Nano-Nano

13 2 8
                                    

Di kantin rumah sakit Juna dan Rena hampir saja berteriak saking senangnya mendengar suara tawa lepas Acel yang selama ini tidak pernah mereka dengar. "akhirnya mas."

"iya, tapi aku yakin abis ini kakak kalo ditanya pasti dia bakalan bantah terus." Arjuna Mikael itu paham sekali kelakuan sang kakak. "iya sih, kata kakak dia gak mau ngeruntuhin tembok temen antara dia sama mas Ibas."

"dia tuh batu yang, kita ini apa dulu? Temen. Terus dia sama mantan brengseknya itu juga kan."

"hush mas!" tegus Rena.

"ya emang bener kan sayang, tapi aku seneng sih liat kakak sama mas Ibas dari dulu. Kamu inget kan dulu mas Ibas tuh yang dateng pas wisuda kakak."

"iya mas inget aku, makanya waktu itu aku gak asing sama muka mas Ibas. Terus gimana nih? Kita balik ke kamar kakak sekarang?" Juna menggeleng pelan. "jangan dulu, kita biarin mereka kencan dulu."

"terus Naya?"

"gak apa, percaya sama aku."

Kini ketiga orang itu tengah tertawa bersama karena cerita Naya soal teman sekolahnya yang menakuti guru dengan membawa katak peliharaannya ke sekolah dan membuat sekelas gempar karenanya, kini gadis itu sudah duduk diranjang sang tante dengan manis. "gitu mami, papi! Tapi Naya gak takut sama kodoknya cuman geli aja iyyy." Cerita gadis itu, alis kedua orang dewasa itu bertaut saat mendengar panggilan baru untuk Ibas dari gadis cantik itu. "kenapa mami? Papi?"

"Naya barusan manggil om apa?" tanya Ibas berusaha memastikan apa yang baru saja didengarnya itu benar. "papi. Kan Naya panggil mami, berarti om Ibas papi, papinya Naya."

"tapi Naya-," "pokoknya Naya gak mau denger protes, om Ibas jadi papinya Naya mulai hari ini. Naya suka sama papi, papi baik." Belum sempat Acel protes Naya sudah lebih cepat menyela ucapannya. Disaat yang sama Gina datang bersama dengan Mahen yang membuat suasana canggung itu sedikit mencair. "eh Gin!"

"Mahen?" tanya Ibas heran yang hanya dijawab kekehan pelan oleh pemuda bongsor itu, selang beberapa waktu kedua orang tua Naya kembali. "Naya, ayok pulang sayang, tante Gina udah dateng juga. Eh mas Mahen kan ya?" tanya Rena.

"hehe iya mbak, halo."

"Naya, salim dulu gih sama om Mahen." Pinta Rena dan dipatuhi oleh Naya sebelum ia membereskan beberapa mainannya ke dalam tasnya.

"kak, kita pulang ya, besok siang aku sama Naya kesini lagi. Mbak Gina titip kakak ya, kalo ada apa-apa telpon aja." pamit Rena.

"iya mbak, siap. Hati-hati ya mbak, mas. Dadah Naya!" jawab Gina.

"dah tante Gina, om Mahen. Naya pulang dulu ya." Pamitnya, namun sebelum benar-benar pergi Naya berlari kearah Acel. "dadah mami, besok Naya kesini lagi. Dadah papi, Naya pulang dulu ya." Kali ini Juna, Rena, Mahen dan Gina yang terkejut, belum lagi gadis kecil itu memeluk Acel dan Ibas bergantian.

'lu utang cerita ama gue bang!-Mahen

'good job Naya!'-Juna

--

Semenjak kejadian dirumah sakit hubungan Ibas dan Acel kembali rekat, tak jarang mereka saling bertukar kabar, ditambah lagi Naya yang selalu menanyakan sosok papinya itu. Kalau boleh jujur, Acel sangat senang karena ia bisa kembali bertemu dengan Ibas, namun ia harus teguh pada prinsipnya yang hanya akan menganggap pemuda itu sebagai teman, tidak boleh lebih meskipun sebenarnya Acel sempat memiliki perasaan lebih kepada pemuda itu tapi ia selalu menangkisnya dengan keras dengan pikiran bahwa ia hanya merasa nyaman dan kagum pada pemuda itu, tidak lebih.

"Cel!" sapa Ibas, malam ini Acel mengajak Ibas untuk makan malam bersama di sebuah pusat perbelanjaan tak jauh dari kantor keduanya. Senyuman terukir diwajah Acel saat melihat pemuda itu menghampirinya, membuatnya sedikit terpesona dengan penampilannya. Acel memang sering melihat beberapa pria dengan setelan kemeja dan celana kantor seperti yang ada dihadapannya malam ini, namun entah kenapa ketika melihat Ibas dengan balutan serupa membuat jantung Acel berdebar.

The Missing BoatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang