My Lady

409 19 8
                                    

My Lady © Taushiyyah
.
.
.
.
For,

Strlight

Do you remember?
The clear morning after the rain
We were in love
But we let each other go

Wangi pahit yang menguar dari secangkir latte adalah hal yang kusukai. Gadis itu tau. Suasana damai, sepi tanpa banyak orang juga hal yang kusukai. Gadis itu pun tau. Lalu gadis itu juga tau, senyum hangat, suara lembut, tatapan berbinar, semua yang ada pada dirinya adalah favoritku.

Gadis itu menjauhkan cangkir macchiato dari bibirnya. "Sudah mau hujan. Sebaiknya kita pulang," ajaknya dengan nada ceria, sangat kontradiksi dengan apa yang telah kami bahas hari ini.

Nada ceria itu...seharusnya tak lagi ia tunjukkan padaku. Namun itulah dia. Yoo Ara, gadisku. Sangat pintar menyembunyikan  emosinya. Aku bisa lihat dengan jelas dari sorot matanya yang tak bisa berdusta. Ada luka disana. Kepedihan yang timbul dari apa yang ia bicarakan tadi.

Noda kopi menempel di bawah hidung Ara. Membuatku menahan senyuman, melihat kumis tipis tercipta di garis antara bibir dan hidung gadisku. Aku mencondongkan tubuhku ke arahnya. Jemariku tergerak menghapus jejak macchiato itu.

"Oow, terimakasih oppa." Dengan cepat Ara menjauhkan wajahnya dari tanganku. Menghapus sendiri noda itu dengan tangannya.

"Ayo pulang." Ajakku.

Ara mengangguk, lalu aku menutunnya keluar dari kafe. Berjalan beriringan menuju apartmen 'kami'. Tempat yang sengaja kami sewa tahun lalu. Apartmen sederhana di daerah Ulsan. Tak ada yang tau mengenai ini. Tidak Hongbin, orangtuaku atau siapapun. Hanya kami berdua.

Beberapa kali dalam setiap bulannya, aku dan Ara meluangkan waktu untuk bertemu di tempat ini. Namun semakin padat jadwalku, semakin jarang aku menemui gadisku. Bahan sudah dua bulan kami baru bisa bertemu. Ara baru saja membahasnya di kafe tadi. Dan menemukan solusi yang menurutnya tepat.

Zrassh.

Tanpa aba-aba, hujan turun dengan deras. Aku memandangi langit malam tanpa bintang dengan kesal.

Sempurna sekali. Terimakasih Tuhan!!

Sesak di dadaku seakan menguap. Terangkat bersama hujaman air dari langit yang tanpa ampun menyentuh kulitku. Dapat kurasaan rasa sakit ini naik melewati kerongkongan, menuju wajahku. Lalu berhasil keluar melalui kedua belah mataku. Hujan menyamarkan airmataku.

Bagai menelan pil besar di tenggorokanku, rasanya sangat sesak.

"Hujan..." suara bernada lega terdengar di sisiku.

Gadis itu merentangkan tangannya. Kepalanya terdongak, dengan mata tertutup. Sepertinya Ara sangat menikmati air hujan malam ini.

Aku mengulum senyuman.Dengan cepat kulepas mantel tipis yang kupakai. Menaruhnya di atas kepala gadis itu. Ara tak mempermasalahkan hal kecil yang kulakukan untuknya. Sekarang aku mendekap tubuh mungilnya, membawanya berlari menerobos hujan.
.
.
.
.
"Akan kusiapkan air hangat untukmu."

"Tidak usah, oppa." Ara tersenyum sambil mengeringkan rambut panjangnya dengan handuk yang kuberikan.

Tanpa mengacuhkan jawaban gadis itu, aku melangkah mantap ke kamar mandi. Menyalakan keran air hangat di bathtub untuk gadisku. Menuangkan sabun cair beraroma lavender kedalamnya. Lalu melangkah keluar.

"Mandilah. Sebelum airnya membeku."

Yoo Ara terkikih geli. "Bagaimana denganmu? Tak ingin mandi juga?"

Latte ① LEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang