a Journey to Forget You

93 8 0
                                    

-3 MENIT MENUJU PENGHAPUSAN MEMORI-

Di depan sekarang terdapat dua sejoli, berdampingan dengan tali merah mengikat pergelangan tangan mereka. Begitu erat hingga beberapa luka gores itu meneteskan cairan merah dari sana. Sementara waktu terus bergerak mundur. Keduanya tak lagi saling pandang. Berdiri tegap, begitu gagah hingga dapat sembunyikan rasa gugup keduanya. Kedua tangannya saling mengepal satu sama lain.

"Apa kalian sudah siap?"

Mendengar itu, keduanya saling menenggak saliva. Menyiapkan diri untuk dihapuskan kenangan keduanya. Menyiapkan diri untuk meniti kehidupan selanjutnya dan kembali merajut kenangan dari awal. Keduanya menutup mata untuk kembali mengenang segala hal yang mereka lewati bersama sebelum angka-angka itu berubah bulat seluruhnya.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

/Sudah sampai mana?

Aku di peron 5/

/Minumlah susu yang banyak agar tidak tenggelam dalam kerumunan

Jika tidak menemukanku, kau juga pendek sialan./

/jaket jeans dengan wajah linglung?

Ia menengok ke segala arah. Mencari keberadaan si bule. Dan ketika kedua maniknya menemukan sosok yang sudah lama tak dijumpainya berdiri tak jauh darinya malah mengundang sepasang maniknya memanas. Senyum hangat itu muncul sembari tangannya melambai. Melangkah dengan pasti sembari membenarkan letak ransel pada pundak kirinya.

"Cih, sialan." tangannya langsung menyambut pelukan erat lelaki di hadapannya. Begitu erat hingga peluh keluar dari sepasang pejaman mata itu. Menghirup sedalam-dalamnya wangi yang selama ini ia sangat rindukan. Mengundang rasa asing yang nikmat dalam dirinya. Begitupun yang dirasa si bule.

Dipertemukan dalam acara besar konglomerat yang mengundang kedua keluarga mereka 7 tahun yang lalu. Menjalin hubungan erat di antara keduanya sebagai sahabat selama 2 tahun. Dan kembali dipisahkan diusia 13 tahun. Hanya mengandalkan kemajuan teknologi dalam bertukar kabar, dan tanpa disadari saling menyimpan rasa lebih dari sahabat.

Kini mereka kembali bertemu untuk pertama kalinya setelah hampir 9 tahun tak bertemu langsung. Tumbuh sebagai dua lelaki menginjak masa dewasanya. Saling sampaikan rindu lewat eratnya pelukan keduanya, hingga suara pemberitahuan menyadarkan mereka dan menyudahi adegan berpelukan.

"Waw, kau..."

"Aku tahu. Sangat berbeda, kan?"

"Kurasa Papa Ten sangat gemar memberimu makan hingga tumbuh sebulat ini," ucap si bule sembari mengusap gundukan kecil yang tertutup kemeja putih yang ia kenakan.

"Hey, setidaknya hargai usahaku dalam memasuki klub futsal. Itu juga dia alasannya," meraih pergelangan tangan yang bahkan lebih kecil dan ramping dari miliknya, juga penuh akan urat itu.

"Ah... Iya iya, kau mengurusnya dengan baik. Ayo! Sebelum tertinggal kereta," menautkan genggaman tangan lalu menariknya, agaknya mengajak memasuki gerbong yang telah terbuka lebar. Keduanya tersenyum senang. Waktu bersama mereka akan sangat membayar 9 tahun kerinduan keduanya.

Tak ada kata hening, perjalan jauh mereka diiringi dengan kisah-kisah keduanya. Saling bertukar cerita selama tak bersama. Berbagi rasa kasih untuk hilangkan rindu yang masih menyelimuti. Tak ada sungkan, tak ada malu. Benar-benar seperti kawan lama yang baru bertemu kembali. Duduk saling berhadapan, saling tatap tanpa pudarkan senyuman. Tak ada kantuk, tak ada bosan. Bahkan mereka telah mengabadikan beberapa foto untuk mengenang pertemuan ini.

Markhyuck's LibraryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang