Indah masih ingat dengan kejadian tadi. Dia tidak terima kalau dosennya mengusirnya keluar kelas hanya karena dia terlambat.
Dia cuma terlambat 40 menit saja. Biasanya dia terkadang tidak masuk kelas. Jika dia tidak ada mood untuk belajar.
Dia tambah kesal, saat Papanya malah membelah dosen itu dan tidak memecatnya. Padahal kan, saham terbesar dimiliki oleh Papanya. Kapanpun kampus itu bisa bangkrut, saat Papanya menarik investasinya.
Tapi dia tidak habis pikir, Papanya malah bilang, itulah yang terbaik untuk dirinya. Dia masih tidak mengerti, apanya yang baik yang dimaksud Papanya.
Pikirannya menerawang saat seorang cowok menghalangi jalan yang membuatnya tambah makin gusar.
Dia tidak habis pikir, di dunia ini ada orang yang berani - beraninya menghalangi jalannya. Biasanya saat dia berjalan semua orang akan menyingkir dari hadapannya, karena mereka semua takut kepadanya.
"Indah, kamu masih marah ya sama Papa" kata seorang cowok masuk ke kamarnya serta duduk di tepian tempat tidurnya. Laki-laki Itu mengelus kepalanya.
"Udah tahu pakai nanya lagi" kata Indah dengan menunjukkan kekesalan. "Untuk Papa ke sini?" semprotnya lagi.
"Papa minta maaf, sayang.Tapi ini semua demi kebaikan kamu. Kamu itu sudah besar, bukan lagi anak kecil" kata Papa Indah sambil terkekeh geli dengan tingkah laku putri cantik semata wayangnya.
"Papa nggak usah ceramah. Di sini nggak ada yang mau dengerin. Kalau mau ceramah, pergi aja ke masjid Pa!" ucap Indah malah tambah kesal dengan ucapan Papanya.
"Kamu kan tahu, kamu anak satu-satunya Papa. Kamu yang akan mewarisi harta Papa. Kamu harus jadi gadis yang pintar sayang. Jadi kamu harus kuliah. Kalau bukan kamu, siapa lagi yang akan melakukan sama itu semua" kata Papanya tidak terlihat marah dengan tingkat laku putrinya yang kurang sopan itu.
"Itu mulu yang Papa bahas. Kupingku udah panas dengarnya" kata Indah tambah kesal sambil menutupi kepalanya dengan bantal.
"Ya udah kalau kamu nggak ingin dengarin kata- kata Papa. Suatu saat kamu past akan mengerti dengan semua yang Papa lakukan untukmu" kata Papa Indah lalu pergi keluar kamar.
Sementara itu Indah yang sudah mengetahui kalau Papa sudah keluar kamar pun, langsung menyingkirkan bantal yang menutupi wajahnya.
"Itu mulu yang dibilang, emang nggak ada yang lain?" gerutu Indah terhadap dirinya sendiri.
Tiba-tiba HP Indah berbunyi yang membuatnya tambah kesal. Dia pun mengambil HP-nya yang berada di atas meja. Dia mendengus kesal saat melihat nama Apri yang tertera disana. Dengan malasnya dia pun mengangkat telepon itu.
"Cepat, kalau mau ngomong!! Kalau nggak ada yang penting jangan hubungi aku" semprot Indah.
"Oke-oke Indah, aku bawa kabar penting tentang Rejali."
"Rejali, siapa? Nggak usah bertele-tele, to the point aja langsung" kata Indah dengan nada khasnya yang sedang kesal.
"Hehehe. . . , jangan marah gitu dong, nanti cepat tua loh."
"Gue matiin nih"
"Jangan, ini soal cowok yang tadi itu namanya Rejali, anak Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan PAI Semester 1, baru masuk."
"Oke terus?" kata Indah dengan nada semangat, seakan-akan dia mendapatkan permainan baru.
"Dia, kelas PAI 5, kosnya sama dengan Rian. Tadi Fauzan bilang dia sangat akrab dengan Rian."
"Menarik sekali." Senyum sinis terpampang di wajahnya. "Baru Semester 1, sudah berani melawanku, jurusan PAI pula" kata Indah lagi.
"Oke kan, info ku."
"Iya - iya, kirimkan dia kode peringatan. . . ," kata Indah memberi perintah. "Eh... Eh tunggu dulu, kamu kirim No HP-nya, biar aku yang akan memberinya pelajaran."
"Kamu wanita. Cantik lagi. Jadi tidak usah melakukan pekerjaan kotor ini. Jadi biar aku saja."
"Mau aku keluarin dari kampus?" ancam Indah tidak suka, jika ada orang yang mengganggu kesenangannya.
"Eh... Eh, jangan gitu dong. Oke, aku akan kirim sekarang"
"Bagus, masih ada yang lain?"
"Nggak ada sih."
"Kalau gitu aku tutup dulu. Aku nggak akan menghukummu, karena moodku lagi baik sekarang. Lain kali kalau sampai terlambat lagi. Kamu bisa berakhir seperti si Tali itu. Apa kamu mengerti?"
"Baik, Nona. Aku nggak bakalan ngulangin lagi."
"Karena kamu budakku yang paling setia. Aku akan lupakan itu."
"Baik Indah."
"Oh iya, suruh Rian untuk buat tugas tadi dan harus selesai besok. Aku nggak mau tahu dia harus membuatnya bagaimanapun caranya. Itulah akibat dari melawan Nona."
"Baik, Indah."
Indah pun menutup teleponnya. Senyum sinis menghiasi wajahnya, saat menerima WA dari Apri yang berisikan deretan angka-angka yang biasanya disebut No. Telepon.
Dia segera mungkin menambahkan No. HP itu ke kontak telepon, dan membalas pesan dari Apri tersebut.
😈👿☠️👻👻👻👻👻👻👻👻👻👻☠️👿😈
Hai, UP lagi nih. Sesuai dengan janjiku kemarin. Sekarang UPnya panjang loh dari biasanya. Semoga yang baca makin suka dengan novel ini.
Terima kasih bagi yang sudah mengikuti semua novelku. Walaupun lama up, tapi tetap akan di lanjut kok. Jangan lupa juga untuk mampir ke karyaku ini. Janji deh akan di up lebih cepat walaupun nggak bisa setiap hari.
@Cinta_dan_benci
Semoga kisah - kisah ini dapat menghibur kita semua.
Salam manis,
Azumi
KAMU SEDANG MEMBACA
Siap Melayani Anda, Tuan Putri
Teen FictionTakdirku Aku... Aku pernah merasakan Apa arti kebahagiaan Namun terkadang... Kebahagiaan tak bernilai apapun Karena seseorang yang sering kulihat Jauh untuk ku gapai Orang itu selalu marah kepadaku Dan jujur aku tak tahu apa yang pernah ku perbuat A...