Scandal

521 39 21
                                    

Scandal © Taushiyyah
.
.
.
.
For,

Strlight

Hujan menutup pandanganku lewat kaca mobil. Yang bisa kulihat hanyalah buram yang tercipta dari aliran air. Dan bayanganku tercetak jelas di sana. Bayangan wajah lelah yang hampir selalu tanpa ekspresi. Sekali lagi, aku mendengus. Malam semakin larut. Seharusnya kami sampai di dorm lebih awal, jika bukan karena Ravi yang merengek ingin menemui adik tersayangnya.

Seperti perkiraanku, hujan semakin deras. Udara juga semakin dingin menusuk tulang. Lalu di dalam van, hanya aku dan manajer yang masih terjaga. Manajer hyung yang fokus menyetir, sedangkan aku berusaha mengisi kekosongan dengan mendengarkan ulang lagu favorit di mp3 baruku. Terlarut dalam alunan musik dengan volume rendah.

Bosan. Ya, bohong jika aku tak pernah bosan. Kulepas earphone yang menancap di telingaku, lalu kuedarkan pandangan. Menatap Hakyeon yang tertidur di jok dekat kemudi, lalu Ken yang menempelkan kepalanya di jendela van. Kepalaku memutar. Memandangi dongsaeng line yang juga tertidur di jok belakang. Ravi, Hongbin dan Hyuk. Mereka membuatku tanpa sadar mengembangkan senyuman.

Sangat damai jika mereka tertidur seperti itu. Ah, lupakan soal Ravi dan dengkurannya! Lupakan juga suara batuk Hongbin yang terdengar seperti suara batuk kakek-kakek pengidap asma. Cuaca saat ini memang membawa penyakit. Setelah Hyuk, sekarang Hongbin yang terkena flu dan batuk. Tenggorokanku akhir-akhir ini juga sedikit bermasalah. Kuharap itu bukan pertanda tertular flu dari Hongbin.

"Kukira kau tidur, Leo."

Itu suara manajer hyung. Mungkin pergerakanku terlalu berisik, jadi beliau menyadarinya. Walaupun hujan diluar sangat deras dan berisik, tapi didalam van sangat senyap. Sehingga jika ada suara jarum jatuhpun, mungkin akan terdengar. Berlebihan memang.

"Ah, ne hyung. Aku tidak bisa tidur." Jawabku kalem.

Manajer hyung melirikku lewat spion depan. "Apa ada masalah?"

Dari nada dan kerutan di dahinya, dapat kusimpulkan kalau manajer khawatir padaku.

Aku menggeleng pelan. "Annimida,"

"Tidurlah, Taekwoon. Besok jadwal kita padat." Erangan kecil disusul gerakan menggeliat Hakyeon mengalihkan pandanganku.

Seketika aku teringat. Jadwal kami akhir-akhir ini memang dipadatkan dengan promosi album pertama kami, Voodoo Doll. Tak ada jawaban dariku. Setelah bicara begitu, N kembali tertidur pulas. Dan manajer hyung juga kembali fokus menyetir tanpa tertarik mengobrol denganku. Aku memasang earphone di telingaku lagi. Kali ini menyetel lagu terbaru kami. Voodoo Doll.

Janji mentraktir fans jika kami menang, eoh? Cih.

Dan kapan hari itu datang?
.
.
.
.
Minggu malam, arloji hitam yang melingkar di pergelangan tangan kiriku menunjukkan pukul dua dinihari. Aku sekarang ini sedang berdiri sendirian di depan pintu dorm. Tangan kiriku tergerak ragu memasukkan password pintu. Apa mereka sudah tidur? Apa mereka sudah dengar berita tadi pagi? Apa mereka marah padaku?

Masih ada beberapa orang yang menunggu entah apa di halaman depan apartemen kami. Sial. Padahal jelas ini nyaris pagi dan entah sampai kapan mereka menunggu di cuaca malam sedingin ini. Beruntung, aku tidak mengabaikan otakku yang memberi saran berpakaian dengan style maling. Setelan serba hitam, dengan hoodie dan masker. Itu membantuku menyamar. Terbukti tak ada satupun dari paparazi yang mengenaliku.

Aku kembali menghela napas berat, ketika mengingat masalah yang sedang terjadi. Untuk pertama kalinya, kami bertengkar hebat. Aku dan Hakyeon. Hanya karena masalah sepele. Baiklah, kuakui memang ini cukup serius. Postingan yang kutulis di akun twitter ku waktu itu memang keterlaluan. Berkoar menyalahkan Starlight yang entah bagaimana bisa menyusup ke backstage kami di suatu acara musik, sampai beberapa crew menyalahkan kami atas insiden tersebut.

Latte ① LEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang