Geng di matanya cukup brengsek sebelum dia bertemu Toman.
Mengapa begitu sulit baginya untuk menjauh dari Toman dan orang-orangnya? Mereka semua ada di hatinya.
Ruka Mizuhara lihai dalam bertarung, sangat lihai bahkan. Tapi dia memilih untuk menyemb...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
...
"Ya, Mizuhara disini. Dengan siapa?"
"Emma Sano!"
Pekikan dari dalam ponsel berhasil membuat mata sayu Ruka langsung melebar.
"Emma?! Dari mana kau mendapatkan nomorku?" tanya Ruka.
Ruka bisa mendengar cekikikan dari dalam telepon, khas Emma.
"Kau yang memberikannya padaku, bodoh!"
Oh— dia ingat sekarang.
Ruka menggaruk kepalanya yang tidak gatal, didukung oleh ekspresi bingungnya. Yah, dia adalah Mizuhara yang pelupa, baru beberapa hari sejak dia memberi Emma nomor teleponnya dan kemudian melupakannya.
"Dengar Ruka, mari bertemu di—"
‧͙⁺˚*・༓☾
Ruka tidak mengerti keinginan Emma, sekarang sudah pukul sembilan malam dan gadis itu memintanya untuk datang di tempat yang sepi seperti ini. Ruka melirik sedikit ke arah tangga yang menuju puncak kuil, pasti sangat lelah mendaki ke atas sana.
"Kenapa Emma lama sekali?" Ruka mulai gelisah.
Tepat ketika Ruka berniat duduk di tangga menunggu Emma— dia dikejutkan oleh suara gerombolan sepeda motor yang mendekat. Lampu jauh dari beberapa sepeda motor menusuk penglihatannya. Samar-samar Ruka melihat geng bermotor mendekat.
Suara motor pelan-pelan berhenti sementara para berandalan turun mengelilingi area tempat dia berdiri.
"Oi oi OII apa ini, apa aku akan dipukuli?!"
Perasaan gelisah Ruka semakin bertambah ketika para berandalan bermotor itu menatapnya dengan berbagai tatapan.
"RUKAAAA CHANN!"
Ruka menoleh ketika indra pendengarannya mengenali suara yang masuk ke telinganya dengan nyaring.
Di ujung, Emma Sano turun dari sepeda motor yang dikendarai oleh seorang pemuda berbadan besar yang tempo hari dilihatnya, gadis berambut pirang itu berlari untuk menghambur ke dalam pelukan.
"Apa-apaan ini Emma, siapa mereka?" bisik Ruka.
Emma melepaskan pelukan Ruka sambil terkikik, "Maaf atas ketidaknyamanannya Ruka. Mereka adalah geng besar yang menguasai Shibuya—"
"Geng? Di Shibuya?!" sela Ruka tidak bisa mempercayai anggukan Emma sebagai balasannya.
"Dengar, apapun itu, aku tidak akan berhubungan dengan geng! Aku pergi—"
Belum sempat Ruka beranjak, Emma menarik tangannya untuk naik ke puncak kuil bersama anggota lainnya.
Ruka dan Emma berjalan ke ujung kuil sementara anggota lainnya mulai berbaris rapi. Ini pertama kalinya—setelah sekian lama bagi Ruka untuk melihat lagi perkumpulan seperti ini di Tokyo. Maksudnya, Ruka memang besar di sini, tapi sudah lama sejak dia melihat geng yang sebesar ini lagi.