Chapter 6 ; Rebbelion

65 12 18
                                    

"Baiklah. Sesuai rencana, besok kita akan menculik tenshi ! "

Laki-laki berambut hijau dengan kacamata menghela napas, menaikkan kacamata miliknya yang turun beberapa senti. Ia menatap kedua rekannya dengan dahi berkerut-kerut.

"Ya ampun. Kalian benar-benar bersemangat, ya? " tanyanya dengan nada malas.

Yang berambut abu mengangguk yakin, ia menatap rekan sebelahnya sambil menepuk pundaknya.
"Tentu saja, Cura. Aku yakin kita akan berhasil menjalankan rencana ini dengan perencanaan cemerlang milikmu. Iyakan Fuuga? "

Fuuga, mengangguk yakin. Laki-laki dengan rambut yang diikat kebelakang sedikit itu menatap kagum Libel, laki-laki berambut abu dengan tudung yang menutupi sebagian rambut miliknya.

"Tentu saja! Aku yakin bahwa Libel-san akan berhasil– Ah tidak! Pasti berhasil! " kata Fuuga dengan ekspresi bersemangat. Libel terkekeh geli, sebelah tangannya mengelus perlahan rambut milik Fuuga.

Cura mengacak kasar rambut hijau berantakannya, semakin menatap dengan dahi berkerut,
"Aku merasa terhormat dengan keyakinanmu pada rencanaku, Libel. Tapi kau tahu, idemu itu... Gila. "

Libel mendengkus geli, ia menatap wajah kesal milik Cura. Cura yang ditatap hanya merotasi mata malas. Sudah kenyang dengan ide gila rekannya satu ini yang selalu tak pernah dipikirkan oleh otaknya.

Singkatnya ide gila selalu muncul dari Libel sedangkan yang mengeksekusi seluruh ide gila itu adalah Cura.

Fuuga melototkan kedua bola matanya, memasang ekspresi tak terima. Kedua lengannya berada disamping badan,
"Jangan menyebut Libel-san gila! Kau lebih gila ketika terserang ledakan stressmu itu! "

Cura mencebikkan bibirnya, membenarkan dalam hati perkataan Fuuga. Ia berkali-kali lebih gila ketika terkena serangan ledakan stressnya, bahkan mungkin orang yang melihatnya akan langsung mengecapnya pasien sakit jiwa.

Ah. Bahkan mungkin rumah sakit jiwa manapun tidak mampu menampung dirinya ketika terkena serangan ledakan stressnya. Segila-gilanya tingkah orang, belum ada yang menandingi kegilaan Cura yang berniat meledakkan diri sendiri bersama markas besar Rebbelion.

Bantingan penuh cinta segera diberikan oleh Fuuga setelah Cura sehat dari ledakan stressnya, bonus pemuda berwajah cantik itu mematahkan dua tulang rusuk Cura tanpa rasa bersalah. 'Bayaran karena kau akan membunuh Libel-san! ' katanya setelah Cura harus dirawat dan beristirahat selama hampir dua bulan.

Astaga. Lagipula keinginan Cura sebenarnya meledakkan diri sendiri. Dan lagi Libel tidak akan mati semudah itu, Cura bertaruh dengan perkataannya. Salahnya, dia dengan kewarasan yang hampir habis mendatangi Libel dan Fuuga yang sedang berdiskusi dengan anggota Rebbelion lain diruang temu. Sambil terbahak-bahak, Cura memencet tombol yang akan memicu bom yang menempel ditubuhnya untuk meledak.

Untungnya Libel peka dan segera mengangkat tubuh Cura lalu melemparkannya keluar jendela, tak lama terdengar ledakan besar yang membuat daun jendela terhempas menabrak kepala Fuuga yang berdiri tepat disamping jendela.

"Ukh... Caramu kejam, Libel. " keluh Cura yang mengingat kembali peristiwa itu, sekarang ia tahu bagaimana rasanya dibuang kawan sendiri. Dalam artian benar-benar 'dibuang'

Libel memasang wajah bersalah. Ia mengusap bagian belakang lehernya dengan gestur canggung,
"Ahaha... Hanya itu yang ada dipikiranku untuk mencegah kita semua mati konyol, Cura. " ucapnya sambil menatap Cura dengan pandangan penuh penyesalan.

Fuuga mendengkus keras, menatap sebal Cura yang memasang aura 'Aku orang terbuang'
Pemuda itu bersedekap sambil menghentak-hentakan sebelah kakinya yang berbalut sepatu, mengekspresikan kekesalannya yang membumbung kembali setelah mengingat peristiwa konyol itu.

Our Story ¦ i7 fanfiction []Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang