yang tengah gemetar itu menjadi taruhan-nya jika meleset. "Apa begini caramu menembak?" tanya Luna melipat kedua tangan-nya di dada.

Zeth tak menjawab, kali ini tembakan-nya sengaja meleset hingga melubangi kepala pria tadi. Sontak saja Luna tersentak lalu melotot ke arah Zeth. "Kenapa kau membunuhnya? Dasar pria sakit jiwa," hina Luna.

"Kenapa jadi kau yang bermasalah Luna? Kau begitu sensitif tapi berlagak sok kuat." Zeth tersenyum mengejek, seolah kembali menampar hinaan Luna.

"Kau terlihat seperti pria yang pintar. Tapi tahukah kau, tindakan yang kau lakukan tadi sangat murahan. Tidak-kah kau berpikir untuk apa dia bekerja denganmu? Di rumah mungkin saja anak dan istrinya menunggu suami dan ayah mereka pulang. Tapi begitu melihat mayat manusia tidak bersalah itu terkapar dengan luka tembak di kepalanya, bagaimana perasaan mereka. Pernah kah kau berpikir itu?"

Mendengar itu Zeth tertawa geram. Mengapa wanita ini pintar sekali membuat drama. Pertama membunuh adiknya dan sekarang mengajari apa itu arti hubungan. Menyedihkan. "Jangan mengajariku apa yang benar dan salah, saat kau sendiri tidak bisa membedakan-nya. Kau juga suka membunuh orang, mengapa harus menasehati orang lain?

"Aku membunuh untuk orang yang pantas mati," jawab Luna melirik tajam ke arah Zeth.

"Bagitukah? Jika ku katakan kau orang yang pantas mati, apa aku harus membunuhmu juga?" tanya Zeth tersenyum tipis kemudian mulai mendekati Luna.

"Kau tahu aku tidak pernah melarangmu untuk melakukan itu," balas Luna memutar bola matanya malas. Kata kematian seolah tak asing di telinga Luna, bahkan semenjak Alexa meninggal, Luna jadi tidak bersemangat hidup. Ethel, adalah satu-satunya alasan Luna masih bernafas hingga kini. Ancaman atau gertakan Zeth sama sekali tidak mempengaruhinya.

"Kalau begitu jawab aku. Kenapa kau membunuh-nya?" Kini nada Zeth terdengar mendesak dan memaksa. Pria itu tidak akan melupakan siapa pembunuh adiknya.

Luna mengernyit. "Apa sebenarnya maksud pertanyaanmu?"

"Kau sendiri tahu apa yang sedang ku tanyakan Ms. Hernandez." Zeth kembali memfokuskan pandangan-nya pada salah satu dari lima pria yang akan menjadi target selanjutnya. Tiba-tiba saja ide gila muncul di kepala Zeth.

"Aku tidak berminat menjawabmu," jawab Luna sarkastik.

"Lupakan itu. Bagaimana jika kau saja yang berdiri di sana dan menjadi target sasaranku? Berdirilah di sana dan letak-kan apel itu di atas kepalamu. Kau tadi mengatakan tidak pernah takut atau keberatan jika aku membunuhmu bukan? Kalau begitu berdirilah di sana dan berdo'a semoga tembakanku tidak meleset." Zeth mengambil sebuah apel merah kemudian memberikan buah itu pada Luna.

The Dangerous JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang