Acel terbangun dari tidurnya dengan peluh yang membasahi wajahnya, napasnya tak teratur akibat dari mimpi buruk yang datang tanpa diundang, gadis itu melihat ke sisi lain ranjangnya dimana Gina terlelap pulas disana, diliriknya jam yang ada di kamar bernuansa minimalis itu masih terlalu dini untuknya bangun, karena takut untuk kembali ke alam mimpi akhirnya dengan langkah pelan gadis itu keluar dari kamarnya, jantungnya hampir saja terlepas saat melihat ada sosok lain selain dirinya dan Gina disana. Sosok itu tengah terbaring di sofa ruang santai sambil meringkuk kedinginan sementara di kamar tamu ada tubuh bongsor Mahen yang mendominasi kasur di kamar itu.
"hng? Cel?" suara serak khas bangun tidur milik Ibas membuat Acel kembali ke kenyataan dihadapannya perlahan pemuda itu bangun dan menarik tangan Acel untuk duduk disampingnya. "kamu kok bisa disini?"
"Mahen tadi jemput aku dibandara, terus pas mau pulang ternyata mobil Mahen mogok karena gak tau mau kemana ya udah Mahen nelpon Gina dan ya, gitu. Maaf ya gak bilang kamu dulu, kita nyampe sini kamu udah tidur gak tega mau bangunin, kata Gina kamu lagi kurang sehat. Sekarang gimana? apa yang sakit? Kok kamu gak tidur?" tanya Ibas lembut sambil menyeka suar yang masih terlihat diwajah Acel, ada raut ke khawatiran di mata lelaki tampan itu wajahnya memang terlihat sangat kelelahan tapi raut itu bisa terbaca disana, tanpa ragu lagi Acel menghambur kepelukan Ibas, ia bahkan bisa mendengarkan detak jantung lelaki itu sekarang. Air mata yang sejak tadi ia tahan meluncur tanpa permisi dan membasahi kaus Ibas malam itu, ia bahkan tidak sadar kalau rasa kantuknya sudah kembali namun seluruh ototnya menolak untuk bergerak dari posisinya, pelukan Ibas terasa sangat hangat, dan Acel juga merasa aman dalam kukuhan pria berlesung itu, tak masalah badan mereka sakit pagi nanti yang terpenting bagi Acel saat ini adalah rasa aman dan nyaman yang ia rasakan dalam dekapan Ibas.
"maafin aku ya Cel, aku telat dateng." Gumam Ibas sambil merapikan anak rambut wanita dalam dekapannya itu dengan penuh kasih sayang, jauh didalam lubuk hatinya ia menyesal melewatkan perkenalan dengan lelaki yang sudah membuat kesayangannya itu tersakiti, membuat yang selama ini ia lindungi dengan segenap tenaga terluka sampai sejauh ini sungguh Ibas ingin memutar waktu setelah mendengar apa yang terjadi pada Acel selama tidak berada di dekatnya.
Di tempat lain seorang lelaki yang masih terjaga dengan sekaleng bir dan sekotak pizza itu kini masih menatap kearah televisi yang menampilkan film aksi dengan tatapan kosong. Ia senang karena hari ini ia bertemu dengan sosok yang ia cari selama ini, namun ia juga sedikit kecewa dengan respon sosok itu tadi, terasa sekali ketakutan dan kepanikan disana saat itu.
"apa gue seburuk itu sampe dia ketakutan?"
"tapi dia kelihatan jauh lebih cantik daripada dulu."
"eh, tapi kapan dia gak cantik, dia selalu cantik." Dan monolog lainnya terdengar disana, lelaki itu nampak tidak peduli dengan waktu yang terus bergerak menuju fajar. "gue harus bisa dapetin dia lagi." Ujarnya.
Benar saja tubuh Acel terasa kaku saat perlahan ia membuka matanya, ia terkejut karena ia masih ada di dekapan Ibas, pelan-pelan ia bergerak agar tidak membangunkan lelaki itu namun usahanya sia-sia, lelaki itu mengerang pelan sebelum membuka kedua matanya.
"maaf ya Bas jadi bangunin lu." Ujar Acel kagok, Ibas membalas dengan gelengan pelan lalu mendekatkan dirinya pada wanita itu. "apa kabar? Aku tinggal dua minggu kok sakit sih Cel." Tautan alis tercipta diwajah Acel saat mendengar cara bicara Ibas yang tidak seperti biasanya ditambah pelukan dari lelaki itu.
"ha? Baik kok baik! A-aku udah mendingan kok, makasih ya Bas. Ma-maaf jadi bikin ka-kamu pegel tidur disofa." Acel sendiri heran mengapa ia menjadi terbata-bata seperti sekarang dan otaknya yang memberi perintah pada sendi sikunya untuk membalas pelukan Ibas pagi itu.
"mau sarapan bareng? Tapi yang deket aja, kamu masih pucet soalnya." Ajak Ibas pelukan mereka terlepas dan kini kedua netra mereka bertemu. "bo-boleh, tunggu ya aku ganti baju dulu." Pamit Acel lalu berlari ke kamarnya dan menutup pintunya dengan pelan sambil menetralkan detak jantungnya yang tidak karuan itu.
"inget Cel kalian itu cuman temen. CU.MAN. TE.MEN!" serunya pelan berusaha mengembalikan dirinya ke jalur yang benar, cepat-cepat ia mengganti pakaiannya dan menemui Ibas yang ternyata sudah siap diruang tamu. "yuk!" digandengnya tangan Acel dengan senyuman diwajah tampanya itu.
Seusai sarapan keduanya tidak langsung kembali ke unit Acel, mereka memilih untuk duduk sejenak di taman kecil di gedung apartemen itu sambil memperhatikan anak-anak kecil yang tengah bermain disana, kebetulan hari ini tanggal merah jadi anak-anak itu bebas berlarian di taman.
"enak ya jadi mereka." Gumam Acel.
"hm?"
"iya, enak aja gitu jadi mereka. Dunia mereka isinya cuman main, makan terus tidur. Padahal mereka pasti punya tugas sekolah tapi setelah itu mereka gak ada beban lagi, mau main ya tinggal main, mau makan ya tinggal makan, dan mau tidur ya udah tidur aja, gak ada pikiran yang aneh kayak orang dewasa." Ditiliknya anak-anak yang tengah tertawa riang itu, ada benarnya ucapan Acel, Ibas sendiri lupa kapan terakhir ia bisa tetawa dengan lepas sejak dua minggu kemarin, netranya teralih pada wanita yang duduk disampingnya tak bisa dibayangkan berapa banyak mimpi buruk dan hal buruk lainnya yang terjadi padanya saat Ibas tidak ada disisinya, betapa hancurnya wanita itu. Sebuah ide tergagas diotak Ibas.
"ikut kesana yuk!" ajaknya pada Acel yang keheranan melihat pergerakan Ibas yang tiba-tiba semakin heran lagi karena Ibas membawa mereka kearah beberapa permainan anak-anak ditaman itu.
"duduk sini!" Ibas menunjuk sebuah ayunan dan meminta Acel untuk duduk disana, awalnya Acel tidak mau namun sorot mata Ibas yang menggemaskan membuat hatinya luluh dan menuruti kemauan sang adam.
"siap ya! Satu, dua, tiga!" suara kekehan Acel terdenger saat ayunan mulai bergerak pelan, beberapa helai rambunya ikut berkibar senada dengan ayunan Ibas yang semakin kencang, jangan lupakan jeritan ketakutan Acel yang terdengar digendang telinga Ibas.
"Bas! Takut jatoh ih! Pelan-pelan aja!" namun setelah protes itu Acel justru tertawa lepas bahkan berteriak kesenangan, kini Ibas tidak mengayunnya lagi, ia berdiri disamping ayunan itu, menikmati pemandangan paginya tanpa ragu kamera ponselnya sudah mengambil momen dimana Acel tersenyum cerah sambil menikmati hembusan angin diayunan itu. "tetep senyum gitu ya Cel."
"uwaaw! Hehehe seru ih Bas, asik hihi." Tanpa sadar lengan Acel kini sudah bertengger di lengan kekar Ibas. "seru kan? Ntar kapan-kapan lagi kita main ayunan." Balasnya sambil merapikan rambut wanita itu.
"eum! Harus pokoknya harus kamu yang ngedorong ayunan aku."
"iya, yuk balik. Kasian Gina sama Mahen nanti."
Padahal tanpa mereka sadari ada dua pasang mata yang melihat kebersamaan mereka itu kini tersenyum penuh kelegaan dan ketenangan disana.
"asik bener dah yang abis main bareng." Ledek Juna saat mereka bertemu saat akan menaiki lift.
"lho? Kalian kok-," buru-buru Acel melepaskan apitannya pada lengan Ibas saat Juna melirik kearah apitan itu.
"halah, kek ABG baru pdkt aja kalian berdua, udah sarapan?"
"udah kok, tapi di atas ada Gina sama Mahen sih, mereka pasti belom sarapan. Kalian dari mana?" tanya Acel.
"tadi abis nganter Naya main ke rumah temennya deket sini jadi mampir deh, eh taunya asik pacaran lu berdua." Satu jitakan diterima Juna setelah mengucapkan kalimat itu.
===