Story from Leo

908 45 56
                                    

Story from Leo © Taushiyyah
.
.
.
.
For,

St★rlight

Toktoktok!

"Hyung? N hyung? Buka pintunya! Kau kenapa?" Aku menatap jengah Ken yang menempel di daun pintu kamar kami sambil terus berteriak.

Kulempar tas Haekyeon yang sedari tadi kusampirkan, ke sofa. Tanpa peduli dengan Ravi yang terbangun dari tidurnya, karena lemparanku tadi tepat mengenai wajahnya. Aku melangkah ke lemari pendingin, meminum sebotol air mineral dan meredakan kekeringan di tenggorokanku. Lalu menghampiri Ken, begitu ia melayangkan tatapan penasarannya padaku.

"Ada apa? Memang apa yang dokter katakan?" Tanya Ken padaku.

Aku mengangkat bahu acuh, lalu menggantikan Ken mengetuk pintu kamar. "Haekyeon! Keluarlah! Berhenti membuat bocah ini berisik!"

Aku nyaris terbahak, melihat ekspresi di wajah Ken. Bocah itu mempoutkan bibir tebalnya, dengan mata bulatnya menatap lurus padaku. Dan ada gumaman yang keluar dari mulutnya, terdengar seperti- "aku bukan bocah,"

Tak lama, pintu kamar kami -yang kumaksud adalah kamarku, Ken, Haekyeon, Hongbin dan Hyuk- terbuka. Haekyeon keluar dengan mata sembabnya. Aku terkejut ketika tiba-tiba dia memelukku erat. Membuatku nyaris lewat, karena kehabisan napas.

Anak sialan ini!

"Taekwoon ah, -hiks. Kau harus siap menggantikanku -hiks sebagai leader grup ini. Kurasa hidupku sudah tak lama lagi. Jadi tolong kau jaga-"

Pletak!

Haekyeon langsung melepas pelukan mautnya, lalu meringis memegangi kepalanya yang barusan kupukul. "Appo~"

"Kau hanya terkena gejala tifus. Jangan berlebihan, bodoh!" Ketusku.

Aku berdecak, ketika Haekyeon makin mendalami 'peran'. Pria aneh itu merajuk dan menutup pintu kamar dengan keras didepan wajahku. Kuperjelas, tepat didepan wajahku, lho!

Gaah~! Inikah kelakuan 'aktor baru Haekyeon'?

"UMURKU TIDAK PANJANG LAGI! AKU AKAN MATI!!!" Teriak Haekyeon dari dalam kamar.

Aku dan Ken saling tatap bingung, sebelum Ken mengangkat bahu lalu melangkah melewatiku. "Sudahlah biarkan dia," katanya.

Lagipula aku tak peduli padanya!

Aku mengekori Ken ke ruang tengah, dimana Ravi sudah duduk manis memandangi dinding -yang menurutku tidak menarik sama sekali-. Anak pirang itu melirikku dengan pandangan kosong. Nyaris membuatku berpikir kalau dia kerasukan setan, jika saja aku tak ingat kalau satu-satunya 'setan' di dorm ini tengah merajuk di dalam kamarnya. Tak peduli, aku menempatkan bokongku di sofa sebelah Ken.

"Hyung, ramen yang kau buat apa masih ada? Aku lapar," Ravi bertanya sambil mengelus-elus perut ber-abs nya.

Baru akan menjawab pertanyaannya, sebelum otakku teringat sesuatu. Tidak! Bukan soal ramen tadi pagi yang sekarang hanya tinggal kuah. Tapi-

"Ya! Cha Haekyeon! Kau belum makan sejak pagi, dan bagaimana kau bisa meminum obatmu dengan usus kosong?" Teriakku lantang.

"SEBENTAR LAGI AKU AKAN MATI!" Dan yang terdengar hanyalah suara teriakkan frustasi N -dan tentu saja- beserta isak tangisnya.

Tsk! Merepotkan! Dan kenapa kau masih mempedulikan anak itu, Jung Taekwoon?

"Ya hyung! Aku yang bertanya padamu! Aku yang lapar di sini, hyung~"

Latte ① LEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang