04

8.4K 530 31
                                    

Membeli bahan pangan untuk rumah. Sayur, bahan lauk-pauk, dan banyak lagi. Aku terus tersenyum sembari menenteng belanjaan menuju mobil. Bersenandung sembari menatapi layar ponsel dimana terdapat seorang gadis tengah berusaha melepas tali-tali ditangan dan kakinya.

Aku sukses terkekeh. Kucing kecilku ingin kabur heh?

Hampir pukul empat sore. Mobil berhenti tepat di depan rumah. Aku berjalan semangat sembari beryanyi kecil. Membuka pintu rumah dengan seringaian lebar.

Sayang, aku pulang!

DUK! DUK!

" Tolong! Tolong! "

Terkekeh lagi. Aku tetap tenang menyusun bahan belanjaan ke kulkas. Membuat segelas teh dan sepiring nasi dengan lauk yang sempat ku beli.

Gedoran pintu mengeras. Aku tersenyum, berdiri didepan kamar menunggu sampai kapan gadis manisku itu lelah dan menyerah.

Menunggu hingga lima menit. Gedoran pintu terhenti. Aku dengar dengan jelas isakan kecil didalam sana. Melepas gembok, pintu kamar ku buka hingga senyumanku dibuat melebar.

Sangat kacau. Kacau sekali. Apa gadisku ini sangat berambisi ingin menyakiti diri sendiri eh?

Tangan dan kaki membiru, wajah ayunya memerah, dan berantakan. Betapa cantiknya kamu sayang. Menelan ludah, tenggorokkanku tiba-tiba kering.

Meletakkan nampan. Aku tetap diam menatapi wajah kacau kakak. Gadis itu beringsut panik sembari melempariku tatapan bengis.

" Tenggorokanmu sakit? " Aku berjalan mendekat. Menggeram rendah agar ia tak berhenti mengelak saat tubuhnya ku bopong ke ranjang.

Kakak memalingkan wajah. Tangan kecilnya bergerak panik menarik selimut hingga tubuhnya tertutupi. Aku sukses tersenyum, wajahnya ku belai tanpa peduli pada ekspresinya yang jijik. " Bagaimana? Usahamu berhasil? Sayang, lihat tanganmu, kamu membuatnya semakin cantik. "

Aku terkekeh. Kakak beringsut mundur setelah menarik kasar tangannya dari genggamanku. Kaki-kakinya ku tarik kasar hingga kakak terdorong maju. Nampan makan ku raih, kembali ku beri asupan pada kucingku yang manis.

" Enak? Kenapa menangis, hm? "

Pipinya ku belai. Kakak sesenggukan setelah menelan sendokan ke lima. Gadis itu menatapku lama hingga tiba-tiba ia menyemburkan nasinya ke wajahku.

Hm. Anak nakal ini. Haruskah ku buat mulut cantikmu tak berfungsi?

" Apa ini, sayang? " Mengusap wajah. Ku tatap datar wajahnya yang merah. Kakak tampak kesulitan bernafas seolah pasokan oksigen menyempit.

Kucing nakal.

Piring ku letakkan kasar ke lantai hingga tubuh kakak berjenggit. Aku mendengus saat gadis itu bergerak mundur takut. " Bersikap kurang ajar. Apa ini, hm? Lupa cara menggunakan mulut dengan benar? "

Kukira kakak benar-benar menjadi kucing yang penurut. Tapi ternyata tidak. Gadis itu tampak takut namun bibirnya mengulas senyuman lebar. " Apa yang salah? Untuk apa aku menjaga mulutku untuk pria berotak gila sepertimu? "

Aku tertegun ditempat. Sungguh berani. Setelah kebisuannya kakak berhasil membuat darahku mendidih sekarang.

Menggeram marah. Aku merangkak cepat ke ranjang, kakak memekik keras saat rahangnya ku cengkram kuat. Bibirku terulas miring, " Jaga sikapmu itu, sayang. Aku masih baik hati untuk memberimu makan, dengar? Dan mulut cantikmu ini, "

Aku memiringkan kepala, " Jadi anak baik, jaga mulutmu atau aku akan merobeknya. "

Tersenyum puas. Ku kecup labiumnya yang pucat saat tubuhnya sukses menegang. Kakak mendongak seolah batinnya benar-benar lelah ku bentur. Air matanya menderas dengan mulut terbuka lebar saat gadis itu kembali ku suapi.

Aku terus tersenyum. Menikmati pancaran matanya yang sakit. Aku tahu, kakak tengah membunuhku dalam otaknya.

Tersenyum manis, terus ku suapi gadis itu hingga nasi tandas. Tak peduli tangisanya mengeras atau bahkan ia tersedak. Segelas air ku titah hingga habis. Kepalanya ku tarik mendekat, kukecupi sayang wajah bahkan bibirnya yang manis.

Kakak semakin sesenggukan.

" Gadis pintar. Kemari, sayang.. " Ku peluk tubuhnya setelah puas bibir itu ku cumbu. Berdiam diri. Aku terpejam menikmati deru nafasnya yang kasar, juga isakanya yang pedih.

Betapa indah alunan musik ini.

Hening sesaat, sebelum senyumku melebar saat tiba-tiba kakak menggeram panik dengan tubuh bergerak kaku. Ia memberontak, kakak menangis histeris saat peluknya ku lepas hingga tubuhnya jatuh dan tak mampu digerakkan.

Obatnya sudah bereaksi huh?

Tak mampu berbicara, kakak terus memaksakan kakinya sebagai pendorong tubuh menjauh saat aku mengambil langkah mendekat. Gadis itu berteriak tak jelas. Berjongkok, aku terkekeh saat matanya tak lelah melempariku tatapan benci dan amarah besar.

Oh, sayang, lihat dirimu sekarang. Suka dengan hadiahku?

Manikku menggelap. Inilah akibatnya menjadi nakal dan tidak tahu diri.

" Ayo mandi, sayang. "

Acuh pada tangisanya. Tubuh kakak ku bopong dan ku letakkan dalam bath up. Bibirku tertarik ke atas, wajahnya yang banjir ku usap sayang. Keningnya ku kecup sebelum helai demi helainya ku tanggalkan.

" MMHHH! MRRHHH! "

Nafasku memburu. Hawa panas seolah berhembus pada tubuh. Betapa indahnya kamu sayang. Betapa cantik sesuatu yang selalu kamu sembunyikan dalam balutan pakaian besarmu.

Manikku menggelap, kabut seolah memblokir pandangan. Aku menunduk untuk menciumi pipi dan lehernya. Tubuhku bergetar, oh Tuhan. Tidak, tidak, jangan hukum aku. Biarlah seperti ini.

Biarkanlah aku menikmati penyimpangan ini. Beginikah nikmat dari kesalahan?

" Sangat cantik, sayang. " Aku berbisik nakal padanya. Kakak mendongak dan berteriak saat tanganku turun ke dadanya. Tangisannya mengeras dengan kepala menggeleng kasar.

Tapi aku tidak peduli. Ku kecup keningnya sayang sebelum tubuhnya ku mandikan. Pelan-pelan, penuh kelembutan dan hati-hati. Aku menikmati setiap detik dan menit ini.

Satu jam berlalu. Aku keluar dengan handuk melingkari pinggang. Kakak ku bopong setelah tubuhnya ku balut handuk. Gadis itu tak berhenti menangis bahkan merengek. Sungguh menghiburku.

Pipinya ku kecup. Tubuh kecilnya ku letakkan hati-hati ke ranjang. Aku duduk disisi kasur menatapi wajahnya yang merah. Kakak masih sesenggukan. Bibirku tertarik ke atas. " Ssshh, sayang, kenapa menangis terus, hm? "

Dibalas rengekan tak jelas. Aku terkekeh saat kakak menggeram sembari memaksakan tubuh menjauhiku. Gadis itu akan mengeraskan tangis saat tahu bahwa tindakannya sia-sia.

Menarik selimut, tubuhnya yang terbalut handuk ku tutupi hingga dada. Aku berdiri untuk mengganti pakaian, lalu kembali untuk berbaring sembari membawa tubuhnya ke dekapanku.

Bibirku rasanya kaku lantaran aku tak bisa untuk berhenti tersenyum. Punggungnya yang dingin ku usap sayang. Pinggulnya ku jerat lebih erat.
" Lana, aku sangat bahagia. Kukira memilikmu adalah hal yang mustahil terjadi. Tapi nyatanya kamu berada dalam pelukanku sekarang. "

Hening. Aku tersenyum saat deru nafas kakak melemah. Gadis itu diam seolah telah pasrah pada keadaan. " Namamu telah terukir didadaku, artinya tidak ada jalan untukmu pergi. Dan juga, sayang, jangan khawatir. Aku tak akan sejahat itu untuk merenggut keperawananmu, "

Senyumku melebar nakal, " ...yaa, setidaknya bukan untuk sekarang. "

Jantungku maraton. Tubuh tegang kakak ku peluk setelah keningnya kukecupi sayang. " Selamat tidur, sayang. Aku juga mencintaimu. "

















______________________________________

MINE, HONEY!

I'M Obsessed[OnGoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang