14. SHALITTA : PLESTER
Maaf-maaf kalau ada typo ya❤
***
“Kenapa lo tolongin gue?” tanya Litta setelah turun dari atas motor Erland.
Setelah lima belas menit memakan waktu di jalan untuk menuju ke sekolah, akhirnya kedua remaja itu sampai. Sekarang mereka berdua berada tepat di dekat halte bus sekolah yang masih cukup sepi. Litta meminta agar ia diturunkan sedikit jauh dari sekolah. Ia tidak mau satu sekolahan heboh dengan rumor yang tidak-tidak tentang dirinya dan Erland.
Lelaki itu masih diam. Tidak berniat menjawab pertanyaan cewek yang berdiri di samping motornya.
“Lo tau rumah gue dari mana?”
Litta tidak menyerah. Masih mencercah lelaki itu dengan pertanyaannya. Gadis itu meringis, ketika hembusan angin mengenai luka di kedua kakinya. Tetapi baginya luka di kakinya itu masih dikatakan beruntung karena tidak begitu banyak, sehingga tidak perlu ia tutupi seperti luka di tangannya yang harus di tutupi oleh cardigan karena meninggalkan jejak lebam berwarna merah keunguan. Masih terasa linu jika tersenggol.
Erland turun dari atas motor tanpa menjawab pertanyaan Litta. Lelaki itu menghembuskan napasnya kasar, berjalan mendekati Litta. Kini jarak keduanya begitu dekat, Litta terkurung tidak bisa lagi menjauh karena punggungnya terbentur dengan tiang listrik di belakangnya. Litta merunduk saat ES semakin mendekatinya. Jantungnya berpacu cepat, ia takut. Takut kejadian seperti malam itu terulang lagi.
Tubuh Litta meremang ketika ES menyingkirkan rambut Litta—menjatuhkannya ke pundak sebelah kanan. ES merogoh saku seragam sekolahnya. Mengeluarkan sebuah plester. Litta risih ketika merasakan hembusan napas ES yang hangat menyapu lehernya. Cewek itu memejamkan matanya bersamaan dengan ES yang menempelkan plester di bagian leher Litta yang terluka dengan hati-hati. Lelaki itu juga meniupi luka Litta, saat tahu Litta kesakitan. Setelah itu, ES kembali naik ke motornya. Melajukan motor memasuki gerbang sekolah. Meninggalkan Litta yang masih tercenung karenanya. Tangan kiri Litta naik menyentuh luka yang baru saja di balut oleh plester.
“Gue sendiri aja nggak tau kalau ternyata leher gue luka,” ucap Litta pelan. Netra cokelatnya memandang kepergian lelaki dengan motor sport berwarna hitam itu.
Apa boleh Litta menangis dengan perlakuan ES padanya?
Apa boleh Litta bilang kalau ES peduli?
Apa boleh Litta bilang kalau ES sekarang menjadi baik?
“Makasih,” batin Litta. Ia tersenyum tipis. “Erland,”
***
Litta berjalan melintasi koridor sekolah sambil memeluk tubuhnya erat. Berjalan dengan hati-hati tidak mau kalau luka di kedua tangannya tersenggol oleh orang lain.Matanya celingukan, mencari keberadaan seseorang. Bisanya tepat di belokan tangga menuju kelas 12, Alga dan teman-temannya berada di sana.
Dan! Ya, benar. Lelaki yang Litta cari ada di sana.
“Alga,” panggil Litta.
Perasaan Litta tidak tenang ketika membaca pesan balasan Alga yang baru saja berantem dengan Papanya. Ia takut terjadi sesuatu pada Alga.
Lelaki yang dipanggil itu menoleh ke sumber suara, dengan wajah datar ia menghampiri Litta.
Litta tersenyum simpul, saat melihat keadaan Alga baik-baik saja. “Kamu gak pa-pa kan, Ga?”
“Papa kamu nggak pukulin kamu kan?”
“Aku khawatir sama kamu,” jujur Litta. Dengan jari telunjuknya ia mengusap wajah Alga lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHALITTA
Teen FictionSebelum baca follow akun author dulu yuk❤ Terimakasih ------------------------------------------- "Ma, HP Litta rusak. Boleh beli HP baru kan?" "Boleh. Bekas aja ya, biar hemat. Soalnya Mama harus beli buat Luna," "Bukannya minggu lalu Luna baru be...