Bab 2 | Davian

358 17 0
                                    

Kami semua keluar dari lift lalu berjalan masuk ke sebuah auditorium mewah yang di-design dengan gaya klasik. Sebelum masuk, kami -aku dan timku- menyerahkan undangan kepada seorang petugas perempuan yang berjaga di depan pintu Auditorium. Perempuan dengan blazer dan rambut yang disanggul rapi itu membolak-balikan undangan sebentar lalu mulai membuka buku tamu, mungkin mencocok-kan nama dibuku tamu dangan yang tertera diundangan.

"Pak, Davian Deniswara, silahkan bapak tanda tangan di sini." Perempuan itu menunjuk kolom kosong disebelah namaku dan aku langsung mengisinya dengan tanda tanganku. "Silahkan bapak menempati meja nomor tiga di depan sana."Lanjutnya lagi.

Aku mengangguk singkat, mengambil kembali undangan dan berjalan menuju meja nomor tiga.

***

Kami menempati sebuah meja bundar yang dilengkapi enam buah kursi. Tiga kursi untuk aku dan timku dan tiga kursi lagi entah untuk siapa. Di atas meja ada sebuah vas bunga dan enam botol air mineral dalam porsi tanggung. Oh iya, sekedar informasi, aku membawa dua orang ditimku. Aga, sahabatku dan satu lagi pak Bayu, senior yang sama-sama berasal dari departemen perancangan dan perencanaan.

"Dav, menurut lo bisa nggak kita menangin tendernya." Aga yang duduk disampingku mulai buka suara. Aku mengangguk mantap. Aku yakin perusahaan kami mampu memenangkam tender ini dan membawa pulang kontrak senilai puluhan Triliun.

Bukan rahasia lagi kalau perusahaan kami kerap kali mengusung ide-ide kreatif dan selalu menjamin mutu dan kualitas produk pembangunan di atas segalah-galahnya.

Sudah setengah jam berlalu dan ruangan auditorium nyaris terisi penuh oleh orang-orang berdasi. Ini adalah tender mega proyek pengembangam dan pembangunan kawasan apartemen, resort dan sejumlah perumahan elit. Sudah pasti banyak perusahaan yang ingin ikut serta di dalamnya.

"Selamat malam pak Davian, boleh saya duduk di sini." Itu Prama Ardiansyah, pengusaha sukses sekaligus salah satu pesaing terberat perusahaan kami.

Prama beserta kedua orang temannya menduduki tiga kursi kosong di mejaku. "Silahkan duduk pak Prama." Aku ikut bangun, membalas jabatan tangan Prma lalu kembali duduk. Pak Bayu dan Aga juga melakukan hal yang sama.

Ngomong-ngomong, ini kali ke empat perusahaan kami berdua ambil bagian dalam tender yang sama. Aku memang sudah menduga sejak awal kalau Prama tidak mungkin melewatkan tender dengan nilai kontrak sebesar ini dan dugaanku terbukti. Prama sendiri hadir di sini dan duduk di meja yang sama denganku. Percaya atau tidak, aku dengan jelas bisa mencium aura persaingan diantara kami.

***

Tepat pukul 19:00 seorang bule yang langsung kukenali sebagai Mr.William masuk ke dalam ruangan diikuti oleh belasan pria bule berjas lainnya. Kami semua semua berdiri menyambut kedatangan Mr.Willam yang adalah owner sekaligus CEO perusahaan pembuat tender ini. Beliau mengambil tempat yang memang telah disediakan untuknya di atas podium.

Menit-menit awal setelah kedatangan Mr.William berlalu dengan pidato singkat yang langsung dibacakan oleh Mr.William sendiri. Dalam sambutannya, beliau merasa sangat tersanjung karena banyak sekali proposal pengajuan keikutsertaan tender yang masuk ke kantornya. Tidak lupa beliau menjelaskan secara garis besar tentang spesifikasi mega proyek melalui beberapa slide yang ditampilkan pada sebuah monitor besar di depan sana.

"Baik, kita rehat dulu sebentar dan kembali lagi sekitar pukul 20:30 karena saya akan langsung mengumumkan pemenang tender. Kalian boleh bersantai sejenak menikmati minuman serta kudapan yang sudah disediakan." Kata Mr. Willam mengakhiri pidatonya. Dengan sopan beliau langsung mempersilahkan kami semua untuk menikmati waktu rehat kami.

EnchantedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang