Sinar mentari pagi membangunkan seorang pemuda berambut marun dari tidurnya. Ia merengggangkan tubuhnya dengan mengangkat tinggi-tinggi kedua tangannya keatas. Suara bergeletuk terdengar dari ototnya yang tertarik. Ia mengedarkan pandangan, beberapa kali menguap tanda masih mengantuk.
Tak ingin berlama diatas kasur, segera ia bangkit dan berjalan lunglai menuju kamar beberapa kawannya yang masih terlelap.
Sampailah ia disebuah kamar yang masih tertutup rapat.
Sebelah tangannya terangkat mengetuk pelan dan konstan pintu kayu sederhana itu."Kabane-san! Waktunya bangun! " teriaknya dengan lantang.
Sunyi menjadi jawaban dari teriakannya. Tangan yang masih terangkat diudara sekali lagi akan kembali mengetuk pintu.Namun tiba-tiba pintu itu terbuka dan menampilkan wajah laki-laki yang mengerutkan dahinya. Matanya menyimpit dengan ekspresi tak bersahabat.
Pemuda berambut marun itu tersenyum lebar kala melihat tuannya berdiri dihadapannya."Selamat pagi, Kabane-san! " sapanya dengan riang.
Kerutan semakin memenuhi dahi Kabane. Lelaki berambut navy dengan rambut acak-acakan itu memilih diam, tak berniat membalas sapaan dari Konoe.Dengan santai Konoe menerobos masuk menuju kamar Kabane, yang tentu dihadiahi pelototan oleh empu pemilik kamar.
"Kabane-san mohon tunggu sebentar. Saya akan merapikan kamar anda. " jelas Konoe sambil melipat rapi selimut yang tergeletak diatas kasur. Ia menyusun rapi bantal dan membereskan seprai yang sedikit kusut.Dengan sigap ia membuka jendela berbahan kayu. Seketika udara sejuk khas pagi hari menerpa kulitnya. Lalu ia menuju lemari kayu dan membukanya. Mengambil sebuah jubah berwarna coklat. Jubah kesayangan 'Tuan' nya.
"Ini jubah anda, Kabane-san. " ucapnya sambil menyerahkan jubah yang tergantung di hanger.
Senyum lebar masih tak lepas dari wajahnya.Kabane menghela nafas, ia mengambil jubah coklatnya dari kedua tangan Konoe lalu memakainya dengan pelan. Konoe masih berdiri disana dengan senyumnya yang khas.
"Perlu saya bantu? " tanyanya menawari Kabane.
Kabane hanya menggeleng, ia melirik Konoe dengan tangan merapikan jubahnya."Tidak perlu, " jawabnya singkat.
Kupluk yang tersingkap ia angkat untuk menutupi kepalanya."Kau tidak perlu melayaniku seperti dulu, Konoe. "
Konoe yang membawa tumbukan seprai yang harus dicuci memiringkan kepalanya, cengiran ia lemparkan menuju Kabane yang sibuk dengan kedua belatinya.
"Mau dulu atau sekarang, saya senang tetap bisa tetap melayani anda, Kabane-san! "Kabane menghentikan kegiatannya sebentar. Tubuhnya sedikit tersentak, namun tak ada kata yang terucap dari mulutnya.
Konoe yang sudah berberes dengan tangan penuh keluar dari kamar Kabane.
"Saya permisi, Kabane-san." pamitnya sambil menutup pintu.•••
"Kuon-san~ Waktunya bangun~"
Setelah merendam seprai milik Kabane, ia melanjutkan membangunkan satu lagi rekannya. Konoe berdiri tegak didepan pintu kamar Kuon, hening menjadi jawaban dari ketukannya. Konoe mendengkus geli sambil menggeleng pelan.
Dengan pelan ia membuka pintu kayu itu. Pintu berderit pelan lalu terbuka menunjukkan isi dari kamar sederhana itu. Disudut ruangan, terlihat ranjang berbahan kayu diisi oleh seseorang, terlihat dari rambut merah yang menyembul dari balik selimut putih yang dipakainya.
Dengan langkah perlahan, Konoe mendekati ranjang kayu itu. Berniat membangunkan sang empu kamar.
"Kuon-san~ Sudah pagi. Waktunya bangun~" ujar Konoe sambil menggoyangkan pelan tubuh Kuon yang terbungkus selimut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Story ¦ i7 fanfiction []
Fanfiction•La Danse Macabre event universe Kisah para pejuang dan petarung tanah hina, tentara pelindung sang 'malaikat ' , Pendeta terhormat, dan yang terlupakan... Disajikan dengan apik dan berbeda dengan cerita lain. Yang dapat membawa para pembaca ke peng...