Aku kembali menapakan kaki di sini. Kota yang dulunya menjadi jajahan para wisatawan, sekarang sangat sepi, berantakan, bahkan bisa dikata kota mati. Akan sangat mengerikan jika sudah gelap, reruntuhan gedung pun dapat membahayakan orang-orang yang kemari. Entah dengan alasan yang penting, atau hanya sekedar bosan berada di bunker dan mempertaruhkan nyawa. Namun, sekarang aku kembali kemari, bersama dengan tiga rekanku.
"Kita langsung saja ke rumah sakit, waktu kita tidak banyak. Ingatlah, Jaehyun hyung memberi waktu hingga pukul 16.00." Jeno menyiapkan senjata, siap untuk melindungi kami.
"Baiklah. Jungwoo Hyung, apa saja yang perlu kami ambil?" aku kembali melihat dokter muda di sampingku dengan segala pesona yang ia miliki. Tidak, aku hanya mengagumi segala yang ia dapat di usia mudanya. Ada yang sudah menempatkan namanya untuk memilikiku di dunia ini.
"Obat merah, anti septik, bius, dan banyak lagi. Obat-obatan di bunker mulai habis, jadi kita ambil yang dapat kita bawa. Sisanya biar tim lain yang mengurusnya,"
"Oke, aku dan Jeno akan berjaga. Kau dan Jungwoo Hyung mengambil obat-obatan. Akan kubunyikan peluit untuk menandakan kita bertemu di sini." berakhirlah kami berpencar setelah setuju dengan rekan sepelatihan ku—Huang Renjun.
.
"Hyung, bolehkah aku bertanya?"
"Hm? Tentu saja," kami baru saja sampai di suatu ruangan yang kami perkirakan adalah tempat obat-obatan. Ruangan yang tak begitu besar namun tertata rapi.
"Jujurlah, apakah para peneliti dan dokter telah menemukan titik terang dari penyakit ini?" pertanyaan yang selama ini memenuhi otakku pun akhirnya kutanyakan. Sudah sangat lama pertanyaan itu muncul semenjak aku dan keluargaku diungsikan dalam bunker.
"Pertanyaanmu itu pasti ada di setiap orang. Sangat mengganjal, kan? Tapi sekali lagi, aku pun belum dapat memastikan. Karena aku dokter muda, kami diberikan kebebasan untuk merawat pasien. Dan untuk pertanyaanmu itu, hanya para peneliti dan dokter senior yang mampu menjawab. Maafkan aku jika jawabanku mengecewakanmu, tapi memang itu kenyataannya."
Entah mengapa aku merasakan sedikit kecewa mendengar penjelasan dokter muda itu. Seperti harapan yang selalu menyemangati ku tiap bangun dari tidur seketika menjauh.
Sedang asik dengan pikiranku, tiba-tiba suara peluit langsung menyadarkanku. Aku dan Jungwoo Hyung saling pandang sesaat, kentara dengan air muka kami yang menegang.
"Para Penggila!" suara Renjun begitu nyaring terdengar dari HT yang ku pasang di pundak.
"Baiklah, kami ke sana." ucapku singkat dan langsung pergi dari tempat itu bersama Jungwoo Hyung dengan ransel berisi obat-obatan di pundaknya.
Aku dapat melihat para penggila mulai berdatangan, bersama senjata-senjata mereka. Beruntung, Roky –mobil jeep rakitanku– terparkir tak jauh dari titik temu kami. Segera saja kami memasuki mobil dan menancap gas untuk pergi dari tempat itu. Para penggila pasti akan dengan mudah mengepung kami nantinya. Aku tak ingin mati duluan hanya karena kalah jumlah.
"Tim medis?! Kalian sudah meninggalkan tempat itu? Radarku mendapatkan sinyal, banyak penggila mulai berdatangan." HT ku kembali berbunyi. Dan pasti ini dari pusat bunker, tempatku tinggal sekarang.
"Ya, kami selamat dan sekarang menuju pangkalan. Sementara, kami aman berkendara dengan kecepatan 45km/jam." Renjun mengambil HTku dan langsung menjawabnya.
"Baguslah, para penjaga pun sudah siap."
"Baiklah."
.
Mobil kami baru saja terparkir ketika seseorang tergopoh-gopoh menghampiriku,
"Mark hyung! Haechan hyung, dia pemutihan!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Markhyuck's Library
FanfictionSelamat datang di Markhyuck's Library. Remake dari buku Midyear Library di akun wattpad @aivon-sii. Singkatnya, ini kumpulan oneshot buatanku tentang pair dari kapal yang kutumpangi. Dan terutama adalah Markhyuck. silakan menikmati ^^