Fighting Step || Chapter 3

782 117 47
                                    

Fatih menatap datar wanita berambut sebahu dengan dress hitam. Ditambah dengan make-up tipis yang menempel di wajah tirusnya.

Eumm, bagaimana kabar kamu? ”

Dia hanya mengangguk singkat. Saat ini, mereka berada di cafe terdekat. Lia lebih memilih diam seraya bermain ponsel. Sedangkan wanita yang bernama Salsa itu menata rambutnya yang sedikit berantakan.

“Udah lama ya, kita gak ketemu.. ”

Dia hanya diam seraya menyesap es cappucino yang dia pesan.

Brakk

Meja itu digebrak oleh Lia dengan cukup keras. Untung saja tidak ada pengunjung disini.

“Mau mbak itu apasih?! ” tanya Lia dengan sedikit kesal. Jujur, dia sedikit sebal dengan sikap ramah yang Salsa ditunjukkan kepada abangnya. Terlihat centil menurutnya.

Salsa hanya diam tak mempedulikan pertanyaan dari gadis itu. Iris matanya menatap Fatih dengan inteks.

Eumm, Tama.. aku-- terima lamaran kamu. Aku mau jadi istri kamu! ”

Salah satu alisnya terangkat. Dengan santai, dia menyesap minumannya sambil tertawa pelan. “Maaf, sudah tidak berlaku lagi.. ”

Seketika, senyum yang tadinya terpancar di wajah Salsa, kini redup bagaikan hilangnya cahaya. Netra mata wanita itu berkaca-kaca. “Kenapa? Kamu udah gak cinta sama aku? ”

Lia tertawa keras. “Maaf nih mbak sebelumnya.. Mbak punya kaca gak? Mikir dong, bang Fatih lamar Mbak itu kapan? Hampir tiga tahun yang lalu lho.. ”

“Malahan, dulu Mbak yang nolak dari awal.. Mbak lupa? ” lanjut gadis itu sambil menyesap es durian favoritnya.

“Saya sudah tidak cinta sama kamu, Salsa.. ” jawabnya dengan nada datar. Wanita berambut sebahu itu menggelengkan kepala.

“Gak mungkin! Aku tau, kamu masih cinta sama aku kan, Tama? ”

Fatih hanya diam seraya memalingkan wajahnya.

“Kamu tau, kenapa dulu aku nolak kamu?! Karena aku mau pantasin diri aku buat kamu. Aku gak mau, kamu malu punya istri kaya aku nanti. Selama ini, aku berjuang keras meraih impianku, jadi model. Karena apa? Biar aku itu pantas buat kamu, Tama! ” lanjut Salsa sambil menahan tangisannya.

“Aku cinta sama kamu. Aku gak nolak lamaran kamu.. gak! Aku cuma butuh waktu buat mantasin diri aku buat kamu. Aku kira kamu masih setia nunggu aku. Tapi, ternyata.. ”. Wanita itu tersenyum miris. Jari-jemarinya menghapus kedua pipi yang telah basah oleh air mata.

Tangannya menujuk ke arah dadanya. “Kamu tau, aku sakit hati! Apalagi waktu aku mau nolak lamaran kamu, itu terpaksa! Aku cinta sama kamu, Tama!! ”

Tangan Salsa berusaha meraih tangannya. Namun dengan sigap, Fatih menghindar. Wanita itu tersenyum tipis.

“Tapi maaf, saya sudah melupakanmu.. ”

Salsa tertawa hambar sambil menggeleng pelan. “Aku gak percaya! Karena aku yakin, hati kamu berkata lain! ”

Fatih menggelengkan kepala. Dia berdiri. Tangannya menarik Lia untuk segera pergi. “Maaf, saya harus pergi. Satu hal yang harus kamu tahu.. Ya, saya memang belum sepenuhnya melupakan kamu. Tapi, saya akan berusaha melakukannya. Karena kamu bukan Salsa yang saya kenal seperti dulu” ucapnya sambil melangkah pergi meninggalkan Salsa yang berderai air mata. Sedangkan Lia tertawa pelan dan mulai menyusul sang kakak.

Fighting Step

Bandara Internasional Soekarno-Hatta..

Fatih berdiri dengan gagah. Baju loreng biru laut kebanggaannya telah tersemat sempurna di tubuhnya. Baret biru mudanya bertengger indah bak mahkota di kepalanya.

Tangan kanannya menggenggam erat koper hitam berukuran sedang. Iris matanya menatap sepasang pasutri paruh baya dan seorang gadis yang berdiri di depannya.

Dengan erat, dia memeluk tubuh ketiga orang yang dia sayang. Dia memejamkan mata. “Hati-hati ya, nak! Ingat, jangan lupakan Allah dimanapun kamu berada! ” pesan Sarah kepada putra sulungnya. Tangannya mengusap punggung Fatih dengan lembut.

Hari ini, dia akan terbang ke Lebanon dan bertugas disana selama satu tahun. Seluruh anggota pilihan saat ini tengah mengucapkan salam perpisahan untuk orang tercinta baik untuk kekasih, buah hati, maupun keluarga.

“Siap, ma! Fatih akan selalu mengingat pesan mama! Mama sama papa sehat selalu. In Syaa Allah, kalau Fatih ada waktu, Fatih akan telfon kalian” jawabnya seraya mencium punggung tangan kedua orang tuanya secara bergantian.

Lalu, dia merentangkan kedua tangannya di depan sang adik. Dia mengulas senyum. Dengan cepat, Lia memeluk tubuh sang kakak.

“Abang disana jaga kesehatan! Kalo bisa, bawa calon kakak ipar, ya? ”

Dia tertawa pelan. Tangannya mengusap pucuk kepala Lia dengan lembut. Bibirnya mengecup singkat kening sang adik.

Dengan perlahan, dia melepaskan pelukan tersebut. Lalu, dia memberikan hormat sebelum kedua kakinya melangkah pergi memasuki bandara.

“Abang pergi. Jaga diri kamu baik-baik! Assalamu'alaikum, ma, pa.. ”

Fighting Step

Fighting Step [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang