Chapter 17

45 4 8
                                    

Sebelum Naura meninggalkan lantai ini, Vivi memberikannya kartu access pass ke segala penjuru kantor. Naura bahkan bisa melihat Putra sudah sibuk berbicara dengan ponselnya. Ekspresi wajah Putra saat serius bekerja mengingatkannya ketika berlindung di rumah rahasia Putra. Naura pun memasuki lift, di sana ia bisa melihat denah kantor beserta penjelasannya. Setelah menekan lantai 1 untuk ke cafe, Naura kembali memperhatikan denah kantor yang bergerak di industri kontraktor dengan seksama.

Setiap lantai dimiliki oleh tim yang berbeda-beda. Sesuai dugaannya, lantai 19 yang merupakan lantainya bersama Putra merupakan lantai untuk petinggi perusahaan. Lantai 16 dimana ruangan Vano berada itu untuk tim project coordinator. Sedangkan lantai 13, tempat ruangan Aryo, dimiliki oleh tim site engineer.

Naura melangkahkan kakinya ke cafe yang sudah cukup ramai. Sekarang, sudah setengah jam lebih dari jam masuk kantor. Naura memperhatikan penampilannya dalam diam saat mengantri, seharusnya outfit-nya hari ini tidak mencolok. Ia juga hanya mengenakan heels pendek sekitar lima senti, tapi ia masih merasa menjadi pusat perhatian.

Saat Naura menengok pada kaca yang tidak jauh darinya, ia baru menyadari asal dari ketidaknyamanan dirinya. Dirinya yang memang bertubuh tinggi diatas rata-rata perempuan Asia membuatnya terlihat lebih tinggi dari para wanita di sekitarnya sekarang.

Naura menghembuskan napasnya pasrah. Apa sebaiknya ia menghubungi Aryo untuk menjadi penyelamatnya kali ini?

"Beb, kok lo masih di sini? Bukannya bentar lagi rapat sama tim project coordinator mau mulai ya?" ucap salah satu wanita di depannya.

"Iya abis ini gue mau ke lantai 17. Tapi biar muka gue enggak lecek-lecek banget sebelum ketemu The Perfect-Exotic-Frozen Flame-Alpha, gue harus minum kafein! Ih, lo liat muka gue kucel banget karena lembur semalam," jelasnya heboh sendiri.

Naura hampir saja tersedak saat julukan untuk Vano disebut dengan lancar dan penuh penekanan. Naura menggeleng tidak menyangka, Vano benar-benar seterkenal itu dan Putra tidak melebih-lebihkan. Di lihat dari mata berbinar dua wanita dihadapannya, Naura yakin setiap kali Vano melewati mereka, pasti kedua orang ini akan meleleh.

"Tapi lo denger enggak sih, tadi pagi Pak Bos dateng sama cewek. Katanya cantik banget. Duh, kayaknya saingan kita kali ini berat banget deh. Yah, stok cowok ganteng single berkurang deh, beb,"

Naura sekuat tenaga menahan ekspresinya agar tidak terlihat shock berat sekarang. Astaga, memang banyaknya populasi karyawan laki-laki lebih banyak di sini, tapi kalau populasi karyawan wanita semuanya seperti dua orang di depannya ini, ia bisa pusing tujuh keliling.

Benar kata Putra, pasti ia akan habis jadi bahan gosip kalau menggandeng lengan Vano melewati lobby utama.

"Aduh enggak tau deh gue pusing. Daripada pusingin cewek enggak jelas gitu, gue mau cepet-cepet ketemu Pak Vano biar seger mata gue. Harus lebih semangat deketin dia sebelum ketikung lagi,"

"Tapi memang gue bingung sih. Masa cowok sesempurna Vano masih workaholic gitu. Apa dia mau menyia-nyiakan bibit unggul di diri dia gitu?"

Okay, kali ini Naura tidak bisa menahan emosi yang semakin membara di dadanya. Boleh tidak ya Naura minta on-board besok di kantor ini? Setelah dua orang itu berlalu, Naura memesan amerikano sambil mengingat dengan matang wajah mereka.

Lihat saja nanti, ia akan memberikan perhitungan yang setimpal sama mereka. Selain itu, ia akan benar-benar mempermasalahkan hal ini sama Vano dan Aryo. Memang dua orang itu tidak ada akhlak, bisa-bisanya tidak ada yang memberitahukan tentang ini.

Dengan kondisi mood yang sudah semakin berada di zona merah, Naura memutuskan duduk di area outdoor. Di sini cukup sepi, seperti yang dibutuhkannya sekarang. Naura sepertinya tidak sanggup lagi untuk menjaga image kalau mendengar celetukan atau gosip yang beredar di kantor ini lagi.

Dalam Mercusuar [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang