Chapter 5

54 12 9
                                    

"Ow~ ada tikus hijau yang mampir ternyata~"

Laki-laki berkacamata itu menghentikan langkahnya, ia menatap kesekeliling. Berusaha mencari asal suara menyebalkan yang baru saja ia dengar. Namun yang tertangkap matanya hanya puing-puing bangunan runtuh yang terlihat menyeramkan tapi terasa biasa baginya.

Cura mendelikkan kedua bola matanya, terkejut bukan main ketika sadar dimana ia menginjakkan kaki.

Cura meruntuki kebodohannya, ia lupa jika ia harus menghindari distrik terkutuk ini. Distrik 12 markas para pemberontak haus darah, Kokujohyako. Dan sekarang ia berdiri ditengah-tengah distrik yang sangat ingin ia jauhi. Entah antara ia kerasukan atau terlalu banyak melamun, namun ia sekarang harus terjebak ditengah-tengah distrik tanpa kehidupan itu.

Sangat gegabah dengan tindakan mengantarkan nyawa sendiri.

Cura mengacak pelan rambutnya, melampiaskan kekesalan dirinya karena terlalu ceroboh memasuki kandang mangsa. Tinggal harap-harap cemas saja dia bisa keluar hidup-hidup dari sini.

"Oh~ Tikus hijau ini pasti ketakutan, kasihan~"

Urat didahi Cura terlihat menonjol, ia memicing tajam menuju tempat yang ia yakini menjadi tempat persembunyian suara yang sejak tadi mengejeknya. Dengan masih menatap kearah yang ia yakini, Cura bersiap dengan kuda-kuda. Tak terasa satu tetes keringat dingin jatuh dari pipinya, tanda bahwa ia saat ini sangat tegang.

Bingo!

Cura bersorak dalam hati, dugaannya tepat. Dari balik puing sebuah rumah muncul lelaki berambut biru muda berbadan besar nan tinggi lengkap dengan senjata miliknya yang berupa bumerang berganggang.

Wajah pemuda itu– Cura menyebutnya pemuda sebab terlihat lebih muda darinya– terlihat ogah-ogahan dan malas, namun Cura tahu. Jika ia lengah sedikit saja, maka kepala berambut hijau miliknya akan melayang terpisah dari tubuhnya.

Tentu Cura tak mau itu terjadi, enak saja dia harus mati disini. Dia tidak sudi!

"Kau pasti... Placernya Kokujohyako, kan? "

Pertanyaan Cura dibalas satu alis terangkat oleh yang bersangkutan. Pemuda berambut biru muda itu memutar sekali bumerangnya, menyeringai lebar.

"Aku senang tikus hijau ini sedikit lebih pintar dari tikus-tikus lain~ "

Cura seakan terpelatuk sesuatu, emosinya terus naik turun hanya karena orang berambut biru muda dihadapannya. Rasanya Cura ingin merangsek maju saja lalu memukuli wajah menyebalkannya.

Tentu itu hanya angan-angan semata, sudah cukup kebodohannya hari ini dengan memasuki kandang mangsa dengan tanpa rekan.

Terkutuklah Fuuga yang membuang bubuk mesiu miliknya yang berharga dengan sengaja hanya karena ia memukul kepala Libel saat bercanda bersama. Libel saja tidak marah, kenapa si rambut uban krim itu yang marah-marah?

Ah. Cura melupakan fakta jika Fuuga penggemar nomor satunya Libel.

Cura mengerutkan dahinya, meruntuk sekali lagi. Memangnya apa salah bubuk mesiu tersayangnya sampai-sampai menjadi bulan-bulanan si penggila Libel itu? Harusnya bubuk-bubuk itu menjadi bom yang akan meledakkan segalanya dengan indah. Harusnya.

Cura menggeram, kekesalannya memuncak ketika mengingat kilas balik ketika bubuk mesiu tersayangnya diperlakukan semena-mena.

Dan karena hal itu ia harus pergi jauh hanya untuk mendapatkan bubuk mesiu baru yang berkualitas baik dengan daya ledak yang tinggi juga, lalu dengan apiknya ia terjebak disini.

Sungguh ironis.

Cura melompat kebelakang ketika merasakan hembusan kuat angin menerpa wajahnya,
'Ha-hampir saja wajahku terbelah... ' gumam Cura dengan dada berdetak kencang. Kembali meruntuk, menyalahkan dirinya yang malah melamun disituasi yang pelik ini.

Pemuda berambut biru muda itu memutar-mutarkan bumerang miliknya, menatap nyalang dengan wajah datar,
"Aku tidak suka... Jika tikus buruanku... MENGABAIKANKU! "

Cura menghindar, menarik napas ketika bumerang itu melesat ke kiri badan. Merobek sebagian lengan baju kirinya, lecet terlihat dilengan ketika Cura melirik sebentar keadaan lengannya.

Cura mendelik kearah Placer,
"Hei! Jangan robek bajuku! Hanya dua pasang yang aku miliki dan sekarang kau merobek yang ini?! "

Placer memasang wajah tak peduli, sekali lagi ia mengayunkan bumerang miliknya. Menyerempet ke kanan badan Cura. Kali ini bagian pinggang yang robek, jubah dan baju dalaman milik Cura mengangga lebar.

"Oi! Sudah kubilang jangan robek bajuku! "
"Kalau begitu diam saja, tikus hijau. Akan kupenggal kepalamu. Itu lebih baik daripada aku merobek bajumu, kan? "

Cura berdecak kesal, enak saja omongan si Placer ini. Belum lagi dia menyeringai dengan tatapan dingin, lebih baik dia sekarat dipukuli Fuuga daripada mati dipenggal si Placer ini.

"Jadi... Kau mau aku pasrah dipenggal olehmu? "

Senyum kekanakan muncul diwajah Placer, terlihat seperti anak kecil yang diberikan permen oleh ibunya.

"Ya! Kau berbaring saja, nanti kupenggal kepalamu dan kubawa ke Vida~" ucap Placer dengan aura berbunga-bunga.

Sinting!

Cura menjeritkan kata itu dalam hatinya, mana ada orang yang memasang wajah kekanakan dengan aura bahagia ketika akan memengal kepala orang. Dan bagusnya, Cura menemukan satu spesies yang sesuai dengan kalimat perumpamaan mustahil tadi.

Cura melirik kantong yang tergantung dijubah miliknya, terlihat bergerak-gerak. Ludah diteguk perlahan, untuk mengalihkan ketegangan yang mencengkram dadanya.

"Baiklah... Aku datang... "

Cura berjalan mendekat, dengan tangan mengenggam siap kantong yang tergantung. Placer bersiap dengan bumerangnya, memasang wajah bersemangat.

Sekarang!

Dengan cepat, Cura membuka kantong itu lalu melemparkannya kearah Placer. Beberapa tikus mulai keluar dari kantong yang ia lemparkan dan menaiki badan Placer.

Entah mengapa Placer terdiam dengan tatapan berkilauan ketika melihat tikus-tikus itu memanjat ke tubuhnya.

Bagus. Perhatiannya teralihkan sekarang–

LARI!

Cura berlari sekuat tenaga, melangkah panjang nan cepat. Napasnya berusaha ia atur agar tak cepat habis, ia harus meninggalkan tempat ini, secepat mungkin!

Ia mau tak mau harus berterima kasih pada Libel, yang entah mengapa membawakannya sekantong tikus alih-alih pedang atau pistol.

'Ini pasti akan lebih berguna. Aku tahu otak pintarmu akan memanfaatkan ini sebaik mungkin. '

Ck. Rasanya seakan Libel dan Fuuga mengiring dirinya merasakan setetes neraka.

Senyum terbit dibibir Cura ketika ia berhasil keluar dari distrik 12. Ia masih berlari dan berlari.

"Yah. Tak apa. Lagipula aku bisa merasakan pengalaman tak tergantikan. " gumam Cura.

Sepertinya ia mulai sinting seperti pemuda bernama Placer itu.

"Jika kau ingin hidup didunia ini, maka sinting adalah jalan satu-satunya, AHAHAHA. AKU PAHAM! AKU PAHAM! BOM TERSAYANGKU, AKU DATANG! "

'•'

"Makanan~"

Placer berjalan dengan ringan. Senyum terus tersemat di bibirnya. Didekapannya ada beberapa tikus mati, makan kali ini akan lebih mengenyangkan. Pikirnya.

Placer mengadah, menatap langit diatasnya.

"Kuharap aku bisa memengal kepala tikus hijau itu suatu saat nanti~"

______________________________

WAAA–

ENTHOR SALUT SAMA AUTHOR LAIN YANG BISA BIKIN ADEGAN ACTION EPIC LEWAT UNTAIAN KATA–

Ini perdana Enthor bikin scene action–

Tapi rasanya juga gak bisa disebut action 😭

Wong cuma " Syut! Whushh! Sret! Ama Buk!! " kalo ada backsoundnya–

Our Story ¦ i7 fanfiction []Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang