Sesuatu di Jalan

6 2 0
                                    

"Iiiitu .."ucap Airan gugup. 

"Jangan disebut, jangan ditunjuk." bisik Aiko kepada Adiknya

Ibu yang melihat kaget dan memastikan anak-anaknya duduk dengan baik dan tenang, meskipun wajah ibu jelas tampak tak tenang ibu terus berusaha untuk membuat mereka nyaman dan tidak panik. Airan sebagai anak bunsu meminta duduk didepan bersama ibu, ia takut di belakang bertiga dengan kakaknya. Sementara Aiko memilih memegang erat tangan kakaknya yang mungil. 

"Tarik napas perlahan, jangan ada yang berteriak sepertinya ia aka menaiki atap mobil." ucap Ayah pelan dengan tatapan mata tak lepas dari makhluk tersebut.  Ayah juga memastikan semua jendela dan pintu mobil terkunci dengan benar agar tiada celah untuknya masuk kedalam mobil. Semua mata tertuju dan menyaksikan langsung makhluk hidup sebesar Airan itu merangkak menuju kap depan mobil. Lalu menatap tajam di depan kaca depan. Napas mulai enggap dan tertahankan, sesak mulai terasa. 

"Jangan ada yang bergerak, bernapaslah seperti biasa jangan menahan napas, jangan timbulkan gerak ataupun suara apapun itu." ucap ayah sangat pelan namun tidak sedang berbisik-bisik. 

Semua tegang tidak ada yang berani bergerak ataupun bersuara, makhluk hidup loreng itu melompat ke atas atap mobil. Mobil berguncang terdengar suara Airan yang terkejut tak sengaja berteriak. Semua makin panik, tiba-tiba kepalanya muncul dari atap seakan mengintip dari kaca depan mobil. Sangat dekat, entah mengapa rasanya semakin membesar makhluk itu.  Tidak ada siapapun di tengah jalan yang berhiaskan pepohonan, sedang sepi-sepinya, tidak ada yang melintas, hanya ada mereka sendiri yang saat ini sedang mematung tak berani bergerak. 

"Ayah, Ibu aku mau pipis." Bisik  Airan tak tahan melihat semua kejadian ini yang terlalu menegangkan.

"Pake popok aja, kita gak mungkin keluar." bisik Athi pelan kepada adiknya. Airan yang paham akan situasi dan kondisi mengangguk dan bersegera menggunakan popok yang memang disediakan ibu.

Situasi yang sulit sudah lima belas menit mematung di tengah hutan, belum juga ada tanda-tanda akan kehadiran sosok yang membantu ataupun yang melintas jalan ini. Sementara hari makin gelap, beruntung hujan tidak turun dan yang ditakutkan masih santai di atas mobil tanpa suara. Ayah sesekali mencoba membuat ia pergi dengan mengetuk bebepa sisi atap mobil dari dalam, hanya saja tidak berguna. Jangankan pergi, bergerak saja ia tidak. Athi yang mulai risih dan keberaniannya yang mulai hadir meminta ayahnya untuk mencoba membunyikan klakson mobil agar terkejut dan ia pergi dari mobil. Namun sayangnya ayah tidak berani karena akan lebih parah jika makkhluk itu kaget dan ia mengamuk. 

"Harimau sialan." Hardik Aiko yang mulai tampak geram dengan keadaan yang sama sekali tidak bergerak ini. Tanpa pikir panjang Aiko mendekati ayahnya dan seketika menekan klakson mobil panjang dan lama. Hutan yang sepih mendadak riuh dengan suara klakson beberapa burung berterbangan karena terkejut, sementara harimau itu turun ke kap depan dan menatap tajam seakan ingin menerkam, menunjukan taringnya yang tajam tiada tandingan. Airan yang tepat didepan harimau itu menatap tajam tak berkedip, begitu juga Aiko yang masih menekan klakson dan mulai terlepas dengan ayah yang mengangkat tangai Aiko dari stir. 

Athi yang masih takut mengeluarkan buku yang ia temukan dan menunjukannya kepada harimau yang mulai akan mengamuk. Buku itu bersinar seisi mobil menjadi terang dengan warna-warni pelangi yang dipancarkan dari buku. Secepat kilat dalam sekali kedipan mata harimau di depan mata menghilang, pergi entah kemana? Tak tampak jejaknya berlalu. Setelah itu Athi menyimpan kembali bukunya dan seolah tak tahu apa-apa yang terjadi.

"Apa itu tadi yang bersinar?" tanya ayah dan ibu kompak.

"Tak peduli apa yang bersinar yang terpenting adalah akhirnya harimau sialan itu telah pergi." ucap Aiko yang sudah sangat geram.

Ayah tanpa suara melanjutkan perjalanannya tancap gas tanpa peduli kiri kanan, fokus kedepan. 

"Iya, tak peduli apapun itu. Bersyukur sekarang bisa melanjutkan perjalanan pulang." sambung ibu. Airan yang takut dan belum bisa tenang mencoba menutup mata mencari ketenangan di alam mimpinya. Athi yang melihat Airan telah tidur, menjadi tenang. Setidaknya apapun yang akn terjadi kelak tidak lagi disaksikan oleh Airan. Athi membujukk Aiko untuk tidur juga sepanjang perjalanan pulang agar tenang dan tidak perlu memikirkan banyak hal yang akan terjadi kedepan. Aiko yang pengertian dan tentu saja karena kasus harimau sialan ia tak tenang dan emosian. Ia memilih  untuk tidur menenangkan pikiran. 

Sekarang adik-adknya sudah tertidur. Athi, ibu dan ayah fokus memperhatikan perjalanan pulang, melihat kiri kanan mewaspadai agar tiada lagi kejadian yang terulang.

"Athi tidurlah." Pinta ibu dengan menepuk pundaknya pelan.

"Tidak, tidak ibu.." balas Athi singkat.

Perjalanan menuruni puncak mulai terasa lancar dan perlu empat puluh menit lagi melakukan perjalanan agar sampai ke rumah.

"Ayaaaaaaaaaaaaaaaah..."  

Athi dan KehilanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang