05 # our beloved Jisya Zoe

457 92 4
                                    

Niat Jisya pergi ke kelas 12 IPA 2 adalah untuk mengantarkan kue buatan si Mami untuk kakak sepupunya yang tengah berulang tahun, tapi sewaktu sampai sana ia malah menemukan kelas tersebut berubah menjadi prasmanan dadakan, sebab ada banyak lauk pauk yang tersaji di meja depan plus nasi liwet dan juga anak-anak kelas yang mengantri untuk mengambil makanan secara bergantian.

"Eh Jisa mo ngapaen kesinii?" Tanya Xabiru, si ketua kelas. Dia emang ketua kelas sekaligus penjaga pintu sih, jadi tiap ada anak kelas lain yang ke kelasnya pasti bakal berhadapan dulu sama dia.

"Mo nemoin kak airinss," Jawab Jisya dengan mulut yang ikut dimonyong-monyongkan mengikuti lawan bicaranya.

Xabiru tertawa, "Ngapaen si loo, itu bibir dah kek ikan lohan ajee. Noh si Irene lagi makan, masuk ajee."

"Oko dokoo!"

Kelewat gemas, Xabiru pun menjitak jidat gadis itu. Jisya malah nyengir lalu masuk kedalam kelas dan menghampiri Irene yang tengah makan di mejanya bersama beberapa temannya yang lain.

"Eh si ayangg!" Seru Wendy, bestie Jisya yang pas SMP dulu selalu ngajakin dia ngejamet di pasar malem ataupun bawa dia pergi ke konser band rock lokal.

"Haii ayang!"

"Bawa apa tuhh?"

"Kue buatan si Mami buat kak airinss."

Irene yang sedari tadi diam pun melambaikan tangannya, menyuruh Jisya untuk mendekat ke arahnya, lalu ia tarik kursi di belakangnya untuk anak itu duduk.

"Nih kak, hepibesdey ya. Jangan judes-judes mulu ntar cepet mati."

"Ngelunjak ni anak, makasih deh. Nanti bilang si Mami, malem dateng ke rumah."

"Ngapain? Ambil rambutan?"

"Pikir aja deh."

Jisya mendengus sebal, untung saja ia sudah terlatih berhadapan dengan manusia modelan Irene. Yaㅡtentunya karena Aksa yang sejenis dengannya! Judes dan irit bicara.

"Ambil makan sana Ji," kata Moza, teman Irene yang lain.

"Iya deh ntar aja, ini kak Irene ya yang iniin makanannya?"

"Hmm."

"Kok gak dimarahin guru sih?"

"Ya dia anaknya kepala yayasan, siapa yang berani marahinn??"

Benar juga.

"Ayang makan dong, enak tauu. Apa mau disuapin? Nih aaa~" Wendy menyodorkan sendok berisi nasi dan juga lauknya ke hadapan Jisya.

"Aaa~"

"Gimana gimanaa?"

"Enakkss!"

Irene melirik ke arah adik sepupunya itu lalu ia pun bertanya, "Katanya kemarin sakit?"

"Huum! Vertigonya kumat!"

"Udah kaya orang tua aja sih Jii," Pungkas Zoya.

"Iya nih kak, penyakitnya gak elit bangett!"

"Migrain aja udah nyiksa banget ,apalagi itu yaa?"

"Iyaa, vertigo tuh next level, nyampe gerak dikit aja bisa oleng kaya abis naik kora-kora."

Dan yaa begitulah si Jisya Zoe, dia ngobrol dengan siapapun nyambung-nyambung saja, bahkan kalau kalian tauㅡdi luaran sana banyak sekali orang yang kenal dengannya. Dimulai dari pedangang, tukang parkir, Ibu-ibu, bapak-bapak, bahkan sampai bocah pun tau siapa itu Jisya.

Dia bukan terkenal sih, tapi karena anaknya ramah dan suka sekali mengobrol dengan orang lain sekalipun itu orang yang baru ia temui. Makanya banyak yang kenal. Dia juga tidak melihat umur, gender, bahkan latar belakang, kalau mereka orang waras maka Jisya tidak akan segan-segan mengajaknya ngobrol.

Berbanding terbalik dengan Jisya, Aksa itu orang yang bicara seperlunya saja, dan jika diluaran ia tidak akan mengajak orang lain ngobrol terlebih dahuluㅡmenunggu ditanya, barulah ia membuka suara.

Bahkan orang-orang pun lebih banyak yang mengenalnya sebagai kekasih Jisya ketimbang sebagai dirinya sendiri. Dan Aksa sudah tidak aneh lagi bila ada yang tiba-tiba menghampirinya hanya untuk bertanya, "Ini Aksa kan? Pacar Jisya?" Lalu mereka memperkenalkan diri sebagai teman gadis itu ataupun kenalannya.

Nah, baru saja membicarakan hal itu, kini Aksa yang tengah belajar bersama Gloria di perpustakaan sudah dihampiri oleh dua orang perempuan yang katanya teman Jisya. Mereka bahkan ikut bergabung di mejanya, dan ia iyakan saja.

"Thanks ya sa udah ngizinin gabung," Ujar Jihan, ia melirik ke arah Gloria dan memasang wajah meledeknya.

"Hm."

Dania yang disamping Jihan pun menarik senyuman miringnya. Beruntung sekali mereka di pertengahan istirahat tadi disuruh mengembalikan buku pake ke perpustakaan, karena akhirnya mereka bisa berhadapan langsung dengan Gloria disaat ia sedang bersama Aksa seperti ini.

Rasanya sangat menyenangkan kala melihat raut wajah kesal gadis itu.

Aksa sendiri tidak begitu peduli, toh paling teman-teman Jisya itu hanya ingin memastikan dirinya tidak macam-macam dengan perempuan lain. Karena setaunya, teman-teman Jisya memang agak sedikit protektifㅡmengingat betapa baiknya gadis itu memperlakukan mereka, maka mereka pun melakukan hal yang sama untuknya. yah meskipun tidak semuanya, hanya sebagian.

Ah, Aksa jadi teringat masa lalu kalau begini caranya.

Dulu disaat ia baru berpacaran dengan Jisya juga cukup banyak orang yang memperhatikannya dan mempertanyakan seberapa pantasnya ia untuk menjadi kekasih Jisya.

Lama kelamaan ia jadi terbiasa bila ada orang luar yang ikut campur pada hubungannya degan gadis itu. Selagi untuk hal yang baik, Aksa tidak akan marah.

Atau mungkin belum?

[ a k s a : 11 Oct. 2021 ]
©eleventhusiast

Aksa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang