Sementara pesaing kuat Ibas kini tengah menarik kopernya masuk kedalam sebuah rumah yang akan dia tinggali selama beberapa bulan kedepan, euforia karena sudah menghirup udara yang sama dengan orang yang selama ini ia cari membuat pemuda itu tidak melepaskan senyumannya dan menyapa orang-orang yang akan bekerja bersamanya itu.
"pak Gio selamat datang dirumah dinas ya pak, kalau ada apa-apa bapak bisa hubungi saya." Ujar salah seorang yang ikut bersamanya semenjak dimobil dari bandara tadi. "ah iya, makasih ya. Nanti kalo ada apa-apa saya hubungi. Oh iya, setelah ini bisa tolong antar saya ke mall deket sini? Ada yang harus saya beli." Pintanya.
"oh baik pak, bapak mau ganti pakaian dulu atau kita langsung berangkat pak?"
"langsung aja, kasian kalo ke maleman kamunya."
Gio dan orang kantornya itu kini memasukki sebuah mall yang cukup ramai sore itu, namun dari banyaknya orang yang ada didalam gedung megah itu pandangan Gio terpaku pada seseorang yang kini tengah berada di toko yang hendak ia masuki.
"itu kan.." gumannya, ada gairah untuk menyapa gadis itu namun setiap langkahnya mendekat gadis itu justru semakin berbalik dan menghilang, mungkin semesta saat ini sedang berpihak pada Gio, saat ia keluar dari toko itu bersama rekannya itu sang gadis itu juga keluar namun senyuman Gio luntur saat ia melhat gadis itu tersenyum pada seorang pemuda yang menghampirinya, keduanya nampak bergurau dan tak segan tangan Acel mengamit lengan pemuda itu, tanpa ragu Gio mengikuti langkah kedua orang itu menuju bioskop, namun niatnya untuk masuk diurungkan karena ia tidak ingin membuat kekacauan dihari pertamanya dikota ini, dengan berat hati ia harus melepaskan gadis itu dan berharap mereka akan dipertemukan kembali suatu hari nanti.
Sepanjang perjalanan kembali ke rumah dinasnya Gio lebih banyak diam, kenangan-kenangannya bersama dengan gadis yang ia temui tadi kembali terlintas di benaknya, gadis itu tidak banyak berubah, senyumannya masih hangat seperti dulu, tawanya juga masih terpatri dengan jelas diingatan pemuda itu, membuatnya tidak bisa melarikan diri dari pesona gadis itu.
Sementara gadis yang membuat dunia Gio terguncang kini tengah tersenyum bahagia bersama dengan sosok lelaki lainnya, ya, Acel kini tengah tersenyum karena Ibas yang terus-terusan memuji masakannya, bahkan ia menceritakan apa yang terjadi saat ia menerima makan siang kiriman gadis itu.
"duh Bas! Udah aku terbang nanti kalo kamu puji terus!"
"hahah tapi beneran tau, temen-temen ku sampe kaget tumben banget aku dikirimin makanan siang."
Sesuai dengan rencana mereka kini mereka sedang mengantri untuk menukar tiket yang sudah dipesan secara online lebih dulu oleh Ibas, hari ini mereka akan menonton film yang terakhir rilis saat keduanya masih duduk dibangku kuliah, film yang mereka tonton disela-sela waktu jeda kelas saat itu.
"ih akhirnya ya Bas ada lanjutannya, ku kira udah gak ada tau. Kan terakhir yang kita pas kuliah dulu." Kenang Acel saat mereka memasuki studio mereka.
"iya ya, udah lama banget berarti itu Cel."
Keduanya menonton dengan khidmat, namun suasana sempat sedikit canggung diantara keduanya saat film menunjukkan adegan semi-dewasa, Acel benar-benar harus menahan untuk tidak tersedak minumannya sementara Ibas menggaruk tengkuknya canggung sambil berusaha tidak melihat adegan itu, setelahnya tidak ada lagi kecanggunggan diantara keduanya. Puas menonton keduanya singgah ke sebuah rumah makan yang malam itu cukup ramai di pinggiran jalan dekat dengan apartemen Acel, menurut gadis itu makanan disana sangat enak dan harganya juga cukup terjangkau ketimbang mereka harus makan direstoran yang ada di mall itu. Satu hal yang membuat Ibas kagum dengan gadis yang kini tengah serius memilih menu saat ini adalah kesederhanaannya, Acel bukanlah gadis yang mementingkan image nya atau gengsinya dengan makan di restoran mahal atau sekedar nongkrong di kafe mahal, gadis itu bisa menempatkan diri dengan sangat baik.
'gue mau makan di kaki lima sampe bintang lima sikat aja! yang penting makan, bisa makan bintang lima sukur, kalo cuman kaki lima juga sukur penting makan' begitu kata gadis itu saat Ibas mengajaknya makan saat kencan pertama mereka dulu.
"kamu mau makan apa Bas?" suara Acel menyadarkan Ibas dari acara mengangumi gadis itu.
"eh, eum, kamu ada rekomen gak?"
"hm, aku sih makan sup buntut, kamu mau itu juga? Enak parah tau Bas, percaya sama aku."
"ya udah samain aja gak apa."
"oh kalo gitu sup buntutnya dua ya mas, minumnya Bas?"
"teh anget aja."
"teh anget satu, jeruk anget satu ya mas."
Setelah memesan keduanya kembali diam sambil menikmati suasana rumah makan yang cukup ramai malam itu.
"kamu sering banget kesini ya?"
"mayan, kalo aku males masak aku beli disini, enak banget tau. Eh iya Bas aku mau nanya, boleh?" ijin Acel yang dijawab angggukkan dan senyuman oleh pemuda itu.
"kamu disini tinggal sama siapa?"
"aku tinggal sendirian Cel, sama kayak kamu di apartemen."
"beneran sendirian gitu?" kali ini ada sedikit kekhawatiran disuara gadis itu.
"iya, tapi seminggu sekali ada bibi yang dateng ngebersihin, kadang Mahen sering nginep juga. Kamu?"
"sama, sebenernya dulu aku tinggal sama Juna sama Rena, tapi aku mikir gak enak juga aku numpang sama mereka terus akhirnya aku beli apartemen yang aku tempatin sekarang pake uang pelangkah dari dia sama tabungan aku."
Ibas lagi-lagi dibuat terkesima oleh gadis itu, ia masih sangat mandiri seperti dulu. "iya juga sih gak enak ya kalo kamu sama mereka terus."
"iya, kasian juga kan mereka."
Obrolan mereka terhenti sejenak saat pesanan mereka diantar, Acel bersemangat menunggu respon Ibas soal makanan yang ia pesan.
"wah! Parah Cel ini enak banget!" senyuman lega terpatri diwajah gadis cantik yang kini ikut menikmati makan malamnya sambil berbincang ringan bersama dengan pemuda itu.
=====