Bab2. Perpisahan

312 23 6
                                    

Ditulis:Sab, 5 Maret 2022. 20:18 WIB
Dibuat:Sen, 9 Agustus 2021. 00:00 WIB

Ada cerita apa hari ini? Sini cerita👉

Senyum dulu dong, harus tetep happy kiyowo ya!

Berikan apresiasi kalian ya!

•HAPPY READING•

Kalau gue ikutan keras kepala lagi dan ingin menang sendiri. Sudah dipastikan keluarga ini nggak bakal ada ademnya.

•••

Pagi ini keluarga Yudha sedang bersarapan pagi. Kehangatan dan keharmonisan keluarga mereka membuat semua orang iri. Meskipun mereka sedang dalam keadaan terpuruk, itu bukan menjadi alasan untuk keluarga mereka terpecah. Justru itu membuat mereka semua saling menguatkan dan menyemangati.

"Nanti setelah pulang sekolah bantu Mama siap-siap ya?" ujar Rani dengan menatap ketiga anaknya secara bergantian.

"Siap, Ma!" jawab Bara dan Bela kompak.

"Maaf, Ma, Sakti nggak bisa bantu. Sakti ada urusan. Tapi, pasti nanti Sakti bakal usahain buat bantu beres-beres," ujar Sakti.

"Kalau kamu emang ada urusan, nggak apa-apa. Ada Bara sama Bela yang bantuin Mama." Rani memberi pengertian.

"Maaf ya, Papa udah nggak bisa antar kalian pakai mobil lagi," ujar Yudha sembari menatap ketiga anaknya secara bergantian.

"Maaf mulu, bosen Sakti dengernya, Pa. Kita nggak apa-apa kok, iya kan?" Sakti menatap Bara dan Bela meminta persetujuan.

Bara dan Bela mengangguk.

"Kita bisa naik angkot atau naik ojek kok, Pa," ujar Bara.

"Iya, Pa. Papa nggak usah minta maaf terus. Papa itu udah jadi Papa yang baik kok buat Bela, buat kita," ujar Bela. Dia berdiri dan menghampiri kursi makan Papanya, kemudian memeluknya dan diikuti oleh Sakti dan Bara.

"Papa is the best Hero," ujar mereka bertiga sembari memeluk Yudha.

Yudha menangis haru. anak-anaknya ini benar-benar sangat mengerti keadaannya. Sungguh beruntungnya Yudha memiliki anak seperti mereka bertiga.

Rani pun ikut merasakan haru, melihat ketiga anaknya yang sangat peduli dan sangat memahami situasi seperti ini. Rani pun ikut berpelukan dengan air mata yang terus mengalir jatuh di pipinya.

*****

Baru saja Sakti turun dari angkutan umum dan melangkah masuk ke dalam pintu gerbang sekolahnya. Dia sudah disambut oleh pandangan yang menghina. Seakan dirinya ini adalah orang yang tidak pantas berada di sekolah seelit ini sekarang. Padahal Sakti dulu murid yang terkenal sangat baik di sekolah ini. Dia tidak pernah meninggalkan jejak kesalahannya. Bahkan Sakti tidak pernah membuat masalah dengan siapapun, dia selalu berbuat baik, dan selalu membuat yang terbaik untuk teman-teman dan orang yang ada di sekitarnya. Tapi, kebaikannya seakan sirna begitu saja hanya karena satu kesalahan yang sama sekali tidak dia perbuat.

Berita tentang papanya yang bangkrut dan jatuh miskin itu sudah tersebar luas dengan begitu cepatnya melalui media sosial, karena memang perusahaan milik Yudha merupakan perusahaan terbesar dan sering tersorot media.

Sorakan demi sorakan Sakti dengar, tapi dia tidak menggubrisnya. Toh, dia juga tidak merepotkan mereka, tidak numpang hidup kepada mereka. Jadi, untuk apa juga Sakti mendengarkan?

Kita Berbeda Tapi Kita SamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang