CHAPTER 15

301 22 0
                                    

Apresiasi cerita ini dengan memberikan vote and comment:)

Selamat membaca:)

Para Bodyguard memasuki mansion Zeth, mengikuti langkah Ethel dan Harvey. Sesekali Ethel mendongak melirik ke arah Harvey. Perbedaan tinggi mereka cukup mencolok. Seolah bisu Harvey tak menjawab kala Ethel mencecar beberapa pertanyaan. Mulut gadis ini seperti kaleng berkarat, berisik sekali. Pikir Harvey.

Ruangan serba putih itu begitu mewah dan elegant. Ethel masih harus bertanya pada si pria monster itu, walau sudah di abaikan puluhan kali. "Dimana Luna? Aku masih belum melihatnya."

"Mungkin sudah mati di makan rayap," jawab Harvey tanpa dosa. Rasa muak nya sudah melebihi level maksimal.

"Kau ini-"

"Bisakah kau diam saja dan ikuti aku? Mulutmu berisik, kau tahu!" potong Harvey berkilat.

Ethel berdecak lemah. Hingga tak lama seorang pria berbadan atletis di sertai pesona wajah durja tampan-nya menuruni anak tangga. Aura kekuasaan begitu mendominasi ruangan itu. Lain hal dengan Harvey, pria itu maju beberapa langkah seraya tersenyum hormat.

"Aku membawanya sesuai keinginanmu, sir," kata Harvey, Zeth mengangguk mengerti.

Zeth meneliti penampilan Ethel dari ujung rambut sampi ujung kaki. Seulas senyum terangkat di bibir Zeth. Gadis ini tidak jauh berbeda dengan Luna. Kelihatan liar dan tempramental. "Apa kau mengalami kesulitan Ms. Scheva?" tanya Zeth.

Lidah Ethel terasa kelu untuk beberapa saat, sebelum akhirnya berkata, "pria bodoh ini sudah menyiksaku, tidak hanya mengalami kesulitan tapi aku juga menderita! Tidak memberi makan padaku, sama saja dengan menyiksaku!" cerocos Ethel merasa ada peluang untuk mengeluhkan tentang pria tak punya empati ini.

Harvey hanya memutar bola matanya jengah kemudian kembali melirik pada Zeth. "Tidak perlu dengarkan dia sir. Masih untung tidak ku bunuh, tapi sekarang berlagak sok," cibir Harvey jengkel.

"Lupakan itu. Apa kau tahu kenapa aku meminta Harvey membawamu kemari?"

Ethel tergelak kemudian mengangguk. "Dia bilang akan membawaku pada Luna. Jika dia benar, kumohon pertemukan aku dengan sahabatku," pinta Ethel dengan nada memelas.

"Kau akan segera bertemu dengan-nya," jawab Zeth tersenyum tipis.

Zeth memberi kode pada salah satu pelayan agar membawa Luna kemari, dan langsung di patuhi pelayan itu. Tak berselang lama, Luna berjalan dengan wajah di tekuk, wajahnya yang sendu dan pucat menandakan jika wanita itu tidak baik-baik saja. Setelah mengalami mimpi buruk, Luna kehilangan selera untuk hidup.

"Luna," panggil Ethel dengan kedua mata berkaca-kaca. Ia terharu karena akhirnya bertemu dengan Luna setelah berhari-hari.

Luna terdiam, mendelik ke arah Ethel dengan raut wajah tak percaya. Berkali-kali ia mengusap matanya-berharap ini bukan mimpi. Wanita itu langsung berlari menuruni tangga kemudian memeluk Ethel sembari menangis terisak. Rasa sakitnya seperti tidak terbendung, dan melihat kehadiran Ethel sedikit meringankan beban hatinya.

"Kau kemana saja Luna?" Ethel menangkup wajah Luna dengan air mata menderu deras.

"Jangan tanyakan tentang aku. Bagaimana keadaanmu? Apa kau baik-baik saja?" Luna memeriksa bagian tubuh Luna. Ia melirik tajam ke arah Zeth kala melihat luka lebam di kaki Ethel.

Ethel hendak mengeluh tapi ia menggigit bibirnya mengingat Luna sudah sangat kesusahan selama ini. "Hanya luka lebam karena aku jatuh saat naik motor," jelas Ethel dengan nada tercekat.

"Oh ya? Tapi ini lebih terlihat seperti penyiksaan," kata Luna melirik tajam pada Harvey dan Zeth.

"Dari pada mendapat pelototan tajam, aku lebih mengharapkan ucapan terima kasih darimu karena sudah berbaik hati membawa temanmu ke sini. Apa itu belum cukup?" Zeth melipat kedua tangan-nya di dada sambil menatap horror pada Luna.

Luna terdiam, sesaat kemudian memaksakan senyumnya. "Terima kasih."

"Apa yang kau lakukan di tempat ini?" tanya Ethel lekat.

"Ceritanya sangat panjang. Sungguh Ethel, aku sedang tidak ingin bercerita tentang apa pun. Suasana hatiku sangat buruk," kata Luna melenguh lemah. Ia tidak mungkin mengatakan secara gamblang jika Zeth sudah menculiknya dan juga mengancam.

"Ya ya, baiklah."

Zeth berdehem. "Kalian bisa bicara sampai puas. But listen Luna, jangan mencoba untuk lari, hm," perintah Zeth dingin.

"Harvey, ikut aku. Ada hal penting yang perlu ku bicarakan denganmu."

Harvey mengangguk. "Baik sir."

Luna dan Ethel mematung sembari melihat Zeth dan Harvey menuju ruangan di sudut koridor. Dua pria itu begitu misterius dan sulit di baca.

Sudut bibir Luna terangkat membentuk seulas senyum. Awalnya ia pikir Zeth tidak punya empati dan belas kasih, tapi yang di lakukan pria itu hari ini menunjukan jika monster sekalipun memiliki sisi malaikat di sudut hatinya. Perspektif buruk mengenai diri Zeth perlahan mulai pudar di mata Luna. Walau terkesan impulsif dan manipulatif, Zeth tetap memberinya kesempatan untuk bertemu kembali dengan Ethel. Walaupun sampai sekarang Luna tidak tahu motif pria itu menculiknya.

"Oh astaga, apa itu? Sejak kapan kau mulai tersenyum manis huh?" senggol Ethel dengan nada menggoda.

Kedua pipi Luna memerah bak buah tomat. "Berhenti bicara omong kosong. Ayo aku akan mengobati luka lebam itu," ajak Luna menarik Ethel menuju kamarnya.

"Kau masih tidak mau menceritakan apa pun padaku? Apa ini ada hubungan-nya dengan Bryan?" tanya Ethel lekat.

Luna menghela nafas berat sambil mengoleskan salap pada luka lebam Ethel. "Ini cukup rumit, dan aku juga tidak mengerti."

"Apa maksudmu? C'mon Luna, kau berhutang penjelasan padaku. Tidak masalah jika kau tidak mau ceritakan detailnya, tapi aku juga tidak terima jika kau berada dalam bahaya," kata Ethel.

Luna terdiam beberapa saat. "Zeth menculik-ku."

"What the- tapi bagaimana bisa? Maksudku, apa kau punya masalah dengan-nya?"

Luna menggeleng. "Aku juga tidak tahu. Kau ingat saat sehari aku menginap di rumahmu? Saat itu dia masuk ke dalam rumah dan menculik-ku. Aku tidak yakin dengan ini, tapi kurasa dia sedang membalaskan dendamnya padaku."

Ethel menggeram mencoba mengatur nafas sebaik mungkin. Bukan hal asing bagi Ethel melihat sahabatnya itu terus di kejar maut. "Lalu? Kenapa dia membawamu ke sini?"

Luna mengedik-kan bahu. "Aku juga tidak tahu."

"Kita akan pergi dari sini, Luna. Aku tidak akan membiarkanmu hidup dengan para pria bajingan tengik itu," geram Ethel.

Luna menggeleng. "Maaf tapi aku tidak bisa, Eth. Tidak sampai aku menemukan jawabanku."

"Apa kau menunggu pria itu membunuhmu huh? C'mon Luna, jangan gila!" sergah Ethel frustasi. "Atau kau mulai menyukai pria itu?" lanjutnya.

"Aku akan mengambil air untukmu." Luna beranjak kemudian meninggalkan Ethel yang masih mematung tak percaya.

The Dangerous JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang